Serang Balik Putin, G7 Tolak Bayar Ekspor Minyak-Gas Rusia Pakai Rubel

Pembayaran dengan rubel dinilai tidak sesuai kontrak

Jakarta, IDN Times - Negara-negara anggota G7 menolak membayar gas yang diimpor dari Rusia dengan mata uang rubel Rusia. Jerman, yang saat ini memimpin presidensi G7, mengatakan perubahan pembayaran ke rubel adalah pelanggaran sepihak Rusia.

Sebagai informasi, blok G7 terdiri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat (AS). Mereka semua banyak membeli gas dari Rusia.

Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan para pejabatnya untuk mengubah aturan pembayaran gas dengan mata uang rubel bagi negara-negara tidak bersahabat, yang berarti menjerat sebagian besar negara Uni Eropa (UE).

UE telah memiliki ketergantungan pasokan gas dari Rusia. Belum diketahui apakah Rusia akan tetap mengirimkan pasokan gasnya, tapi juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia sedang tidak dalam kondisi untuk bisa bersedekah.

1. Jerman tuduh Rusia melakukan pelanggaran sepihak

Serang Balik Putin, G7 Tolak Bayar Ekspor Minyak-Gas Rusia Pakai RubelKanselir Jerman Olaf Scholz (Twitter.com/Bundeskanzler Olaf Scholz)

G7 telah melakukan pertemuan darurat untuk membahas perang Ukraina-Rusia. Para menteri perwakilan dari kelompok itu sepakat untuk menolak membayar impor gas Rusia dengan mata uang Rubel.

"Semua menteri G7 setuju bahwa ini adalah pelanggaran sepihak. Pembayaran dalam rubel tidak dapat diterima dan kami menyerukan kepada perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Putin," kata Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, pada Senin (28/3/2022) dikutip dari Al Jazeera

Negara-negara Barat, termasuk kelompok G7, telah menjatuhkan serangkaian sanksi ekonomi yang mencekik Rusia. Sejak itu, nilai mata uang rubel telah anjlok ke titik terendah. Kini nilai rubel sedang berusaha kembali menguat.

Baca Juga: Putin: Negara yang Bukan Sahabat Rusia Harus Bayar Gas Pakai Rubel

2. Jerman berpendapat pembayaran dalam bentuk rubel tidak sesuai dengan kontrak

Jika perusahaan membeli minyak dan gas dalam bentuk rubel, mereka harus membeli mata uang tersebut untuk digunakan dalam transaksi.

Dengan cara itu, maka Putin memiliki salah satu strategi untuk memaksa perusahaan-perusahaan Barat, khususnya UE, untuk melakukan transaksi sekaligus membantu memperkuat posisi mata uang rubel.

Pasalnya, nilai mata uang rubel sangat terpuruk sejak Rusia melancarkan invasi dan sejak negara-negara Barat menjatuhkan sanksi. 

Jerman yang hampir separuh pasokan gasnya didapat dari Rusia, adalah pihak yang paling keras menolak permintaan Putin.

Dikutip dari The Guardian, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, "kontrak yang kita ketahui menetapkan euro sebagai mata uang pembayaran dan perusahaan akan membayar sesuai dengan kontrak yang telah mereka tandatangani."

Sejauh ini, perusahaan-perusahaan Barat, khususnya UE, yang membeli minyak atau gas dari Rusia membayar dalam bentuk euro atau dolar AS.

3. Ancaman krisis energi di negara-negara Eropa

Serang Balik Putin, G7 Tolak Bayar Ekspor Minyak-Gas Rusia Pakai RubelIlustrasi harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Ekspor produk hidrokarbon dari Rusia adalah salah satu yang memiliki nilai perdagangan tinggi. Selain China, UE adalah mitra dagang terbesar Rusia. Tapi dengan invasi Rusia ke Ukraina, UE secara cepat berusaha mengurangi pasokan dari Moskow.

Dengan terus membeli minyak dan gas dari Rusia, maka langkah itu bisa memberikan suntikan dana untuk membiayai mesin perang. AS telah melakukan embargo terhadap pasokan energi Rusia, tapi UE yang memiliki ketergantungan kesulitan untuk melakukan tindakan serupa.

Dilansir ABC News, Peskov menegaskan bahwa posisi Rusia saat ini tidak mungkin untuk bernegosiasi yang merugikan negaranya.

Anggota parlemen Rusia Ivan Abramov mengatakan, penolakan oleh G7 untuk membayar gas Rusia dalam rubel akan menyebabkan penghentian pasokan, dikutip Reuters. Kemungkinan besar hal itu dapat memicu krisis energi di Eropa yang selama beberapa tahun terakhir telah mengalami lonjakan kenaikan harga.

Qatar, salah satu produsen utama gas alam lainnya, mengatakan bahwa hampir tidak mungkin menggantikan posisi Rusia sebagai pemasok utama UE. Hal itu karena sejauh ini kontrak pembelian telah dilakukan untuk jangka waktu yang panjang.

Baca Juga: Bantu Rusia, Ossetia Selatan Kirim Pasukan untuk Perangi Ukraina

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya