Emmanuel Macron, "Anak Baru" yang Terpilih sebagai Presiden Prancis

Presiden Prancis termuda dalam sejarah

Pada Minggu (7/5), warga Prancis kembali ke bilik suara untuk memilih Presiden mereka pada pemilihan presiden putaran dua. Dua kandidat yang masih bertahan adalah Emmanuel Macron, pemimpin partai baru bernama En Marche!, dan Marine Le Pen, pemimpin Partai Nasional.

Dalam Pilpres yang sangat dinantikan oleh seluruh dunia, 66 persen warga Prancis akhirnya memutuskan menaruh kepercayaan kepada Macron. Macron merupakan mantan pegawai Bank Rotschild yang baru terlibat dalam politik pada 2006. Dia bahkan baru masuk ke pemerintahan pada 2014. Kemenangan Macron disebut-sebut melegakan tak hanya untuk Prancis, tapi juga Uni Eropa.

Emmanuel Macron, Anak Baru yang Terpilih sebagai Presiden PrancisEric Gaillard/Reuters

Pasalnya, setelah Trump dan Brexit, ada kekhawatiran bahwa populisme akan kembali mengambil alih politik arus utama yang dianggap mengecewakan oleh sebagian orang. Macron dan partainya tak hanya menyingkirkan partai arus utama, tapi juga partai sayap kanan yang mengusung Islamofobia, anti imigran dan ingin Prancis keluar dari Uni Eropa.

Lantas, siapakah sosok Emmanuel Macron yang merupakan presiden termuda dalam sejarah Prancis ini?

Macron adalah anak baru dalam dunia politik dan pemerintahan.

Emmanuel Macron, Anak Baru yang Terpilih sebagai Presiden PrancisBenoit Tessier/Reuters

Bukan hanya usianya yang masih sangat muda, yakni 39 tahun, Macron juga terbilang anak baru dalam dunia politik dan pemerintahan. Setelah lulus pascasarjana dari salah satu universitas elit di Prancis, Sciences Po, ia kemudian bekerja sebagai Inspektur Keuangan di Inspektorat Jenderal Keuangan Prancis. Lalu, ia melanjutkan karir di Rotschild & Cie Banque.

Macron adalah anggota dari Partai Sosialis dari 2006 hingga 2009. Pada 2014, Presiden Francois Hollande menunjuknya sebagai Menteri Urusan Perekonomian, Industri dan Digital. Usia jabatannya hanya dua tahun. Macron kemudian mengundurkan diri untuk membentuk partainya sendiri, En Marche!, yang berarti "Maju ke Depan!".

Baca Juga: Obama Dukung "Capres Kejutan" Perancis

Macron adalah Presiden Prancis pertama yang tak berasal dari partai tradisional dari sayap kiri maupun kanan.

Emmanuel Macron, Anak Baru yang Terpilih sebagai Presiden PrancisChristian Hartmann/Reuters

Kemenangan Macron tentu mengejutkan mengingat bukan hanya kondisi Eropa saat ini yang terpecah karena isu keamanan, ekonomi, dan pengungsi, tapi juga karena ia mendobrak tradisi. Dia merupakan presiden terpilih pertama yang tak berasal dari partai lawas Prancis. Walau tentu saja tak bisa dipungkiri bahwa perolehan suara Partai Nasional terbilang besar mengingat ideologi yang diusungnya yang sangat ekstrem.

Macron berjanji untuk menyatukan semua perbedaan yang memecah belah Prancis.

Emmanuel Macron, Anak Baru yang Terpilih sebagai Presiden PrancisThomas Samson/Pool/Reuters

Dalam spektrum politik Prancis, Macron dan En Marche! mengambil posisi di tengah. Ideologi yang diusung Macron selama kampanye adalah liberalisme tradisional di mana ia adalah orang yang pro Uni Eropa, berkomitmen terhadap Prancis yang terbuka, serta berjanji untuk mengedepankan inovasi dan reformasi ekonomi. Ia juga bersumpah untuk melindungi kelas pekerja.

Macron pun mengambil risiko dengan meyakinkan pemilih bahwa Prancis harus tetap memegang teguh nilai-nilai Liberté, Égalité, Fraternité yang berarti Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan. Ini artinya bukan hanya menunjukkan solidaritas terhadap sesama warga Prancis, tapi juga pengungsi dan imigran.

Usai dinyatakan menang, Macron mengirimkan cuitan berikut ini kepada para pengikutnya:

Emmanuel Macron, Anak Baru yang Terpilih sebagai Presiden Prancistwitter.com/EmmanuelMacron

"Saya akan melayani kalian atas nama moto kita: Kebebasan, Kesetaraan, Persaudaraan."

Berbagai pihak menilai kemenangan Macron itu lebih mudah diraih bila dibandingkan apa yang akan ia hadapi.

Emmanuel Macron, Anak Baru yang Terpilih sebagai Presiden PrancisThomas Samson/Reuters

BBC menyebut Macron adalah sosok yang kharismatik. Ia pandai mengambil hati hampir semua lapisan masyarakat, dari para anggota serikat pekerja yang pabriknya akan ditutup hingga anak-anak muda gaul yang bekerja di bidang start-up. Bahkan, ada yang berkata bahwa Macron bisa "menggoda sebuah kursi kantor" dengan sikap dan kepribadiannya.

Itu membantunya untuk memenangkan Pilpres. Namun, yang harus dihadapinya setelah diresmikan menjadi Presiden Prancis jauh lebih berat dan mungkin ia tak bisa mengandalkan kepribadiannya. Prancis saat ini mirip dengan AS dan Inggris di mana perbedaan di antara politisi dan masyarakatnya sangat mencolok.

Isu-isu terorisme, imigrasi, pengungsi, pengangguran, serta ketimpangan ekonomi akibat dari globalisasi menjadi topik-topik panas. Tak sedikit yang masih skeptis apakah seseorang yang tak pernah mencalonkan diri dalam pemilu apapun sebelumnya bisa mengatasi persoalah-persoalan besar tersebut. The New Yorker menilai Macron fokus menggeneralisasi dan tak menjelaskan program-program detil yang akan ia lakukan.

Tantangan berikutnya adalah membentuk pemerintahan. Ia mengaku akan mencari orang-orang berkualitas di antara lebih dari 500 konstituensi di seluruh Prancis. Namun, realisasi dari keinginan tersebut masih belum jelas. Ia pun masih harus menghadapi pemilu legislatif yang akan dilangsungkan pada Juni mendatang.

Meski En Marche! diprediksi akan menang besar dengan merebut 249 kursi dari 286 kursi, tapi masih ada politisi-politisi senior yang skeptis terhadap Uni Eropa dan lebih memilih untuk mendukung sesama politisi di Inggris yang mengusung Brexit. Pada Minggu malam, di hadapan para pendukungnya, Macron berkata,"Semua orang berkata kemenangan ini mustahil, tapi mereka tak tahu apa-apa tentang Prancis."

Baca Juga: Terkait Terorisme, Penembakan di Paris Diprediksi Pengaruhi Pilpres Prancis

Topik:

Berita Terkini Lainnya