Ingin Fokus Produksi Gas Alam, Qatar Keluar dari OPEC

Doha, IDN Times - Pemerintah Qatar mengumumkan keluar dari keanggotaan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC). Pada Senin (3/12), Menteri Energi Qatar Saad Sherida al-Kaabi mengatakan keputusan ini akan efektif per 1 Januari 2019.
Qatar adalah negara pertama yang bergabung dengan OPEC. Lalu, apa alasan Qatar keluar dari OPEC?
1. Qatar ingin fokus pada produksi gas alam

Dalam konferensi pers yang digelar di Doha, al-Kaabi menginformasikan bahwa pihaknya telah memberitahu OPEC terkait keputusan itu. "Keputusan untuk keluar [dari OPEC] mencerminkan keinginan Qatar untuk fokus pada upaya mengembangkan dan meningkatkan produksi gas alam dari 77 juta ton per tahun menjadi 110 ton di tahun-tahun berikutnya," jelas al-Kaabi yang sama seperti cuitan Qatar Petroleum.
"Untuk mencapai strategi pertumbuhan kami yang ambisius memerlukan upaya, komitmen dan dedikasi yang terfokus demi menjaga serta menguatkan posisi Qatar sebagai produsen gas alam utama dunia. Qatar bangga dengan status internasional kami sebagai produsen gas alam terdepan, dan sebagai pengekspor gas alam--bahan bakar fosil terbersih yang memberikan Qatar perekonomian kuat serta tangguh," tambahnya.
2. Qatar menegaskan keputusan ini tak berhubungan dengan peristiwa politik maupun diplomatik

Keluarnya Qatar dari OPEC ini cukup mengejutkan mengingat negara Teluk tersebut sudah hampir 60 tahun menjadi anggota. Ditambah lagi pada 6 Desember mendatang akan digelar pertemuan OPEC di Vienna, Austria. Qatar sendiri mengatakan bahwa jika negara lain ingin keluar dari OPEC sebaiknya dilakukan sebelum akhir tahun.
Dikutip dari Bloomberg, pemerintah juga menegaskan keputusan itu tak ada sangkut pautnya dengan blokade yang dilakukan oleh pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi, pada pertengahan tahun lalu. Arab Saudi memimpin blokade terhadap Qatar yang memperburuk relasi diplomatik dan perdagangan atas dasar tuduhan bahwa Doha membiayai kelompok ekstremis serta karena hubungan dengan Iran.
3. Qatar adalah negara pertama yang bergabung dengan OPEC

Doha menjadi anggota OPEC pada 1961 atau setahun setelah lima negara--yaitu Iran, Kuwait, Irak, Venezuela dan Arab Saudi--mendirikan organisasi tersebut. Meski Qatar jadi produsen gas alam terbesar, tapi negara tersebut tidak terlalu banyak berpengaruh di dalam OPEC.
Laporan pasar dari badan riset OPEC menyebut bahwa produksi minyak mentah Qatar hanya 609.000 barel per hari. Ini menjadikan negara itu sebagai salah satu anggota yang memproduksi minyak mentah paling sedikit. Ini juga yang menurut al-Kaabi menjadi alasan untuk hengkang dari OPEC.
4. Qatar kian dekat dengan Rusia yang tak menjadi anggota OPEC

Salah satu yang diperhatikan para pengamat energi adalah relasi antara Qatar dan Rusia yang kian dekat. Rusia, bukan negara anggota OPEC, semakin berpengaruh dalam menentukan kebijakan minyak dunia bersama dengan Arab Saudi. Pada akhir 2016, OPEC dan Rusia sepakat untuk memangkas produksi menjadi sekitar 1,8 juta barel per hari demi melindungi harga di pasar.
Middle East Eye sempat melaporkan pada 2016 lalu bahwa Otoritas Investasi Qatar--sebuah lembaga penanam modal milik pemerintah--membeli saham perusahaan minyak terbesar Rusia bernama Rosneft sebesar 19,5 persen. Pengamat memandangnya sebagai kalkulasi politik pragmatis Doha untuk kepentingan energi.