Junta Myanmar Bunuh Lebih dari 160 Anak pada 2022

Sebagian besar terbunuh karena serangan artileri

Jakarta, IDN Times - National Unity Government (NUG), pemerintah bayangan Myanmar, mengatakan bahwa junta militer telah membunuh 165 anak selama 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan lebih dari 70 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Melalui analisis yang dibeberkan media lokal, penyebab utama kematian anak-anak itu adalah serangan artileri berat yang menargetkan pasukan oposisi.

Kekacauan Myanmar sejak kudeta militer pada Februari 2021 masih terus terjadi, dengan ribuan warga sipil yang telah tewas.

1. International Crisis Group menilai jumlah korban anak-anak yang disampaikan kredibel

Junta Myanmar Bunuh Lebih dari 160 Anak pada 2022ilustrasi anak-anak di Myanmar (Unsplash.com/Jesse Schoff)

Thomas Kean, konsultan senior di Myanmar untuk organisasi International Crisis Group, menilai bahwa angka yang disampaikan NUG tampak kredibel. Ia menjelaskan bahwa laporan tersebut sering kali didukung dengan bukti-bukti yang kuat.

Dilansir The Guardian, pada September lalu, lebih dari selusin anak-anak Myanmar tewas dalam serangan udara di sekolah di Sagaing. November selanjutnya, sejumlah anak termasuk yang tewas ketika junta menyerang di negara bagian Rakhine.

"Hal ini sesuai dengan pola bagaimana mengobarkan perang, warga sipil sering sengaja menjadi sasaran," kata Kean.

Dia menilai, pembakaran rumah dan penghancuran seluruh desa bukan hal yang aneh terjadi di Myanmar, apalagi dilakukan junta.

Baca Juga: Menlu RI: ASEAN Tak Boleh Didikte Junta Myanmar!

2. Serangan artileri junta paling banyak membunuh anak-anak

Sejak kudeta Februari 2021, banyak anak Myanmar yang telah menjadi korban serangan militer. Mereka terbunuh akibat serangan udara, pesawat nirawak, ranjau darat, dan artileri.

Hasil investigasi media lokal Myanmar The Irrawaddy menemukan, banyak anak tewas karena serangan artileri. Pasukan oposisi di Sagaing menyaksikan korban anak-anak tertinggi, diikuti negara bagian Rakhine dan Kayah.

Dari 56 anak-anak yang tewas di Sagaing, Kayah dan Rakhine serta negara bagian lainnya, 28 di antaranya dibunuh dengan artileri, 10 anak tewas karena serangan udara, dan sembilan anak tewas karena disiksa setelah ditangkap. Usia para korban antara 6 bulan hingga 17 tahun.

Pada Juni 2022, pelapor khusus PBB mengatakan, 382 anak-anak telah dibunuh atau cacat dengan lebih dari 1.400 ditangkap.

3. Serangan militer sebagai hukuman kolektif

Junta Myanmar Bunuh Lebih dari 160 Anak pada 2022Ilustrasi (Unsplash.com/Daniel Stuben)

Pekan lalu, tepatnya pada 23 Desember, junta Myanmar dilaporkan menyerang desa di Myaung di wilayah Sagaing. Seorang gadis berusia 4 tahun tewas dan neneknya terluka parah, kutip Myanmar Now. Pasukan junta menembakkan senjata berat termasuk tiga peluru kaliber 60 mm.

Akibat serangan itu, dari 400 keluarga yang ada di desa, sekitar 300 di antaranya melarikan diri. Sisa keluarga itu tidak bisa melarikan diri karena telah diduduki pasukan rezim junta.

Thomas Kean dari International Crisis Group menjelaskan, junta semakin memiliki ketergantungan yang meningkat pada artileri dan kekuatan udara. Serangan yang dilancarkan memiliki fungsi hukuman kolektif bagi masyarakat, yang diyakini mendukung penguasa militer.

Menurut Organisasi Pertahanan dan Keamanan Sipil Myaung (CDSOM), sejak 15 Desember, sekitar 150 tentara junta menyerang desa-desa di Myaung timur, membakar rumah dan membuat lebih dari 8 ribu warga sipil mengungsi.

Baca Juga: DK PBB Adopsi Resolusi soal Myanmar, Pertama dalam 74 Tahun 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya