Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab Saudi

Arab Saudi dikhawatirkan membangun persenjataan nuklir

Washington DC, IDN Times - Sudah bukan rahasia lagi bahwa Arab Saudi berambisi ingin membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Setidaknya, menurut laporan Reuters, cita-cita tersebut sudah diungkapkan pada 2018 lalu ketika pemerintah mengumumkan membuka tender untuk swasta.

Namun, hasrat tersebut mendapatkan sorotan tajam dalam beberapa hari terakhir. Ini karena muncul laporan resmi di situs Kongres Amerika Serikat pada 19 Februari lalu yang isinya adalah, "beberapa whistleblowers mengingatkan soal upaya di dalam Gedung Putih untuk terburu-buru mentransfer teknologi nuklir Amerika Serikat yang sangat sensitif ke Arab Saudi".

1. Berdasarkan informasi, pejabat di Gedung Putih melanggar aturan karena tak melibatkan Kongres

Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Joshua Roberts

Hingga kini belum terungkap siapa saja whistleblowers atau pemberi informasi rahasia yang dimaksud. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah menurut sumber tersebut beberapa pejabat tinggi di Gedung Putih itu "berpotensi melanggar Undang-undang Energi Atom" dan melakukan negosiasi dengan Arab Saudi "tanpa tinjauan Kongres seperti yang diwajibkan oleh hukum".

Lebih lanjut, sumber itu menginformasikan upaya-upaya itu "mungkin sudah terjadi sampai hari ini". Dalam laporan tersebut juga disebutkan soal IP3 Internasional, sebuah perusahaan swasta yang "mendirikan sebuah konsorsium yang terdiri dari beberapa perusahaan Amerika Serikat untuk membangun pembangkit nuklir di Arab Saudi".

2. Trump dilaporkan mengetahui hal ini dan mantan orang dekatnya, seorang jenderal, menjadi motor di balik negosiasi

Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab SaudiIDN Times/Sukma Shakti

Negosiasi antara Gedung Putih dan Arab Saudi, berdasarkan para whistleblowers, dimotori oleh Jenderal Michael Flynn. Sejak Juni sampai Desember 2016, ia mendapuk dirinya sebagai "penasihat" anak perusahaan IP3 International yaitu IronBridge Group Inc. Parahnya, di saat bersamaan, ia juga menjadi penasihat keamanan nasional Trump.

Pada Juni 2015, Flynn disebut pergi ke Arab Saudi untuk mewakili IP3 Internasional. Begitu juga empat setelahnya. Ia gagal melaporkan kunjungan pertamanya. Namun, dalam laporan kunjungan kedua, Flynn tak menyebut tujuannya ke Arab Saudi dan siapa yang membiayainya.

Ia mengklaim menjadi pembicara dalam sebuah konferensi, tapi kantornya tidak mengetahui soal ini. Indikasi kebohongan Flynn juga terungkap saat ia melaporkan bahwa dirinya menginap di King Khaled International Hotel. Namun, hotel dengan nama yang dimaksud tidak ada di Arab Saudi.

Baca Juga: Pemenang Nobel Perdamaian Ingatkan Potensi Perang Nuklir

3. Meski sang jenderal sudah dipecat, Gedung Putih dilaporkan tetap meneruskan negosiasi dengan Arab Saudi

Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Andreas Gebert

Laporan tersebut pun menyoroti bagaimana relasi Gedung Putih dan Arab Saudi "dilingkupi oleh kerahasiaan". Salah satu aktor yang mengorkestrasinya adalah menantu Trump, Jared Kushner. Suami Ivanka Trump itu ditunjuk jadi penasihat presiden untuk urusan Timur Tengah dan mendesain lawatan pertama Trump keluar negeri pada Mei 2017. Tujuannya? Arab Saudi.

Flynn sendiri sudah dipecat oleh Trump pada akhir 2017. Meski begitu, pembicaraan soal transfer teknologi nuklir itu disebut masih terus berlangsung. Pada 12 Februari lalu, Trump bertemu dengan pengembang tenaga nuklir di Gedung Putih. Salah satu subyek yang dibahas adalah "pembagian teknologi nuklir dengan negara-negara Timur Tengah, termasuk Arab Saudi".

Kongres mengaku khawatir dengan ini. Apalagi, akhir Februari ini Kushner akan kembali ke Riyadh untuk membahas kerja sama ekonomi demi perdamaian di Timur Tengah. Bukan tidak mungkin bahwa Kushner dan petinggi kerajaan Arab Saudi akan membicarakan tentang perkembangan nuklir.

4. Arab Saudi mengklaim hanya ingin mengembangkan sumber energi nuklir untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak

Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab SaudiANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS

Sementara itu, Arab Saudi mengatakan bahwa negaranya hanya tertarik untuk membangun PLTN sepenuhnya bagi kebutuhan energi. Ini karena Arab Saudi ingin mengurangi ketergantungan terhadap persediaan minyak bumi.

Pada 2018, Washington Post, melaporkan kerajaan berambisi mengeluarkan lebih dari USD 80 miliar demi bisa membangun 16 reaktor nuklir dalam satu abad ke depan.

Konsultan Arab Saudi yang dipekerjakan oleh kerajaan, Abdul Malik al-Sabery, kala itu mengatakan negaranya sedang mempertimbangkan kerja sama dengan salah satu dari lima negara pemilik teknologi nuklir: Rusia, Amerika Serikat, China, Korea Selatan dan Prancis. 

Ia juga berkata pemenang tender akan bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi pada 2019. Pembangunan dua reaktor, kata Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih, akan dilakukan pada 2027. Sejauh ini, belum diketahui siapakah pemenang tender tersebut.

5. Kongres khawatir Arab Saudi tidak hanya akan membuat PLTN, tapi juga senjata nuklir

Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab SaudiANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Menjual teknologi nuklir kepada Arab Saudi akan mendatangkan keuntungan. Ini karena permintaan pasar internasional yang tidak besar, tapi negara-negara pemilik PLTN berkompetisi untuk menjual pengetahuan mereka kepada pemerintah dengan bayaran tinggi.

Perusahaan swasta Amerika Serikat sendiri bersaing ketat dengan korporasi yang didukung oleh pemerintah di negara masing-masing, misalnya Rusia dan Cina. Namun, Kongres tidak percaya bahwa Arab Saudi akan membangun reaktor nuklir semata-mata untuk memenuhi kebutuhan energi. 

New York Times mengutip sumber orang dalam yang mengetahui pembicaraan Washington dan Riyadh. Sumber tersebut mengatakan bahwa meski teknologi akan diimpor dari negara lain, tapi Arab Saudi bersikeras memproduksi bahan bakar nuklir sendiri. Padahal, membelinya dari luar negeri akan lebih murah.

Ini jadi salah satu penyebab mengapa Kongres khawatir nantinya Arab Saudi akan melakukan pengayaan uranium sehingga memungkinkan untuk mengubah reaktor PLTN menjadi lokasi proyek senjata nuklir rahasia. Amerika Serikat tak berpura-pura menutupi kekhawatiran ini terhadap program nuklir Iran yang juga diklaim Tehran untuk keperluan energi.

6. Pejabat Amerika Serikat menegaskan hal itu takkan terjadi

Gedung Putih Dilaporkan Diam-diam Jual Teknologi Nuklir ke Arab SaudiIDN Times/Sukma Shakti

Sementara itu,  Deputi Menteri Energi Amerika Serikat Dan Brouillette mengatakan kepada CNBC bahwa pihaknya takkan melanggar bagian 123 dari Undang-undang Energi Atom seandainya bekerja sama dengan Arab Saudi. Bagian itu melarang Amerika Serikat memungkinkan negara lain yang diajak kerja sama untuk membuka jalan bagi pembuatan senjata nuklir.

Dengan kata lain, dalam kerja sama itu undang-undang melarang pengayaan uranium atau pemrosesan ulang plutonium yang bisa dipakai sebagai bahan senjata nuklir. "Kami takkan membiarkan mereka melangkahi 123 jika mereka ingin memiliki kekuatan nuklir sipil yang mengandung unsur teknologi nuklir Amerika Serikat," kata Brouillette.

Ia menegaskan bahwa negara manapun yang ingin membeli teknologi nuklir dari Amerika Serikat harus melaksanakannya sesuai undang-undang tersebut. "Seperti yang kalian tahu bahwa teknologi ini punya fungsi ganda dan di tangan yang salah ini bisa menjadi sebuah dunia yang sangat berbahaya," tambahnya.

Baca Juga: Iran Tegaskan Tolak Renegosiasi Kesepakatan Nuklir

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya