UNESCO: 749 Jurnalis Lingkungan Dapat Intimidasi dan Serangan

Ada 44 kasus pembunuhan jurnalis lingkungan

Intinya Sih...

  • UNESCO melaporkan 44 kasus pembunuhan jurnalis lingkungan dalam 15 tahun terakhir
  • Dalam konsultasi yang melibatkan lebih dari 900 jurnalis lingkungan, sebanyak 70 persen di antaranya mengaku mengalami serangan, ancaman, atau tekanan terkait pemberitaan mereka

Jakarta, IDN Times - United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization atau UNESCO melaporkan adanya peningkatan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis yang melaporkan isu lingkungan dan iklim. Laporan tersebut dirilis pada 3 Mei 2024 bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day.

Setidaknya 749 jurnalis atau media berita yang meliput isu-isu lingkungan hidup mendapat serangan dalam 15 tahun terakhir. Selain itu, disinformasi online telah meningkat secara dramatis selama periode tersebut.

UNESCO pun menyerukan dukungan yang lebih kuat bagi para jurnalis lingkungan dan tata kelola platform digital lebih baik.

"Tanpa informasi ilmiah yang dapat diandalkan mengenai krisis lingkungan yang sedang berlangsung, kita tidak akan pernah bisa mengatasi isu ini. Namun, jurnalis yang kami andalkan untuk menyelidiki permasalahan ini dan memastikan informasi dapat diakses, justru menghadapi resiko yang sangat tinggi di seluruh dunia," tutur Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay dalam pernyataan resmi yang diterima IDN Times, Jumat (3/5/2024).

"Disinformasi terkait iklim merajalela di media sosial. Pada Hari Kebebasan Pers Dunia, kita harus menegaskan kembali komitmen untuk membela kebebasan berekspresi dan melindungi jurnalis di seluruh dunia," sambungnya.

Baca Juga: 10 Pahlawan RI yang Berprofesi Jurnalis dan Penulis

1. Ragam serangan dan ancaman terhadap jurnalis

UNESCO: 749 Jurnalis Lingkungan Dapat Intimidasi dan Seranganilustrasi intimidasi (pexels.com/Yan Krukau)

Dalam laporan terbarunya berjudul ‘Press and Planet in Danger’, analisis UNESCO mengungkapkan setidaknya 749 jurnalis dan media berita yang meliput isu lingkungan menjadi sasaran pembunuhan, kekerasan fisik, penahanan dan penangkapan, pelecehan online, serta tuntutan hukum pada periode 2009-2023.

Kemudian lebih dari 300 serangan terjadi antara tahun 2019-2023. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan sebesar 42 persen dibandingkan periode lima tahun sebelumnya (2014–2018).

Laporan yang diluncurkan pada Konferensi Global Hari Kebebasan Pers Sedunia 2024 di Santiago, Chili, pada tanggal 2-4 Mei 2024 menekankan bahwa permasalahan ini bersifat global, dengan serangan yang terjadi di 89 negara di seluruh dunia.

Baca Juga: UNESCO Tetapkan Jamu Sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia, Bangga!

2. Pembunuhan 44 jurnalis isu lingkungan

UNESCO: 749 Jurnalis Lingkungan Dapat Intimidasi dan Seranganilustrasi pembunuhan (IDN Times/Nathan Manole)

Sementara itu, Observatorium UNESCO untuk Jurnalis yang Dibunuh mencatat dalam 15 tahun terakhir terjadi pembunuhan terhadap 44 jurnalis yang menyelidiki masalah lingkungan.

Dari banyaknya kasus tersebut, hanya 5 pelaku yang dijatuhi hukuman. UNESCO menyebut, hal itu menunjukkan tingkat impunitas yang cukup tinggi, yaitu hampir 90 persen.

Di sisi lain, laporan tersebut menemukan bentuk serangan fisik lain juga lazim terjadi dengan 353 insiden. Laporan ini juga menemukan bahwa serangan-serangan itu telah meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir atau naik dari 85 pada 2014-2018 menjadi 183 pada tahun 2019–2023.

Dalam konsultasi yang melibatkan lebih dari dari 900 jurnalis lingkungan dari 129 negara oleh UNESCO pada Maret 2024, sebanyak 70 persen di antaranya mengaku mengalami serangan, ancaman, atau tekanan terkait dengan pemberitaan mereka. Adapun di dua dari lima orang di antara mereka mengalami kekerasan fisik.

3. Jurnalis perempuan rentan terkena pelecehan secara online

UNESCO: 749 Jurnalis Lingkungan Dapat Intimidasi dan SeranganIlustrasi kasus pelecehan seksual (IDN Times)

Selain itu, data menunjukkan bahwa jurnalis perempuan melaporkan bahwa mereka lebih rentan terhadap pelecehan online dibandingkan laki-laki.

Hal ini mencerminkan tren yang diidentifikasi dalam laporan UNESCO sebelumnya berjudul The Chilling: Tren Global dalam Kekerasan Online terhadap Jurnalis Perempuan.

Selain serangan fisik, sepertiga jurnalis yang disurvei mengatakan bahwa mereka telah disensor, dan hampir setengahnya (45 persen) mengatakan mereka melakukan sensor mandiri ketika meliput isu lingkungan.

Hal itu dilakukan karena takut diserang, narasumber terekspos, atau karena kesadaran bahwa liputan mereka bertentangan dengan kepentingan orang-orang yang bersangkutan.

4. Peta Jalan Global Melawan Disinformasi Iklim

UNESCO: 749 Jurnalis Lingkungan Dapat Intimidasi dan Seranganilustrasi logo UNESCO (wikipedia.org)

Di sisi lain, salah satu satu hasil utama dari Konferensi Global Hari Kebebasan Pers Dunia adalah Peta Jalan Global Melawan Disinformasi Iklim UNESCO.

Peta jalan itu nantinya akan mengidentifikasi peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah, media, akademisi dan peneliti, masyarakat sipil dan platform digital untuk mendukung dan melindungi jurnalis lingkungan serta mempromosikan integritas informasi tentang lingkungan dan perubahan iklim secara online.

Adapun konferensi tersebut dibuka oleh Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay dan Presiden Chili, Gabriel Boric. Audrey sendiri akan mengumumkan peluncuran program hibah untuk memberikan dukungan hukum dan teknis kepada lebih dari 500 jurnalis lingkungan yang menghadapi penganiayaan.

Selain itu dia juga mengumumkan inisiatif baru untuk mempromosikan pemikiran kritis tentang disinformasi iklim untuk meningkatkan regulasi platform digital. Hal itu sejalan dengan Pedoman Tata Kelola UNESCO untuk Platform Digital yang luncurkan pada November tahun lalu.

Baca Juga: Cerita Jurnalis Menahan Rindu ke Keluarga, Liputan Mudik di Bakauheni

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya