Hari Valentine: Perempuan Jepang Membangkang dari Tradisi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tokyo, IDN Times - Jepang punya tradisi yang sangat berbeda pada hari Valentine dibandingkan di banyak negara lain. Selama bertahun-tahun, para perempuan diwajibkan untuk memberikan cokelat kepada laki-laki. Tradisi ini dikenal dengan sebutan giri-choco.
Tak hanya untuk gebetan, pacar atau suami, tapi juga rekan-rekan kerja di kantor. Namun, pada hari Valentine kali ini, banyak perempuan Jepang justru membangkang dari tradisi tersebut.
1. Mereka memilih membeli cokelat untuk diri sendiri
Seperti dilaporkan Japan Today, jika biasanya perempuan-perempuan mulai sibuk berburu cokelat untuk dihadiahkan kepada lawan jenis seminggu sebelum Valentine, pada bulan ini mereka justru membeli untuk diri sendiri. Salah satunya seperti yang terlihat di pusat perbelanjaan ternama di kawasan Ginza.
Seorang pelanggan, Hitomi Nakada, datang bersama temannya ke tempat yang sudah disesaki para pengunjung perempuan. Mereka sama-sama menuju tempat penjualan cokelat. "Ini adalah keharusan! Aku suka cokelat, dan beberapa merek hanya dijual pada saat ini," ucapnya.
Baca Juga: Hari Valentine: Pasangan Sesama Jenis di Jepang Gugat Pemerintah
2. Survei juga menunjukkan semakin banyak perempuan memilih tak lagi mengikuti tradisi
Matzuya, pusat perbelanjaan lain yang juga berlokasi di Ginza, melakukan survei menjelang Valentine tahun ini. Mereka menemukan bahwa sekitar 60 persen perempuan tidak akan membeli cokelat untuk lawan jenis--baik rekan kerja maupun pasangan.
Perempuan-perempuan justru akan membeli untuk diri mereka sendiri. Hanya sekitar 35 persen yang mengatakan akan tetap mengikuti tradisi hari Valentine tersebut. Cokelat yang mereka beli pun bermacam-macam. Mulai dari cokelat batangan hingga permen cokelat.
3. Karyawan perempuan ingin bos laki-laki berhenti berharap mendapatkan cokelat
Editor’s picks
Salah satu alasan mengapa para perempuan tak lagi ingin meneruskan tradisi giri-choco adalah karena pandangan bila bos laki-laki berharap diberikan cokelat oleh karyawan perempuan, maka ini adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Bos produsen cokelat ternama Godiva, Jerome Chouchan, mendukung para perempuan untuk memutuskan sendiri.
Tahun lalu, Chouchan dan perusahaannya membeli iklan satu halaman penuh di sebuah koran. Ia ingin agar kewajiban bagi perempuan untuk memberi cokelat kepada laki-laki segera diakhiri. "Jika kamu merasa tak enak memberikan cokelat karena keharusan, kami menyarankan kamu berhenti. Inilah tujuan iklan kami: [mendorong konsumen untuk] selalu bahagia dalam memilih dan memberikan cokelat," ucapnya.
4. Beberapa menganggap giri-choco adalah cara perempuan menunjukkan kekuatan mereka
Tak semuanya menilai giri-choco buruk. Dikutip dari BBC, sosiolog Ogasawa Yuko pernah mempelajari tradisi ini dan mempublikasikan hasilnya pada 1996. Yuko berpendapat bahwa giri-choco bisa dijadikan perempuan sebagai cara untuk menunjukkan kekuatan mereka. Caranya? Mereka bisa memilih kepada siapa akan memberikan cokelat.
Dengan kata lain, laki-laki yang mereka favoritkan akan mendapat hadiah. Bagi yang tidak, tentu tak menerima apapun. "Ini bisa dilihat sebagai sedikit kesempatan bagi perempuan untuk memperlihat kapasitas mereka di atas laki-laki, menolak norma-norma gender yang berlaku," tambah Sachiko Horiguchi, seorang antropologis di Jepang.
Hanya saja, Horiguchi tak yakin jika perempuan zaman sekarang merasa perlu menunjukkan kekuatan mereka dengan cara ini, terutama para profesional. Tren terbaru sendiri mengindikasikan bahwa kian banyak perempuan lebih memilih tidak peduli pada keberadaan tradisi tersebut.
5. Sekelompok laki-laki menilai hari Valentine adalah produk kapitalis
Sementara itu, kelompok laki-laki yang mengklaim diri mereka tidak terkenal, Revolutionary Alliance of Unpopular People (RAUP), punya cara lain dalam melakukan pembangkangan. Minggu lalu, mereka turun ke jalan untuk memprotes perayaan Valentine untuk ke-12 kalinya. Mereka menyebut Valentine sebagai "kapitalisme romantis".
"Kami menolak perusahaan yang mengeksploitasi hari Valentine untuk memaksakan budaya konsumerisme berlebihan dan membuat orang-orang yang tak berpasangan merasa bersalah," ujar salah satu anggota, Takeshi Akimoto, kepada CNN.
Bagi yang lainnya, Valentine berdampak kepada rasa percaya diri. "Jika hanya laki-laki yang populer mendapatkan semua cokelat, moral dari karyawan lain akan jatuh. Ini akan berdampak pada atmosfer di lingkungan kerja," jelas Kukhee Coo, seorang peneliti di Sophia University.
Baca Juga: Dianggap "Kapitalisme Cinta" Sekelompok Pria Ini Tolak Valentine