Dibanding Benua Lain, Eropa Alami Pemanasan Iklim Tercepat

Suhu Eropa meningkat dua kali lipat dibanding global

Jakarta, IDN Times - Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan badan iklim Uni Eropa (UE), Copernicus, melaporkan bahwa Eropa merupakan benua yang mengalami pemanasan tercepat. Suhunya meningkat dua kali lipat rata-rata global.

Laporan yang dirilis pada Senin (22/4/20-24) memperingatkan konsekuensinya terhadap kesehatan manusia, pencairan gletser, dan aktivitas ekonomi. WMO memberi peringatan merah untuk hal tersebut.

Copernicus melaporkan, bulan Maret lalu menandai rekor suhu bulanan selama 10 bulan berturut-turut. Suhu permukaan laut rata-rata seluruh Eropa mencapai tingkat tahunan tertinggi pada 2023.

1. Dampak kerugian akibat cuaca dan iklim mencapai Rp232 triliun

Rata-rata suhu lima tahun terakhir di Eropa mencapai 2,3 derajat Celcius di atas suhu pra-industri. Sedangkan suhu global hanya mencapai 1,3 derajat Celcius.

"Eropa kembali mengalami peningkatan suhu dan peningkatan iklim ekstrem selama satu tahun lagi, termasuk tekanan panas dengan suhu yang mencapai rekor tertinggi, kebakaran hutan, gelombang panas, hilangnya es gletser, dan kurangnya hujan salju," kata Elisabeth Hamdouch, wakil kepala unit Copernicus dikutip dari Associated Press.

Dampak pemanasan global dan perubahan iklim telah memicu berbagai bencana di Eropa. Pada 2023, kerugian akibat cuaca dan iklim diperkirakan mencapai 13,4 miliar euro atau Rp232 triliun.

"Ratusan ribu orang terkena dampak peristiwa iklim ekstrem pada tahun 2023, yang menyebabkan kerugian besar di tingkat benua, diperkirakan setidaknya mencapai puluhan miliar euro," kata direktur Copernicus Carlo Buontempo.

Baca Juga: Uni Eropa Ancam Blokir karena Fitur TikTok Lite Rewards

2. Percepat transisi energi terbarukan

WMO dan Copernicus mengatakan, Eropa punya peluang mengembangkan strategi bersama yang ditargetkan mempercepat transisi eri ke sumber daya terbarukan. Ini seperti tenaga angin, matahari dan pembangkit listrik tenaga air sebagai respons terhadap dampak perubahan iklim.

Dilansir Euro News, tahun lalu, benua tersebut menghasilkan 43 persen listrik dari sumber daya terbarukan. Angka itu mengalami kenaikan 36 persen dibanding tahun sebelumnya.

Dalam dua tahun berturut-turut, Eropa menghasilkan energi terbarukan lebih banyak dibandingkan energi bahan bakar fosil.

3. Eropa mungkin harus beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi

Dibanding Benua Lain, Eropa Alami Pemanasan Iklim Tercepatilustrasi (Unsplash.com/Ashim D’Silva)

Burgees mengatakan, temuan kali ini memberi gambaran mengkhawatirkan bagi Eropa. Emisi karbondioksida dan metana di atmosfer terus meningkat.

"Meskipun kita memiliki rekor suhu udara dan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, kita akan terus melihat kejadian ekstrem," katanya dikutip dari Bloomberg.

"Jadi kemungkinan besar kita akan terus mencatat rekor ini hingga kita bisa menstabilkan iklim kita dan mencapai angka net zero," tambahnya.

Tahun lalu, lebih dari 150 orang tewas akibat badai, banjir dan kebakaran hutan. Eropa kemungkinan besar harus beradaptasi terhadap suhu yang lebih tinggi lebih cepat dibanding wilayah lain.

Laporan Eropa tahun ini berfokus pada dampak suhu tinggi terhadap kesehatan manusia, dan mencatat bahwa kematian akibat panas telah meningkat di seluruh benua. Dikatakan lebih dari 150 nyawa melayang tahun lalu akibat badai, banjir, dan kebakaran hutan.

Dampak paling dramatis terlihat di Pegunungan Alpen, di mana gletser telah kehilangan 10 persen sisa volumenya dalam dua tahun terakhir.

Baca Juga: Nasihat Uni Eropa: Jangan Kasih Kendur Dukungan ke Ukraina

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya