Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi overdosis fentanyl (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)
ilustrasi overdosis fentanyl (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Intinya sih...

  • Fentanil dianggap sebagai senjata pemusnah massal.

  • Militer dan intelijen terlibat dalam perang melawan kartel narkoba.

  • Kritik hukum dan penolakan publik atas serangan militer terhadap kapal-kapal yang dicurigai membawa Narkoba.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan fentanil sebagai senjata pemusnah massal (WMD) pada Senin (15/12). Langkah ini secara drastis memperluas kewenangan pemerintah AS dalam memerangi peredaran opioid sintetis yang setiap tahunnya menewaskan puluhan ribu warga Amerika akibat overdosis.

Penetapan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya untuk jenis narkotika. Melalui kebijakan ini, Trump menegaskan, fentanil tidak lagi dipandang semata sebagai krisis kesehatan masyarakat, melainkan ancaman serius terhadap keamanan nasional setara dengan senjata kimia.

Klasifikasi baru ini memberi dasar hukum yang lebih luas bagi aparat keamanan, termasuk keterlibatan militer dan lembaga intelijen, untuk menindak jaringan perdagangan narkoba internasional yang dituding sengaja membanjiri Amerika Serikat dengan fentanil ilegal.

1. Fentanil disejajarkan dengan senjata kimia

ilustrasi fentanyl patch (unsplash.com/Reproductive Health Supplies Coalition)

Trump menyampaikan penetapan tersebut dalam acara di Gedung Putih yang memberikan penghormatan kepada personel militer yang bertugas membantu pengamanan perbatasan selatan AS dengan Meksiko. Ia menegaskan, fentanil merupakan ancaman langsung terhadap masa depan negaranya.

“Kami secara resmi mengklasifikasikan fentanil sebagai senjata pemusnah massal, dan memang itulah kenyataannya,” kata Trump, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (16/12/2025). “Mereka berusaha membuat negara kita kecanduan narkoba,” sambungnya.

Dalam dokumen perintah eksekutifnya, Trump menekankan, karakteristik fentanil membuatnya jauh lebih berbahaya dibandingkan narkotika pada umumnya. “Fentanil ilegal lebih dekat dengan senjata kimia dibandingkan dengan narkotika,” bunyi perintah tersebut.

Trump menyebut peredaran fentanil sebagai bentuk serangan terorganisasi yang menargetkan masyarakat AS, dengan dampak mematikan yang meluas dan berulang setiap tahun.

2.Militer dan intelijen dilibatkan perangi kartel

Pembunuhan diduga dilakukan oleh salah satu kelompok kartel narkoba terkuat di Meksiko. Ilustrasi (unsplash.com/Bret Kavanaugh)

Dengan status sebagai senjata pemusnah massal, kebijakan ini memungkinkan Pentagon membantu aparat penegak hukum dalam operasi pemberantasan narkoba. Lembaga intelijen AS juga dapat menggunakan instrumen yang biasanya dipakai untuk menghadapi proliferasi senjata pemusnah massal.

Langkah ini memperkuat kebijakan Trump sebelumnya yang menetapkan kartel narkoba sebagai organisasi teroris asing. Penetapan tersebut membuka peluang penggunaan kekuatan militer terhadap jaringan narkoba lintas negara.

Sejak awal September, pemerintahan Trump telah melancarkan lebih dari 20 serangan terhadap kapal yang dicurigai terlibat perdagangan narkoba di wilayah Karibia dan Pasifik. Serangan-serangan tersebut dilaporkan menewaskan lebih dari 80 orang.

Trump menilai kebijakan keras ini diperlukan untuk menghentikan aliran narkoba yang menurutnya telah merusak sendi kehidupan masyarakat Amerika.

3. Kritik hukum dan penolakan publik

ilustrasi bendera Amerika Serikat (unsplash.com/cristina_glebova)

Sejumlah pakar hukum mempertanyakan legalitas serangan mematikan tersebut. Mereka menilai tidak ada bukti publik yang memadai bahwa kapal-kapal tersebut benar-benar membawa narkoba atau bahwa penghancuran kapal merupakan satu-satunya pilihan yang tersedia.

Para ahli juga menilai penegakan hukum seharusnya mengutamakan penangkapan, penyitaan barang bukti, serta proses hukum, bukan serangan militer yang berujung pada kematian.

Survei Reuters/Ipsos yang dipublikasikan Rabu lalu menunjukkan, mayoritas warga Amerika menentang kampanye serangan militer terhadap kapal-kapal tersebut. Bahkan, sekitar seperlima pendukung Partai Republik menyatakan ketidaksetujuan terhadap kebijakan itu.

Trump sebelumnya juga berulang kali mengancam akan melancarkan serangan darat di Venezuela, Kolombia, dan Meksiko untuk memerangi perdagangan narkoba. Dalam dokumen strategi kebijakan luar negeri yang dirilis pekan lalu, ia menegaskan fokus pemerintahannya adalah menegaskan kembali dominasi AS di kawasan Belahan Barat.

Meksiko diketahui sebagai sumber terbesar fentanil ilegal yang masuk ke Amerika Serikat, sementara banyak bahan kimia pembuatnya berasal dari China. Fentanil saat ini menjadi salah satu penyebab utama kematian akibat overdosis di AS.

Editorial Team