Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Cuplikan layar peluncuran 9M730 Burevestnik
Cuplikan layar peluncuran 9M730 Burevestnik. (Details Ministry of Defence of the Russian Federation, CC BY 4.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Spesifikasi teknis rudal Burevestnik yang unik, termasuk kemampuan terbang rendah dan jangkauan antar benua.

  • Catatan kegagalan uji coba Burevestnik, dengan risiko tinggi dan hambatan teknis pada sistem propulsi nuklir.

  • Strategi militer dan latihan nuklir Rusia berlangsung, termasuk penggunaan rudal untuk menghancurkan infrastruktur musuh dan latihan besar pasukan nuklir strategis Rusia.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN TimesRusia melaksanakan uji coba rudal jelajah 9M730 Burevestnik, yang juga dikenal sebagai “Storm Petrel” dan disebut NATO sebagai SSC-X-9 Skyfall. Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada Minggu (26/10/2025) mengumumkan bahwa uji coba tersebut berhasil dilakukan pada Selasa (21/10/2025). Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya memperkuat kekuatan militer di tengah ketegangan dengan negara-negara Barat terkait perang di Ukraina.

Jenderal Valery Gerasimov, Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, menjelaskan bahwa Burevestnik dapat terbang hingga 15 jam dan menempuh jarak 14 ribu kilometer (8.700 mil). Ia menyebut kemampuan vertikal dan horizontal rudal tersebut sudah memenuhi standar yang diperlukan untuk mengelabui sistem pertahanan udara lawan. Putin kemudian memerintahkan Gerasimov menyiapkan fasilitas pendukung agar rudal itu bisa segera ditempatkan.

“Kita perlu menentukan kemungkinan penggunaan dan mulai mempersiapkan infrastruktur untuk mengerahkan senjata-senjata ini ke angkatan bersenjata kita,” ujarnya, dikutip dari Euro News.

1. Spesifikasi teknis rudal Burevestnik yang unik

ilustrasi rudal (pexels.com/Aseem Borkar)

Rudal Burevestnik pertama kali diperkenalkan oleh Putin pada Maret 2018 sebagai rudal jelajah bertenaga nuklir yang diluncurkan dari darat dan terbang rendah. Setelah lepas landas dengan bantuan pendorong bahan bakar padat, rudal ini digerakkan oleh reaktor nuklir mini di bagian belakangnya. Menurut Nuclear Threat Initiative (NTI), organisasi nirlaba asal Amerika Serikat (AS) yang berfokus pada pengurangan risiko nuklir, sistem propulsi nuklir itu memungkinkan rudal bertahan di udara selama berhari-hari dan menyerang target dari arah tak terduga.

Rudal ini biasanya meluncur di ketinggian 50-100 meter (164–328 kaki), sehingga sulit dideteksi radar dan dapat menjangkau 10-20 ribu kilometer (6.200–12.400 mil). Capaian ini memungkinkan rudal menargetkan AS langsung dari wilayah Rusia.

Dilansir dari BBC, berdasarkan laporan Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) tahun 2021, keunggulan jangkauan dan ketinggian rendah memberi nilai strategis tinggi bagi Rusia. Sementara itu, laporan Angkatan Udara AS pada 2021 menyebut Burevestnik sebagai senjata unik dengan kemampuan jangkauan antar benua jika pengembangannya tuntas.

Pada 2024, para peneliti Amerika mengidentifikasi lokasi pembangunan landasan peluncuran rudal di sekitar 475 kilometer (295 mil) utara Moskow. Citra satelit memperlihatkan sembilan fasilitas peluncuran baru di dekat kompleks penyimpanan hulu ledak nuklir Vologda-20, mengindikasikan kesiapan Rusia menjadikan sistem ini operasional dalam waktu dekat.

2. Catatan kegagalan uji coba Burevestnik

ilustrasi perang (pexels.com/Pixabay)

Sejumlah pakar Barat memandang rudal ini berisiko tinggi karena sistem tenaga nuklirnya dinilai tidak stabil. Pada 2019, ledakan saat uji coba di Laut Putih menewaskan lima insinyur nuklir dan dua tentara, yang menurut laporan intelijen AS berkaitan dengan program Burevestnik. Catatan dari kelompok pengendalian senjata menyebut, dari total 13 uji coba sejak 2016, hanya dua yang dinilai berhasil sebagian.

Tingkat kegagalan tinggi itu menunjukkan adanya hambatan teknis yang serius, terutama pada sistem propulsi nuklir yang belum sepenuhnya dapat diandalkan. Selain bahaya radiasi, pengendalian arah dan daya tahan mesin juga disebut menjadi faktor utama yang menghambat keberhasilan penuh proyek ini. Meski demikian, Rusia terus melanjutkan uji coba sebagai bagian dari ambisi mempertahankan keunggulan teknologi senjata strategis di tengah persaingan global.

3. Strategi militer dan latihan nuklir Rusia berlangsung

Pesawat pengebom, Tupolev Tu-95, terbang di atas Moskow sebagai bagian dari Parade Hari Kemenangan 2008. (Sergey Kustov, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)

Dilansir dari The Independent, pakar militer Rusia, Alexei Leonkov, pada 2019 mengatakan bahwa Burevestnik dirancang untuk menghancurkan infrastruktur musuh yang tersisa setelah serangan awal rudal balistik antar benua. Ia menilai rudal itu akan digunakan untuk menargetkan fasilitas penting seperti pusat komando dan pembangkit listrik. Leonkov bahkan menyebut rudal tersebut mampu menggilas negara-negara agresor kembali ke Zaman Batu.

Pekan lalu, Putin turut memantau latihan besar pasukan nuklir strategis Rusia. Latihan ini melibatkan peluncuran rudal balistik antar benua serta penerbangan pesawat pengebom Tu-95 yang menembakkan rudal jelajah jarak jauh. Kremlin menyatakan, kegiatan itu bertujuan menguji kesiapan triad nuklir Rusia yang terdiri dari sistem nuklir berbasis darat, laut, dan udara, di tengah mandeknya pembicaraan dengan AS mengenai konflik Ukraina. Pemerintah Rusia menilai latihan ini sebagai bentuk konsistensi dalam memperkuat kemampuan nuklir nasional.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team