Gereja Kembali Jadi Klaster COVID-19 di Korea Selatan, Pastor Dituntut

Sebelumnya gereja di Daegu menjadi sumber infeksi COVID-19

Seoul, IDN Times - Korea Selatan kembali harus berjuang melawan COVID-19 dalam satu minggu terakhir. Menurut laporan Pusat Pengendali dan Pencegahan Penyakit (KCDC), ada sebanyak 288 kasus baru yang dikonfirmasi pada Rabu tengah malam 19 Agustus 2020. Kasus tiga digit tersebut secara konsisten dilaporkan dalam tujuh hari ini.

Melansir kantor berita Yonhap, sebuah gereja di Seoul menjadi sumber penyebaran terbaru, di mana beberapa jemaat juga menghadiri aksi unjuk rasa anti-pemerintah pada beberapa hari lalu. Otoritas kesehatan Korea Selatan pun khawatir kasus baru ini akan memunculkan pandemik lagi di negara tersebut.

Hingga kini, ada 16.346 kasus COVID-19 dan 307 kematian di Korea Selatan.

1. Ratusan jemaat gereja dinyatakan positif COVID-19

Gereja Kembali Jadi Klaster COVID-19 di Korea Selatan, Pastor DituntutPejalan kaki memakai masker pelindung menyeberangi sebuah jalan saat pandemik COVID-19 di Seoul, Korea Selatan, pada 28 Mei 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji/

Pemerintah mengatakan Gereja Sarang Jeil memiliki ribuan anggota. Meski sudah dilarang berkumpul dalam jumlah besar, tapi ada anggota gereja yang tetap memaksa berpartisipasi dalam reli melawan pemerintah, termasuk sang pastor Jun Kwang-hoon.

"Alasan kami menganggap situasi terkini dengan serius adalah karena penularan ini, yang mulai menyebar di sekitar fasilitas keagamaan yang spesifik, sedang bermunculan di seluruh negeri melalui reli-reli tertentu," ujar Wakil Menteri Kesehatan Kim Gang-lip, seperti dikutip Reuters.

Kim mengungkap bahwa pihaknya telah melakukan tes terhadap 3.263 jemaat gereja. Sebanyak 630 di antaranya dinyatakan positif virus corona. Sedangkan, ratusan lainnya sedang dilacak. "Ini adalah situasi yang sangat buruk yang mungkin menimbulkan pandemik nasional," kata dia.

Baca Juga: Cuma Perkara Baju, Politikus Korea Selatan Jadi Target Komentar Seksis

2. Pemerintah menuntut gereja karena dianggap tidak mematuhi peraturan

Gereja Kembali Jadi Klaster COVID-19 di Korea Selatan, Pastor DituntutPetugas perusahaan pembasmi kuman mensanitasi daerah perbelanjaan di Seoul, Korea Selatan, pada 27 Februari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-Ji

Menurut laporan CNN, polisi di Seoul telah melacak orang-orang yang berhubungan dengan gereja. Pejabat sektor kesehatan juga meminta semua jemaat yang beribadah di Gereja Sarang Jeil pada periode 27 Juli hingga 13 Agustus, untuk segera melakukan tes COVID-19, lalu karantina mandiri.

Akan tetapi, otoritas berwenang kesulitan menemukan sisa jemaat yang diduga belum melapor. Pemerintah Kota Seoul pun menyatakan akan menggunggat gereja dan pastornya, karena membuang tenaga dan uang pemerintah dengan cara tidak patuh. Jun dan Gereja Sarang Jeil dituduh menyembunyikan daftar jemaat.

Pengacaranya, Kang Yeon-jae, membantah tuduhan tersebut. Ia berdalih bahwa "kecuali gereja punya gerbang terkunci yang hanya mengizinkan orang masuk dengan menggesek kartu identitas mereka, gereja tidak bisa memberikan daftar sempurna yang berisi semua orang yang datang".

Jun tak sekali ini berhadapan dengan hukum. Sebelumnya, pemerintah juga telah memasukkan gugatan terhadapnya, karena ia dinilai melanggar karantina. Bahkan, ia berbicara di sebuah unjuk rasa dengan melepas masker di wajahnya pada akhir pekan lalu.

"Siang ini anggota pemerintah kota datang ke gereja kami. Mereka melihat saya," kata si pastor. "Saya tak demam. Saya tak punya gejala. Tapi saya disuruh mengarantina diri sendiri sebelum acara ini," tambahnya. Pada Senin 17 Agustus 2020, ia dikonfirmasi positif COVID-19.

3. Pemerintah melarang ibadah massal dan perkumpulan berskala besar

Gereja Kembali Jadi Klaster COVID-19 di Korea Selatan, Pastor DituntutWarga memakai masker untuk melindungi diri dari penularan virus corona di Seoul, Korea Selatan, pada 25 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Hong-ji

Karena tidak ingin kembali ke situasi awal saat kasus COVID-19 berada di puncak, pemerintah pun bergegas memberlakukan larangan ibadah massal dan perkumpulan berskala besar. 

"Ini merupakan keputusasaan terakhir kami dalam bertahan melawan virus. Jika kami gagal menghentikannya kali ini, kami takkan lagi punya amunisi," ujar Perdana Menteri Chung Sye-kyun. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat segera melakukan jaga jarak fisik.

Pemerintah pun melarang semua perkumpulan keagamaan maupun yang berskala besar, seperti klub malam serta tempat karaoke. Namun, pemerintah justru mendapat tudingan bersikap anti-agama oleh kelompok sayap kanan. Mereka menuduh Presiden Moon Jae-in punya agenda buruk.

"Ada kecenderungan di antara beberapa gereja konservatif bahwa pemerintahan Moon menentang kebebasan beragama," kata Profesor Tark Ji-il dari Busan Presbyterian University kepada CNN. Sementara, tak sedikit juga yang kehilangan simpati kepada Gereja Sarang Jeil, karena sang pemimpin justru bertindak ceroboh.

Sebelumnya, Gereja Shincheonji di Daegu menjadi pusat penyebaran COVID-19 pada Februari lalu. Kota itu pun sempat menjadi episentrum terbesar di luar Tiongkok.

Baca Juga: Kim Yo-jong di Balik Putusnya Komunikasi Korea Utara dan Korea Selatan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya