Warga antre untuk melakukan tes asam nukleat di Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, pada 17 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Pada pertengahan Januari, WHO belum menyatakan COVID-19 sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang Jadi Kekhawatiran Internasional (PHEIC) karena Presiden Tiongkok Xi Jinping "dilaporkan menekan" Tedros, agar tidak mengambil keputusan tersebut. Seminggu kemudian, WHO mengumumkan virus corona telah berstatus PHEIC.
Trump turut mempersoalkan pujian Tedros kepada Tiongkok saat dirinya bertemu dengan Xi di Beijing pada akhir Januari. Tedros memuji Tiongkok telah "bersikap transparan" dalam proses cepat tanggap. Saat itu, beberapa pihak sebenarnya sudah mengkritik WHO 'bermain mata' dengan Beijing.
Lalu sejak Desember hingga awal Februari, Trump menilai WHO "gagal menekan Tiongkok untuk mengizinkan masuknya tim WHO yang terdiri dari para pakar internasional," sehingga mereka baru tiba di negara tersebut pada 16 Februari atau dua minggu setelah status PHEIC diumumkan.
"Bahkan saat itu, tim tersebut tidak diperbolehkan mengunjungi Wuhan sampai hari-hari terakhir dari kunjungan mereka," tambah Trump. "Luar biasanya, Organisasi Kesehatan Dunia diam saja saat Tiongkok menolak akses dua anggota tim dari Amerika Serikat ke Wuhan secara menyeluruh."
WHO juga dituduh "menyepelekan risiko serius dari penyebaran asimtomatik" dengan memakai data resmi pemerintah Tiongkok. Data tersebut menyatakan penularan dari orang-orang tanpa gejala sangat minimal, meski laporan-laporan dari Korea Selatan dan Jepang memperlihatkan sebaliknya.
"Saat Anda akhirnya mengumumkan virus itu sebagai pandemik pada 11 Maret 2020, [virus] telah membunuh lebih dari 4 ribu orang dan menginfeksi lebih dari 100 ribu orang setidaknya di 114 negara di seluruh dunia," lanjut Trump.