Waspada! Kekerasan dalam Rumah Tangga Melonjak Saat Wabah Virus Corona

Efek #DiRumahAja yang harus segera disikapi pemerintah

New York City, IDN Times - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan pemerintah di seluruh dunia, untuk memperhatikan salah satu efek dari pembatasan aktivitas di luar rumah guna memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Efek tersebut adalah meningkatnya jumlah kekerasan domestik, ketika keluarga tidak bisa bebas meninggalkan rumah dan banyak fasilitas publik yang berhenti beroperasi di tengah pandemik. "Perdamaian bukan hanya tidak adanya peperangan," cuit Guterres.

"Banyak perempuan yang tinggal dalam lockdown untuk #COVID19 mengalami kekerasan di mana mereka seharusnya merasa paling aman: di dalam rumah mereka sendiri. Hari ini saya menyerukan adanya perdamaian di rumah-rumah seluruh dunia," tulis Guterres.

Ia menambahkan, "saya mendesak seluruh pemerintah untuk memastikan keselamatan perempuan terlebih dulu saat mereka merespons pandemik."

Menurut data John Hopkins University, sampai saat ini total ada lebih dari 1,4 juta kasus COVID-19 di seluruh dunia. Sebanyak lebih dari 82.000 meninggal dunia dan 301.000 dilaporkan sembuh.

Baca Juga: Bikin Ngakak! Sopir Ini Pakai Celana Dalam sebagai Masker Cegah Corona

1. Organisasi anti-kekerasan domestik ungkap ada peningkatan laporan sebesar 25 persen

Waspada! Kekerasan dalam Rumah Tangga Melonjak Saat Wabah Virus CoronaSeorang anak perempuan berdiam di rumah saat jam malam diberlakukan oleh pemerintah untuk tekan penyebaran virus corona di Kolombo, Sri Lanka, pada 6 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte

Sebuah organisasi yang fokus terhadap kasus kekerasan domestik di Amerika Serikat, The National Domestic Abuse, menginformasikan bahwa ada peningkatan laporan sebanyak 25 persen.

Laporan itu dalam bentuk panggilan telepon ke hotline The National Domestic Abuse maupun permintaan secara online sejak sejumlah negara bagian memberlakukan pembatasan bepergian.

The National Domestic Abuse menerima ratusan panggilan lebih banyak pada minggu lalu dibandingkan dua minggu sebelum itu. Seorang korban perempuan mengaku kepada BBC bahwa kekerasan yang dilakukan pasangannya terhadap dirinya sejak lockdown, semakin tidak bisa ditoleransi.

Ia mengalami kekerasan mental dan fisik selama enam bulan dan memburuk beberapa waktu belakangan.

"Kejadiannya buruk. Saya tidak peduli seandainya saya tak bangun seperti malam sebelumnya. Saya tahu bahwa itu akan terjadi lagi keesokan hari. Saya hanya mau hari-hari berlalu," ucapnya.

2. Guterres meminta pemerintah tetap menindaklanjuti laporan kekerasan domestik

Waspada! Kekerasan dalam Rumah Tangga Melonjak Saat Wabah Virus CoronaPetugas keamanan membuka blokade jalan di Kota Wuhan setelah status lockdown dicabut per 8 April 2020. ANTARA/HO-GT

Wabah virus corona memang menyita sebagian besar perhatian pemerintah dan publik secara umum. Namun, Guterres meminta agar negara tidak melupakan kewajiban untuk menindaklanjuti laporan kekerasan domestik.

Cara-cara yang bisa dilakukan adalah menghukum pelaku, membuat sistem peringatan darurat di apotek maupun lokasi perbelanjaan, serta mengadakan layanan penampungan khusus perempuan. Ia mengingatkan pemerintah untuk membuka jalur yang aman "bagi perempuan yang ingin mencari bantuan tanpa membuat pelaku tahu".

"Saya mendorong seluruh pemerintah untuk menjadikan pencegahan dan penyelesaian kekerasan kepada perempuan sebagai bagian penting dari rencana respons nasional terhadap COVID-19," tegas Guterres.

Seorang advokat anti-kekerasan domestik Inggris, Sandra Horley, ikut menekankan pentingnya memperhatikan isu ini saat wabah virus corona.

Kepada BBC, Horley menjelaskan bahwa pelaku kekerasan memakai isolasi "sebagai alat untuk mengontrol" korban.

Menurut pengamatannya, "saat lockdown atau isolasi mandiri, perempuan dan anak-anak kemungkinan besar menghabiskan banyak waktu bersama pelaku, ini berpotensi mengeskalasi ancaman kekerasan domestik dan semakin membatasi kebebasan mereka".

Ia menjelaskan bahwa kekerasan domestik bisa datang dalam berbagai cara di mana "tidak selalu bersifat fisik, ini adalah pola perilaku mengendalikan, mengancam dan koersif yang bisa juga berbentuk emosional, ekonomi, psikologis atau seksual".

3. Lebih banyak waktu bersama keluarga tak selalu berarti baik

Waspada! Kekerasan dalam Rumah Tangga Melonjak Saat Wabah Virus CoronaSuasana Minggu Palma, hari pertama Pekan Suci, di tengah pandemik virus corona, di Ronda, selatan Spanyol, pada 5 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Jon Nazca/Illustration

Apa yang terjadi di Amerika Serikat atau Inggris juga menimpa perempuan-perempuan di Tiongkok yang lebih lama hidup dalam lockdown. Lele, perempuan 26 tahun di Provinsi Anhui, menjadi korban kekerasan yang dilakukan suaminya selama enam tahun. Namun, situasi saat ini semakin memperburuk hubungan di antara keduanya.

Seperti dilaporkan The New York Times, Lele mengaku pada 1 Maret lalu suaminya memukulinya dengan kursi ketika ia sedang menggendong bayinya yang berusia 11 bulan. Ia sampai tak tahu berapa kali pemukulan terjadi hingga salah satu kakinya mengalami luka serius. 

Lele, yang tak menggunakan nama asli demi keselamatan mengatakan, "selama epidemik, kami tak boleh pergi keluar, dan konflik di antara kami semakin besar dan membesar dan kian sering terjadi. Semuanya terbongkar."

Baca Juga: [BREAKING] 75 Pasien di Jakarta Sudah  Sembuh dari Virus Corona

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya