Prancis: Diduga Terlibat Kasus Xinjiang, Retail Fesyen Diselidiki

Multinasional tidak boleh untung dari kasus Uighur

Paris, IDN Times - Kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan China di Xinjiang terhadap muslim Uighur dan minoritas lainnya, telah menjadi bola panas dalam relasi perdagangan dan politik. Pada bulan Maret lalu, Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan Kanada menjatuhkan sanksi pada China karena tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang.

Beberapa tindakan lain dilakukan seperti pelarangan menggunakan kapas dari Xinjiang bagi produk fesyen Barat, karena diduga diproduksi dengan sistem kerja paksa yang melibatkan warga muslim Uighur dan minoritas lain. Namun masih ada beberapa produsen fesyen yang diduga menyembunyikan kasus Xinjiang dalam rantai pasokannya.

Prancis melakukan penyelidikan terhadap empat retail fesyen terkenal karena diduga terlibat dalam rantai pasokan pelanggaran HAM di Xinjiang tersebut. Penyelidikan itu dilakukan oleh kejaksaan Prancis pada hari Kamis (1/7) setelah menerima aduan dari dua LSM pada bulan April lalu.

1. Empat retail fesyen terkenal yang diselidiki oleh Prancis

Prancis memiliki Kantor Pusat untuk Memerangi Kejahatan terhadap Kemanusiaan, Genosida, dan Kejahatan Perang, yang didirikan pada tahun 2013. Oleh sebab itu, Prancis dapat melakukan penyelidikan menurut wewenangnya atas laporan pelanggaran HAM yang masuk kepada mereka.

Dua LSM non-pemerintah telah memasukkan aduan ke Prancis bahwa retail fesyen terkenal di negara itu telah menyembunyikan 'kasus kejahatan terhadap kemanusiaan' yang terjadi di Xinjiang sehingga otoritas berwenang kemudian secara resmi membuka penyelidikannya pada hari Kamis (1/7).

Melansir laman Reuters, setidaknya ada empat retail produk fesyen terkenal yang diselidiki. Mereka adalah Uniqlo France, sebuah unit Fast Retailing Jepang, Inditex (pemilik produk Zara), SMCP Prancis dan Skechers.

"Investigasi telah dibuka oleh unit kejahatan terhadap kemanusiaan di kantor kejaksaan antiterorisme setelah pengajuan pengaduan," kata salah satu sumber.

Sebagai bagian dari Uni Eropa (UE), Prancis termasuk kubu yang menekan China tentang dugaan kasus pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh Beijing di Xinjiang, terhadap muslim Uighur dan minoritas lain.

2. Para retail fesyen menolak klaim dalam pengaduan yang diajukan

Prancis: Diduga Terlibat Kasus Xinjiang, Retail Fesyen DiselidikiInditex yang memiliki merek Zara, menolak klaim bahwa mereka terlibat kejahatan kerja paksa dalam rangkaian produksi mereka. (Unsplash.com/Highlight ID)

Baca Juga: Toko-toko Retail di AS yang Jadi Korban Penjarahan Pilih Tutup 

Salah satu produk utama dari Xinjiang adalah kapas. Tapi kapas yang diproduksi di Xinjiang disebut sebagian besar melibatkan kerja paksa para muslim Uighur dan minoritas lain.

Berdasarkan dugaan tersebut, pemerintah Barat menekan para produsen fesyen dunia untuk tidak menggunakan kapas dari Xinjiang dan bisa menjatuhkan sanksi jika tetap melakukannya. Hal itu karena didasarkan bahwa jika mereka menggunakan kapas Xinjiang, maka rantai pasokan bahan baku kapas tersebut terlibat dalam sistem kerja paksa yang dianggap tidak manusiawi yang telah dilakukan oleh Beijing.

Namun aduan hukum yang mengklaim bahwa para retail fesyen Prancis dianggap menyembunyikan 'kejahatan kerja paksa' di Xinjiang, mereka menolak klaim tersebut. Melansir laman France24, "di Inditex, kami tidak menoleransi semua bentuk kerja paksa dan telah menetapkan kebijakan dan prosedur untuk memastikan praktek ini tidak terjadi dalam rantai pasokan kami," kata perusahaan yang memiliki produk Zara.

SCMP Prancis siap untuk bekerja sama dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Prancis, untuk membuktikan bahwa tuduhan kepada mereka itu salah.

Retail lain yakni Fast Retailing mengatakan belum diberitahu pihak berwenang Prancis tapi mengatakan tidak memiliki mitra di Xinjiang. "Jika dan ketika diberitahu, kami akan bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan untuk menegaskan kembali tidak ada kerja paksa dalam rantai pasokan kami," kata Uniqlo.

Sedangkan untuk Skechers tidak mengomentari proses ligitasi yang tertunda terhadap tuduhan yang dialamatkan kepada mereka.

3. Perusahaan multinasional tidak boleh mendapat untung dari kerja paksa Uighur

Tindakan Beijing terhadap muslim Uighur dan minoritas lain di Xinjiang telah menjadi salah satu sumber bara api diplomatik antara China dengan Barat. Barat terus memberi tekanan kepada China, bahwa mereka telah melakukan serangkaian kekejaman terhadap muslim Uighur dan minoritas lainnya.

Para pakar dan kelompok hak asasi PBB telah memperkirakan bahwa lebih dari satu juta orang, terutama Uighur dan minoritas muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di Xinjiang. Kaum minoritas itu disebut disiksa, dicuci otak, disterilisasi dan juga dilibatkan dalam kerja paksa.

Melansir laman The Guardian, keluhan tentang penggunaan muslim Uighur dan minoritas lain dalam kerja paksa di rantai pasokan industri pakaian disebukan salah satunya oleh LSM ASPI (Australian Strategic Policy Institute). Sherpa, sebuah organisasi yang membela korban kejahatan ekonomi yang berbasis di Prancis mengatakan "(Perusahaan) multinasional tidak boleh mendapat untung, dengan impunitas, dari kerja paksa orang Uighur."

Sejak serangkaian tuduhan pelanggaran HAM yang dilakukan di Xinjiang, Beijing secara berkala terus menolak dan membantah tuduhan tersebut. Mereka mengatakan bahwa kamp-kamp yang dibangun di Xinjiang adalah sekolah kejuruan yang dibuat untuk membekali orang-orang muslim Uighur dan minoritas lain dengan ketrampilan dan untuk memberantas kemiskinan.

Baca Juga: Ingin Mendirikan Bisnis Retail? Ini 5 Hal yang Harus Kamu Perhatikan

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya