PBB Akui Lingkungan Bersih adalah Hak Asasi Manusia

Langkah kemajuan signifikan setelah upaya puluhan tahun 

Jakarta, IDN Times - Pada hari Jumat (8/10), PBB secara resmi mengakui bahwa lingkungan bersih adalah bagian dari hak asasi manusia. Krisis lingkungan telah menyebabkan banyak bencana merugikan bagi manusia sehingga telah menjadi perhatian banyak negara.

Dewan hak asasi manusia PBB meloloskan resolusi lingkungan bersih dengan sebagian besar negara sepakat dengan proposal yang diajukan. Meski begitu, beberapa negara lain yang memiliki kekuatan ekonomi besar di dunia memilih abstain dalam penegambilan suara proposal resolusi yang diajukan.

Proposal resolusi telah mendapatkan kritik dari beberapa negara seperti Inggris dan Amerika Serikat. Namun Inggris di akhir sesi pengambilan suara, membuat keputusan mengejutkan dengan ikut mendukungnya.

1. Lima negara pengusul proposal

Degradasi lingkungan telah menimbulkan berbagai bencana bagi manusia. Ditambah dengan perubahan iklim yang menghancurkan, umat manusia di dunia terancam di tempat mereka hidup. 

Lima negara mengusulkan sebuah proposal yang mengajukan bahwa lingkungan bersih dan sehat adalah bagian dari hak asasi dasar manusia. Resolusi dibuat untuk menyepakati hal itu.

Dilansir dari laman resmi PBB, lima negara pengusul adalah Kosta Rika, Maladewa, Maroko, Slovenia dan Swiss. Ada 43 negara yang sepakat dengan pengajuan resolusi itu sedangkan empat negara dengan kekuatan ekonomi besar memilih abstain.

Empat negara yang abstain adalah India, China, Rusia dan Jepang.

Michelle Bachelet, komisaris tinggi PBB untuk HAM bersyukur bahwa keputusan tersebut dengan jelas "mengakui degradasi lingkungan dan perubahan iklim sebagai krisis hak asasi manusia yang saling terkait."

Dia juga mengatakan "tindakan berani sekarang diperlukan untuk memastikan resolusi tentang hak atas lingkungan yang sehat ini, berfungsi sebagai batu loncatan untuk mendorong kebijakan ekonomi, sosial dan lingkungan yang transformatif yang akan melindungi manusia dan alam."

2. Langkah kemajuan signifikan setelah upaya puluhan tahun

Baca Juga: Paus Fransiskus Sebut Kelaparan sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Dengan disepakatinya proposal tersebut, maka Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR) untuk pertama kali mengakui bahwa "lingkungan yang aman, bersih, sehat dan berkelanjutan" adalah hak asasi manusia.

Upaya untuk mengajukan proposal itu telah dilakukan selama puluhan tahun, yakni sejak tahun 1990-an. Dengan disepakatinya oleh mayoritas negara, maka itu dianggap sebagai salah satu terobosan kemajuan yang signifikan oleh wakil direktur advokasi Human Rights Watch di PBB bernama Lucy McKernan.

Dilansir dari The Guardian, McKernan juga mengatakan bahwa "pengakuan global atas hak ini akan membantu memberdayakan masyarakat lokal untuk mempertahankan mata pencaharian, kesehatan, dan budaya mereka dari perusakan lingkungan, dan membantu pemerintah mengembangkan undang-undang dan kebijakan perlindungan lingkungan yang lebih kuat dan koheren."

Catalina Devandas Aguilar, Duta Besar Kosta Rika yang jadi salah satu sponsor bersama resolusi tersebut, mengatakan keputusan itu akan "mengirim pesan yang kuat kepada masyarakat di seluruh dunia yang berjuang dengan kesulitan iklim bahwa mereka tidak sendirian," katanya dikutip dari laman resmi PBB.

3. Inggris mengambil keputusan mengejutkan

Pengakuan lingkungan yang bersih dan sehat oleh UNHCR adalah resolusi pertama yang diajukan. Resolusi kedua adalah UNHCR akan meningkatkan fokusnya pada dampak hak asasi manusia dari perubahan iklim dengan melakukan pembentukan Pelapor Khusus.

Dilansir dari CNN, Pelapor khusus adalah pakar hak asasi manusia independen dengan "mandat untuk melaporkan dan memberi nasihat tentang hak asasi manusia dari perspektif tematik atau spesifik negara, menurut organisasi antar pemerintah.

Proposal pengajuan resolusi itu telah mendapatkan kritik dari beberapa negara. Dua di antaranya adalah Amerika Serikat dan Inggris.

Menurut Reuters, meski Inggris adalah salah satu pengkritik kuat pengajuan proposal itu, tapi pada sesi terakhir pemungutan suara, mereka membuat kejutan.

Duta Besar Inggris untuk PBB yang bernama Rita French mengatakan Inggris memilih 'ya' karena memiliki ambisi yang sama dengan para pendukungnya untuk mengatasi perubahan iklim.

Amerika Serikat sendiri tidak dapat memberikan suara karena tidak termasuk dalam dewan anggota yang berisikan 47 negara.

Sebelum pemungutan suara resolusi itu dilakukan, John Knox, mantan pelapor khusus PBB, mengatakan bahwa mereka yang mengkritik resolusi itu "berada di sisi sejarah yang salah."

Baca Juga: [OPINI] Hak Asasi Manusia dalam Pemenuhan Hak Anak Era Globalisasi 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya