Usai Ledakan Dahsyat Beirut, Pemerintah Lebanon Alami Krisis Politik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Lebanon sedang mengalami krisis politik menyusul ledakan dahsyat yang terjadi pelabuhan Beirut pada minggu lalu. Ada dua menteri di kabinet Perdana Menteri Hassan Diab yang memutuskan mengundurkan diri.
Melansir Reuters, Menteri Informasi Manal Abdel Samad mengumumkan berhenti dari posisinya karena merasa gagal melindungi publik. Ia pun meminta maaf. "Usai bencana dahsyat di Beirut, saya mengumumkan pengunduran diri dari pemerintah," kata Samad.
Menteri Lingkungan Hidup Damianos Kattar juga mengambil langkah yang sama. "Karena bencana dahsyat ini saya memutuskan untuk menyerahkan pengunduran diri dari pemerintah," ujarnya. Dia pun menegaskan keputusannya keluar dari kabinet sebagai bentuk solidaritas kepada masyarakat.
1. Tokoh agama meminta seluruh anggota kabinet mundur
Kekecewaan mendalam terhadap respons pemerintah terkait ledakan yang menewaskan 150 orang itu ditunjukkan oleh pemimpin Gereja Maronite Bechara Boutros al-Rahi yang memimpin denominasi Kristen terbesar di Lebanon. Al-Rahi meminta seluruh anggota kabinet mundur dari posisi masing-masing.
Menurutnya, peristiwa itu bisa dideskripsikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga harus ada pertanggungjawaban dari pemerintah. "Tak cukup bagi seorang anggota parlemen untuk mundur, atau menteri untuk mundur," kata dia saat ceramah pada ibadah Minggu 9 Agustus 2020, seperti dikutip The Guardian.
"Penting, dilandasi kepekaan terhadap perasaan masyarakat Lebanon dan diperlukannya rasa tanggung jawab besar, bagi seluruh anggota pemerintah untuk mundur sebab tidak mampu memajukan negara ini," tambahnya.
Baca Juga: Pemerintah Lebanon Perkirakan Kerugian Akibat Ledakan Capai Rp218,5 T
2. Warga Lebanon turun ke jalan untuk memprotes pemerintah
Lebanon sendiri sudah dirundung berbagai aksi demonstrasi sejak tahun lalu. Misalnya, pada Oktober, puluhan ribu orang turun ke jalan untuk menuntut penggantian kabinet. Mereka menilai pemerintah dipimpin oleh orang-orang dari kelas politik yang tidak mendengar suara rakyat dan korup.
Editor’s picks
Ledakan di Beirut seakan menjadi penyulut bagi warga yang sudah frustrasi karena dampak COVID-19 untuk kembali menyuarakan kemarahan. Pada Juni lalu, ratusan orang berkumpul di salah satu alun-alun kota Beirut untuk menuntut aksi nyata dari pemerintah untuk mengatasi krisis ekonomi.
"Kami berkumpul di jalanan untuk menuntut hak-hak kami. Kami menuntut adanya layanan medis, pendidikan, pekerjaan dan hak-hak dasar yang dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup," kata seorang demonstran bernama Christina kepada AFP.
Laporan Reuters pada akhir pekan kemarin menyebut ribuan penduduk memadati jalanan Beirut. Mereka berkali-kali meneriakkan tuntutan bagi pemerintah untuk mundur. "Kami mau menghancurkan dan membunuh pemerintah. Mereka tak memberi kami pekerjaan dan hak-hak kami," ujar salah satu warga.
Polisi yang sudah siap dengan perlengkapan huru-hara pun merespons protes masyarakat dengan memblokir akses ke parlemen. Situasi kian memanas setelah polisi melemparkan gas air mata dan menembakkan peluru karet untuk membubarkan massa. Lebih dari 700 demonstran terluka karena pertikaian itu.
3. Tujuh anggota parlemen mundur
Dengan eskalasi rasa marah rakyat, jumlah anggota parlemen Lebanon yang mengundurkan diri juga bertambah. Hingga Senin 10 Agustus 2020, ada tujuh anggota parlemen yang memilih keluar.
Terakhir adalah Michel Moawad. Melalui Twitter, ia menyampaikan bahwa ledakan di Beirut adalah sebuah pembunuhan massal.
"Sudah cukup... Saya mewakili seluruh bangsa Lebanon menurut konstitusi, dan ini artinya saya mewakili para martir dan korban luka yang berjatuhan dalam pembunuhan massal di pelabuhan Beirut serta mereka yang masih belum ditemukan," tulisnya.
"Saya mendengar tangisan dan rasa sakit kalian.. Kalian adalah sumber otoritas pemerintah," lanjutnya.
Ledakan di Beirut sendiri terjadi pada sekitar pukul 06.07 pagi pada Selasa 4 Agustus 2020 di dekat pelabuhan yang tak jauh dari kawasan ramai turis dan padat penduduk. Video ledakan yang bersirkulasi di media sosial memperlihatkan betapa mengerikan dampak ledakan.
Bangunan-bangunan luluh lantak dan mobil-mobil hancur lebur. Melansir CNN, Gubernur Beirut Marwan Abboud mengatakan kerugian yang diderita akibat ledakan mencapai Rp73 triliun. Sebanyak 90 persen di Beirut juga rusak parah.
Baca Juga: Detik-detik Ledakan di Beirut dari Kisah Mahasiswa RI di Lebanon