Tertinggal dari Rusia-Korut, Aliansi AUKUS Kembangkan Rudal Hipersonik

Invasi Rusia ke Ukraina jadi salah satu alasan 

Jakarta, IDN Times - Aliansi AUKUS, yang beranggotakan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia, dikabarkan telah bekerja sama mengembangkan rudal hipersonik.

Rudal tersebut diketahui telah dimiliki oleh Rusia, China dan Korea Utara. Bahkan Rusia telah menggunakan salah satu rudal hipersoniknya dalam invasi ke Ukraina.

Pengembangan rudal hipersonik yang dilakukan oleh AUKUS juga akan dilakukan dengan menciptakan teknologi penangkal senjata mematikan tersebut. Rusia mengklaim bahwa rudal hipersonik mereka tidak akan bisa dihentikan oleh rudal pencegat AS.

Rudal hipersonik telah menjadi salah satu isu hangat dalam pengembangan persenjataan militer beberapa tahun terakhir ini. Rudal itu sering disebut sulit dilacak, berbeda dengan rudal balistik lainnya. Prancis, Jerman, India, Iran, Israel dan Korea Selatan disebut juga sedang melakukan penelitian dan mengerjakan rudal hipersonik.

1. Kerja sama inovasi pertahanan

Tertinggal dari Rusia-Korut, Aliansi AUKUS Kembangkan Rudal HipersonikIlustrasi serangan jet tempur. (instagram.com/fighteraircraft)

Pada Selasa (5/4/22), AUKUS mengabarkan bahwa mereka akan bekerja sama dalam mengembangkan senjata rudal hipersonik. Langkah itu diperkirakan sebagai salah satu strategi untuk melawan dominasi China di Pasifik. 

"Kami berkomitmen hari ini untuk memulai kerja sama trilateral baru pada hipersonik dan kontrahipersonik, dan kemampuan peperangan elektronik, serta untuk memperluas sarana berbagi informasi, dan memperdalam kerja sama dalam inovasi pertahanan," demikian keterangan AUKUS, dilansir France24

Sebagai informasi, AUKUS terbentuk setelah Australia membatalkan kesepakatan proyek kapal selam dengan Prancis dan memilih untuk membeli kapal selam tenaga nuklir AS.

Prancis sempat berang dengan hal itu karena merasa dikhianati. Konflik diplomatik terjadi sehingga Prancis sempat memulangkan diplomatnya. Prancis sangat marah dan kecewa saat itu.

Baca Juga: Jokowi Cemas AUKUS Picu Rivalitas dan Ancam Stabilitas ASEAN-Australia

2. Invasi Rusia ke Ukraina jadi salah satu alasan pengembangan senjata hipersonik

Secara umum, pernyataan AUKUS terbaru mengumumkan tentang inovasi pengembangan infrastruktur pertahanan. Disebutkan juga bahwa tiga negara itu senang karena ada kemajuan dalam program kapal selam bertenaga nuklir yang dipersenjatai secara konvensional untuk Australia. 

"Inisiatif ini akan menambah upaya kami yang ada untuk memperdalam kerja sama dalam kemampuan siber, kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan kemampuan bawah laut tambahan," kata AUKUS, dikutip dari Al Jazeera

Invasi Rusia ke Ukraina sejak 24 Februari telah meningkatkan kekhawatiran tentang keamanan Eropa. Upaya mengembangan persenjataan canggih, khususnya penangkal rudal hipersonik, dilakukan sebagai langkah antisipatif dalam menangkal berbagai ancaman. 

Invasi Rusia menjadi salah satu alasan mengapa AUKUS berkerja untuk mengembangkan senjata hipersonik.

Dalam pernyataan bersama, tiga pemimpin AUKUS mengatakan, "mengingat invasi Rusia yang tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan, dan melanggar hukum, kami menegaskan kembali komitmen teguh kami terhadap sistem internasional yang menghormati hak asasi manusia, supremasi hukum, dan penyelesaian sengketa secara damai yang bebas dari paksaan."

Mereka bertiga juga sepakat akan mencari peluang untuk melibatkan sekutu dan mitra dekatnya. 

3. Program senjata rudal hipersonik AS-Australia

Tertinggal dari Rusia-Korut, Aliansi AUKUS Kembangkan Rudal Hipersonikilustrasi (Twitter.com/Royal Air Force)

Sebelum pengumuman bersama, sejak tahun lalu AS-Australia telah meluncurkan program bersama bernama SCIFire. 

Program itu diketahui pada September 2021. SCIFire atau Southern Cross Integrated Flight Research Experiment disebut akan menciptakan rudal hipersonik presisi dengan kecepatan Mach 5.

Dikutip dari laman resmi pemerintah Australia, senjata baru tersebut diluncurkan dengan propulsi dan ditenagai mesin scramjet. Rudal ditargetkan akan dapat dibawa oleh pesawat tempur taktis seperti F/A-18F Super Hornet, EA-18G Growler, dan F-35A Lightning II, serta pesawat pengintai P-8A Poseidon.

Inggris belum menyatakan minatnya untuk bergabung dalam SCIFire. Tapi dengan aliansi AUKUS, Inggris dapat terlibat dalam peneilitan dan pengambangan untuk proyek tersebut.

Terbentuknya AUKUS, yang disinyalir untuk mengimbangi China di Pasifik, telah meningkatkan kekhawatiran akan perlombaan senjata di kawasan. Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, memberikan komentar tentang pengumuman pengembangan senjata hipersonik AUKUS.

"Siapa pun yang tidak ingin melihat krisis Ukraina harus menahan diri dari melakukan hal-hal yang dapat membawa bagian lain dunia ke dalam krisis seperti ini," kata Zhang. 

Baca Juga: Perang Tak Kunjung Henti, Zelenskyy: PBB Gabut, Lebih Baik Bubarkan!

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya