Imbas Pelanggaran HAM, UE Jatuhkan Sanksi ke Perusahaan Migas Myanmar

China, Rusia dan Serbia dituduh memasok senjata ke Myanmar

Jakarta, IDN Times - Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Myanmar sejak kudeta dilancarkan pada 1 Februari 2021 terus terjadi. Para pengamat menilai situasi tak kunjung membaik, tapi justru memburuk. Alasan itulah yang mendasari Uni Eropa (UE) untuk memperluas sanksi kepada Myanmar pada Senin (21/2/2022). 

Kali ini, sanksi UE menargetkan perusahaan utama Myanmar di sektor energi, yaitu Myanmar Oil and Gas Enterprise (MOGE). Selain itu, UE juga menjatuhkan sanksi terhadap individu yang dianggap terlibat dalam mendukung pelanggaran HAM.

Tindakan kekerasan dengan kekuatan berlebihan oleh pasukan junta militer telah meningkatkan kritik dari para aktivis HAM. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta untuk menghentikan pasokan senjata ke Myanmar, karena digunakan untuk membunuh warga sipil.

1. Perusahaan energi jadi target sanksi

Imbas Pelanggaran HAM, UE Jatuhkan Sanksi ke Perusahaan Migas MyanmarIlustrasi harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Aksi penolakan terhadap kudeta yang dilakukan junta telah memakan ribuan nyawa. Setahun berselang, muncul berbagai laporan yang menyebut tatmadaw, julukan untuk militer Myanmar, telah melakukan serangkaian pelanggaran HAM. 

Amerika Serikat (AS) dan Eropa telah meluncurkan berbagai sanksi terhadap pemerintahan junta untuk memberi tekanan agar menghentikan kekerasan. Tapi, sanksi sebelumnya mengecualikan sektor minyak dan gas.

UE, yang memandang pemerintah junta militer tidak memiliki niat untuk mengurangi aksi kekerasannya, telah meluncurkan sanksi baru. 

Dilansir Deutsche Welle, UE dalam sebuah pernyataan menyampaikan keprihatinannya terhadap eskalasi kekerasan di Myanmar yang terus berlanjut. UE juga mewanti-wanti konflik yang terus berlarut dapat berimplikasi pada tatanan regional. 

Menurut UE, sejak kudeta militer, situasi di Myanmar terus memburuk dan lebih buruk. UE kemudian menjatuhkan sanksi kepada MOGE, perusahaan minyak dan gas yang dikelola negara. 

Tindakan pembekuan aset dan larangan perjalanan diterapkan termasuk individu yang masuk dalam target sanksi.

Baca Juga: Kisah Warga Myanmar: Kami Dijadikan Persai Manusia oleh Junta Militer

2. Memutus pendapatan utama junta militer

Salah satu pendapatan utama pemerintahan junta Myanmar adalah produksi gas alam. Perusahaan MOGE menyumbang hampir 50 persen dari aliran masuk mata uang asing ke Myanmar. 

Sepanjang 2021-2022, dengan proyek lepas pantai dan pipa, MOGE diperkirakan memperoleh pendapatan 1,5 miliar dolar atau sekitar Rp12 triliun.

Menurut laman resmi UE, perluasan sanksi itu mencakup 4 entitas dan 22 individu. Sanksi kepada perusahaan selain MOGE adalah perusahaan swasta yang terkait erat dengan kepemimpinan puncak Tatmadaw. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah Htoo Group, IGE (International Group of Enterpreneurs), dan Mining Enterprise 1 (ME 1).

Direktur advokasi Asia untuk Human Rights Watch John Sifton mengatakan, "UE harus menerapkan langkah-langkah ini dengan cara memastikan bahwa saham perusahaan energi, dalam operasi minyak dan gas, tidak hanya ditransfer atau dilepaskan ke entitas yang dikendalikan junta, hasil yang (justru) hanya akan memperkaya junta lebih jauh."

Direktur eksekutif Burma Campaign UK, Anna Roberts, memuji langkah UE. Roberts mengatakan, "sanksi ini (akan berdampak signifikan) signifikan dan disambut baik."

Menurutnya, dengan menargetkan sektor minyak dan gas, UE telah melampaui AS dalam menargetkan salah satu sumber pendapatan utama junta militer.

3. China, Rusia dan Serbia dituduh memasok senjata ke Myanmar

Imbas Pelanggaran HAM, UE Jatuhkan Sanksi ke Perusahaan Migas MyanmarAliran senjata ke Myanmar (warna merah menandakan aliran senjata sejak kudeta) (Twitter.com/UN Special Rapporteur Tom Andrews)

Dengan tingkat kekerasan yang terus berlanjut dan korban sipil terus berjatuhan, PBB juga mendesak negara-negara menghentikan memasok persenjataan ke Myanmar. Dalam sebuah laporan kepada Dewan HAM PBB di Jenewa, Pelapor Khusus Tom Andrews bersikeras bahwa senjata tersebut digunakan kepada warga sipil.

Menurut laman resmi PBB, Tom Andrews mengidentifikasi China, Rusia, dan Serbia sebagai negara yang memasok senjata ke penguasa militer Myanmar sejak mereka melakukan kudeta. Pasokan itu termasuk jet tempur, kendaraan lapis baja, roket dan artileri.

Andrews mengatakan, "menghentikan kejahatan kekejaman junta dimulai dengan memblokir akses mereka ke senjata. Semakin dunia menunda, semakin banyak orang yang tidak bersalah, termasuk anak-anak, yang akan mati di Myanmar."

Baca Juga: Menlu Retno: Krisis Myanmar Ujian Kredibilitas ASEAN

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya