Kesenjangan Upah Gender di Korsel Tertinggi di Antara Negara OECD

Wanita hanya mendapat 68,8 persen dari penghasilan laki-laki

Intinya Sih...

  • Korea Selatan memiliki kesenjangan upah gender terburuk di antara negara OECD
  • Gaji pekerja perempuan hanya 68,8% dari gaji pekerja laki-laki, dengan kesenjangan meningkat selama 3 tahun terakhir
  • Perempuan di Korsel mengalami diskriminasi gender dalam perekrutan, promosi, dan penempatan dalam organisasi

Jakarta, IDN Times - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pekan ini mengeluarkan laporan mengenai kesenjangan upah gender di antara negara-negara anggotanya. 

Korea Selatan (Korsel) disebut sebagai negara dengan kesenjangan upah terburuk antara laki-laki dan perempuan, di antara 38 negara anggota organisasi tersebut berdasarkan data pada 2022. Data menunjukkan bahwa pekerja perempuan hanya memperoleh 68,8 persen dari penghasilan laki-laki, dilansir The Straits Times pada Sabtu (25/5/2024).

Ini menandai tahun ke-27 berturut-turut, di mana negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia ini mencatat kesenjangan upah gender yang paling parah di antara negara-negara anggota OECD.

1. Dalam hal gaji tahunan, Korsel berada di peringkat ke-19 dari 38 negara OECD

Kesenjangan Upah Gender di Korsel Tertinggi di Antara Negara OECDSalah satu sudut kota Seoul, Korea Selatan (peakpx.com)

Dengan penghasilan pekerja perempuan Korsel yang dibayar rata-rata 31,2 persen lebih rendah daripada pekerja laki-laki, laporan menyebut hal ini sebagai kesenjangan yang paling tinggi jika dibanding dengan negara OECD lainnya. Serta, lebih dari dua kali lipat rata-rata OECD sebesar 12,1 persen.

Data menunjukkan, selama 3 tahun terakhir hingga 2022, Korsel telah kehilangan momentum untuk menjembatani kesenjangan upah berdasarkan gender. Kesenjangan tersebut sebesar 31,5 persen pada 2020, hanya turun sedikit menjadi 31,1 persen pada 2021, lalu meningkat lagi pada 2022, kata laporan OECD yang dikeluarkan pada 23 Mei 2024.

Di sisi lain, gaji tahunan rata-rata untuk pekerja Korsel mencapai angka tertinggi sepanjang masa, yaitu 48.922 dolar AS (sekitar Rp783,6 juta) pada 2022. Dalam hal gaji tahunan rata-rata, Korea Selatan berada di peringkat ke-19 dari 38 anggota OECD. Chili, Kolombia, Kosta Rika, dan Turki tidak termasuk dalam data pada 2022. Namun, jika melihat angka pada 2020 dan 2021, negara-negara tersebut lebih rendah dari Korsel.

Menurut perhitungan OECD, gaji tahunan rata-rata pekerja Korsel adalah 91,6 persen dari rata-rata negara OECD, yang sebesar 53.416 dolar AS (Rp855,6 juta).

Disebutkan, gaji tahunan rata-rata Korsel secara konstan mempersempit kesenjangannya dengan rata-rata OECD. Pada 2019, gaji rata-rata Korsel adalah 89,7 persen dari rata-rata OECD, 90,4 persen pada 2020, 90,6 persen pada 2021, dan 91,6 persen pada 2022.

2. Kesenjangan upah per jam antara perempuan dan laki-laki di Korsel

Kesenjangan Upah Gender di Korsel Tertinggi di Antara Negara OECDBendera Korea Selatan. (Unsplash.com/Stephanie Nakagawa)

Baca Juga: 5 Tips Cerdas Traveling ke Korea yang Mesti Kamu Terapkan

Menurut Badan Statistik Korsel pada Maret, perempuan di Korsel memperoleh upah 18.113 won (Rp212 ribu) per jam, dibandingkan dengan 25.886 won (Rp303 ribu) yang diperoleh laki-laki per jam pada 2022.

Sementara itu, jumlah eksekutif perempuan di sektor publik dan swasta mencapai 14,6 persen. Ini berarti kurang dari setengah rata-rata OECD yang sebesar 34,2 persen.

Badan tersebut menganalisis bahwa karena lambatnya peningkatan persentase eksekutif perempuan, diperlukan waktu 140 tahun untuk menghilangkan kesenjangan gender, KBS World melaporkan.

3. Berbagai alasan kesenjangan upah gender di Korsel

Kesenjangan Upah Gender di Korsel Tertinggi di Antara Negara OECDIlustrasi Kota Seoul, Korea Selatan (IDN Times/Vanny El Rahman)

Berdasarkan sebuah survei pada Agustus yang dilakukan oleh Institut Pengembangan Wanita Korsel yang dikelola pemerintah, 54,7 persen responden perempuan Korsel mengatakan bahwa akumulasi diskriminasi gender dalam perekrutan, promosi, dan penempatan dalam organisasi merupakan alasan di balik kesenjangan upah gender yang serius di negara itu.

Di sisi lain, responden laki-laki di Korsel berpendapat bahwa perbedaan itu disebabkan karena pendeknya karir perempuan. 39,6 persen berpendapat bahwa kesenjangan upah berdasarkan gender disebabkan oleh jeda karir karena melahirkan dan mengasuh anak. Hal ini berimbas pada karir perempuan yang lebih pendek daripada laki-laki.

Secara historis, perempuan yang bekerja di Negeri Ginseng tidak pernah mendapatkan penghasilan rata-rata lebih dari 68,9 persen dari penghasilan pekerja laki-laki.

Pada 1992, perempuan yang bekerja di Korsel memperoleh penghasilan sekitar setengah dari penghasilan laki-laki. Ini dikarenakan kesenjangan upah berdasarkan gender mencapai 47 persen di negara itu. Baru 12 tahun kemudian, yakni pada 2024, negara ini untuk pertama kalinya menembus ambang batas 40 persen.

Baca Juga: Jepang-Korsel Beri Sanksi atas Dugaan Perdagangan Senjata Rusia-Korut

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya