Meski sejauh ini tidak ada kelompok yang mengklaim serangan tersebut, namun ada kecurigaan dan indikasi yang mengarah bahwa serangan dilakukan oleh milisi yang didukung oleh Iran. Hal itu berdasarkan pada analisa dan temuan yang menyatakan bahwa roket yang digunakan adalah roket Arash, merupakan roket artileri 122mm yang diketahui dibuat oleh Iran.
Melansir dari laman The Guardian, para pejabat Irak dan Barat menyalahkan faksi keras pro-Iran atas serentetan serangan roket yang dilakukan di Irak. Di bawah Joe Biden, ia melakukan aksi militer pertama pada 26 Februari untuk menghantam kelompok militan pro-Iran untuk balas dendam.
Serangan yang dilakukan oleh AS pada akhir Februari memiliki tujuan "untuk mencegah serangan di masa depan oleh kelompok milisi terhadap orang-orang kami, fasilitas kami dan mitra Irak kami, dan kami tentu berharap hal itu memiliki efek itu," kata John Kirby.
Namun apa yang diharap Kirby sepertinya tidak terjadi karena faktanya, usai serangan udara AS, serangan roket baru terjadi dan menargetkan pangkalan udara Ayn al Asad.
Pangkalan udara Ayn al Asad terakhir kali diserang pada Januari 2020. Serangan itu adalah serangan rudal balistik terbesar yang pernah dialami oleh pasukan AS. Serangan dilancarkan sebagai aksi balas dendam Iran atas pembunuhan Jenderal Qaseem Soleimani.