Rusia: Guru yang Mau Mengajar di Ukraina Digaji Rp43 Juta per Bulan

Jakarta, IDN Times - Rusia bersiap mengirimkan ratusan guru atau tenaga pengajar ke wilayah yang diduduki di Ukraina. Kebijakan ini dilakukan untuk memperbaiki kurikulum di negara Eropa Timur itu, yang dianggap cenderung anti-Rusia usai peristiwa aneksasi Krimea.
Pada akhir Juni, Rusia sudah melangsungkan kampanye untuk merekrut pekerja konstruksi, guru, dan pekerja sektor publik untuk membangun wilayah Ukraina yang dianeksasi. Hal ini dilangsungkan setelah Rusia mendeklarasikan kemenangan di Luhansk beberapa waktu lalu.
1. Sebanyak 250 guru Rusia siap dikirim ke Ukraina
Sesuai laporan dari The Washington Post, sebanyak 250 guru yang berasal dari beberapa wilayah di Rusia akan dikirimkan ke Ukraina. Diketahui, 57 di antaranya berasal dari Republik Dagestan, yang sudah menyetujui untuk mengajar di wilayah dudukan Rusia di Ukraina.
Informasi tersebut dapat dilihat dalam daftar yang dimuat oleh Kementerian Pendidikan Republik Dagestan. Beberapa destinasi tenaga pengajar Rusia ini di antaranya Zaporizhzhia, Kherson, Luhansk, dan Donetsk.
Salah seorang guru yang mendaftar program ini, Georgy Grigoriyev, mengatakan bahwa ia mendaftar karena alasan gaji yang menggiurkan. Bahkan, ia mengaku tidak takut bahaya maupun harus mengabdi di Ukraina selama setidaknya satu tahun.
"Kemungkinan saya akan bisa bertahan di sana. Saya mungkin akan membeli apartemen di sana. Saya sama sekali tidak ada ketakutan," tutur guru yang mengajar Bahasa Rusia, kimia, dan biologi tersebut.
2. Dijanjikan upah besar
Banyak guru yang tertarik untuk mendaftar dalam program ini. Sebab, guru akan digaji sebesar 2.900 dolar AS (Rp43,4 juta) dalam satu bulan.
Meskipun mendapat banyak sambutan positif dari tenaga pengajar di Rusia, tapi salah seorang guru di St. Petersburg bernama Larisa menyebut ini adalah hal yang tidak pantas. Pasalnya, ia menganggap jutaan orang terpaksa pergi dan tewas akibat serangan dari Rusia di Ukraina.
"Sayangnya, akan ada guru yang dikirimkan ke Ukraina hanya demi mendapatkan uang terkutuk. Saya tidak tahu bagaimana mereka akan melihat diri mereka sendiri di cermin," tutur Larisa, yang menolak menyebutkan nama lengkapnya karena khawatir ditangkap.
Kepala Aliansi Guru, Daniil Ken, mengatakan bahwa beberapa pemerintah regional menghapus tawaran mengajar ini setelah diliput oleh media lokal. Ia menduga pemerintah khawatir guru akan protes karena rendahnya upah guru di Rusia, termasuk kurangnya guru di pedesaan.
"Masyarakat mungkin mulai bertanta-tanya, kenapa guru kami dikirim ke sana ketika kami sendiri tidak memiliki cukup tenaga pengajar di sini?" papar Ken, yang baru-baru ini meninggalkan Rusia lantaran khawatir keselamatannya.
3. Termasuk bagian dari program Rusifikasi di Ukraina
Program ini adalah bagian dari proses Rusifikasi di area okupansi di Ukraina dalam konflik bersenjata sejak Februari lalu. Kebijakan ini didesain untuk menolak sejarah, negara, bahkan Bahasa Ukraina yang diajarkan dalam kurikulum sekolah.
Pada 28 Juni lalu, Menteri Pendidikan Rusia, Sergei Kravstov, bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. Dia mengatakan bahwa pendidikan anak-anak adalah strategi utama dalam pembenahan pendidikan di Ukraina.
Namun, usaha Kremlin tidak terpaku pada sekolah saja, tapi mereka sudah memblokir akses jaringan ponsel dan media di area kekuasaannya. Rusia juga mengumandangkan propaganda terkait denazifikasi di negara Eropa Timur tersebut, termasuk mengganti seluruh tanda jalan dengan versi Rusia.
Dilaporkan The Hill, Putin juga sudah meresmikan dekrit untuk mempercepat proses kewarganegaraan Rusia dan pemberian paspor bagi warga Ukraina. Selain itu, ia sudah mengesahkan mata uang rubel di area yang diduduki Rusia.
Rusia juga akan menerapkan sistem filtrasi, yang memaksa deportasi sebanyak 2 juta warga Ukraina di area kekuasaan Rusia. Sebagai bagian proses filtrasi, warga Ukraina akan dipaksa menandatangani kesepakatan hukum agar tidak kembali ke Ukraina.