Presiden Prancis Akan Kunjungi China untuk Bahas Perang Rusia-Ukraina

Peringatan agar China tak kirim senjata ke Rusia

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron akan berkunjung ke China untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping. Macron diperkirakan akan berangkat bersama dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.

Macron disebut berupaya mencegah Beijing mendukung invasi Rusia ke Ukraina. Tapi tanpa membuat negara itu terasing dari perdagangan dan percaturan geopolitik yang penting. Kunjungan Macron juga akan menyeimbangkan kembali hubungan perdagangan China dengan Eropa, serta melindungi kepentingan Paris di Asia Pasifik.

1. Prancis berupaya mencari jalan lain dalam diplomasi

Presiden Prancis Akan Kunjungi China untuk Bahas Perang Rusia-Ukrainailustrasi bendera Prancis (Pixabay.com/Jackmac34)

Sebagai salah satu negara adidaya dengan kekuatan ekonomi yang besar, China merupakan negara yang penting. Negara itu dinilai mampu memberi dampak langsung pada konflik di Ukraina.

Dilansir France24, Macron menegaskan dukungannya untuk Ukraina saat berhadapan dengan Presiden Xi. Dia akan mencari jalan lain dari nada konfrontatif yang kerap disampaikan langsung oleh Amerika Serikat (AS).

Kunjungan Presiden Prancis ke China akan memiliki dampak terhadap negara itu sendiri, serta akan memengaruhi 27 negara anggota Uni Eropa (UE). Ini karena, dalam kunjungan tersebut, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga akan ikut.

Von der Leyen telah mengunjungi Macron di Paris pada Senin untuk melakukan koordinasi persiapan sebelum berangkat ke Beijing.

Baca Juga: Klaim Menang di Bakhmut, Tentara Wagner Kibarkan Bendera Rusia

2. Peringatan agar China tak kirim senjata ke Rusia

Salah satu agenda utama kunjungan Macron ke China adalah membahas invasi Rusia ke Ukraina yang sampai saat ini masih berlanjut. Macron juga akan membahas masalah terkait iklim.

Dilansir Deutsche Welle, Macron diperkirakan bakal memperingatkan China agar tidak mengirim senjata ke Rusia. Dia juga akan meminta China menggunakan pengaruhnya guna mengupayakan perdamaian.

Selain perang Rusia-Ukraina, perdagangan juga akan jadi fokus kunjungan Macron yang bakal ditemani Ursula von der Leyen.

Pekan lalu, von der Leyen mengatakan bahwa UE perlu mengurangi risiko secara diplomatik dan ekonomi dengan China, yang sejauh ini disebut semakin lebih represif di dalam negeri dan lebih tegas di luar negeri.

3. Masalah perdagangan dan nuklir

Presiden Prancis Akan Kunjungi China untuk Bahas Perang Rusia-UkrainaUrsula von der Leyen, Presiden Komisi UE (Twitter.com/Ursula von der Leyen)

Macron juga akan didampingi delegasi lebih dari 50 CEO termasuk dari raksasa energi Prancis EDF, produsen transportasi kereta api Alstom dan pembuat pesawat Eropa Airbus. Ini terkait perdagangan dua negara, juga hubungan China dengan negara-negara Eropa.

Menurut Euro News, pada 2022 China adalah mitra terbesar ketiga untuk ekspor barang UE dan mitra terbesar untuk impor. Hal itu merupakan indikator penting hubungan antara kedua pihak.

Peneliti kebijakan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri, Alicja Bachulska, menjelaskan perjalanan kunjungan itu akan dimanfaatkan oleh Xi Jinping guna meyakinkan para pemimpin Eropa, agar kembali berbisnis seperti biasanya.

"Dengan Macron, delegasi bisnis ini, jelas merupakan sinyal bagi Beijing bahwa kerja sama ekonomi masih menjadi agenda utama di Paris, tetapi juga, Anda tahu, di tingkat UE secara keseluruhan. Dan ini sangat terlihat di pidato von der Leyen," jelas Bachulska.

Untuk konflik Ukraina, Antoine Bondaz, seorang dosen senior di Sciences Po Paris, mengatakan apa yang dapat dilakukan oleh Presiden Prancis dan mitra Komisi Eropanya, adalah memperingatkan China tentang konsekuensi yang mungkin terjadi jika dukungan militer lebih lanjut ke Rusia. Selain itu, ini juga ambisi Rusia menaruh senjata nuklir di Belarus.

"Presiden Macron, tentu saja, memiliki legitimasi untuk bertanya dan mengangkat masalah ini dengan China karena dua alasan. Pertama, Prancis, tentu saja, adalah negara senjata nuklir. Dan kedua, Prancis, tidak seperti AS dan Inggris, bukan bagian dari dari setiap perjanjian pembagian nuklir seperti kedua negara ini," jelas Bondaz.

Baca Juga: Prancis Genjot Anggaran Militer Sebesar Rp6.750 Triliun

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya