Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 2017 (U.S. Embassy Tel Aviv, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)
Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada 2017 (U.S. Embassy Tel Aviv, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Sayap bersenjata Hamas, Brigade Al-Qassam, merilis video yang menunjukkan seorang sandera Israel-Amerika yang masih hidup pada Sabtu (12/4/2025). Pria tersebut diidentifikasi sebagai Edan Alexander, seorang anggota unit infanteri elite yang bertugas di perbatasan Jalur Gaza saat serangan 7 Oktober 2023.

Dalam video yang berdurasi lebih dari 3 menit itu, Alexander mengkritik pemerintah Israel karena gagal menjamin pembebasan para sandera. Ia juga mengecam Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menurutnya terpengaruh oleh kebohongan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sehingga memperpanjang krisis sandera.

"Presiden Trump, saya yakin Anda akan berhasil mengeluarkan saya dari sini hidup-hidup. Mengapa Anda tertipu oleh kebohongan Netanyahu? Katakan alasannya? Mengapa saya di sini, mengalami mimpi buruk setiap malam?" katanya, seraya menuduh semua pihak, termasuk pemerintah Israel dan AS, telah berbohong dan mengingkari janji terkait upaya pembebasannya.

Pria yang kini berusia 21 tahun itu mengaku ingin segera pulang dengan selamat untuk merayakan Paskah Yahudi, yang dimulai pada Sabtu.

1. Sandera merasa terancam dengan serangan udara Israel

Dalam video tersebut, Alexander juga mengungkapkan ketakutannya akan terbunuh dalam serangan udara Israel. Tel Aviv kembali melancarkan serangan terhadap Jalur Gaza pada 18 Maret 2025, yang secara efektif mengakhiri gencatan senjata yang telah berlangsung sejak Januari. Sejak itu, sedikitnya 1.563 warga Palestina dilaporkan tewas, sehingga total korban jiwa sejak awal perang meningkat menjadi 50.933 orang.

"Setiap hari, saya merasakan bom semakin dekat ke kepala kami. Ini sangat berat, kami mulai kehilangan harapan," ujar Alexander.

Dalam pesan terakhirnya, ia meminta para demonstran di Israel untuk terus melakukan protes.

Dilansir dari France24, Alexander lahir di Tel Aviv dan dibesarkan di negara bagian New Jersey, AS. Setelah lulus SMA, ia kembali ke Israel untuk bergabung dengan militer.

“Ketika kalian duduk untuk merayakan Paskah, ingatlah bahwa ini bukanlah hari raya kebebasan selama Edan dan para sandera lainnya belum pulang,” kata keluarga Alexander dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Forum Sandera dan Keluarga Hilang.

Pihak keluarga tidak memberikan izin kepada media untuk menayangkan video tersebut.

2. Keluarga sandera ajak masyarakat untuk terus lakukan protes terhadap pemerintah

Dilansir dari Anadolu, keluarga sandera Israel juga mengajak masyarakat untuk terus melakukan unjuk rasa menentang pemerintahan Netanyahu guna mendorong tercapainya kesepakatan pertukaran sandera dengan Hamas. Seruan itu disampaikan dalam sebuah konferensi pers yang digelar di dekat Kementerian Pertahanan di Tel Aviv.

"Jangan berhenti turun ke jalan. Jangan kehilangan harapan, sampai pemerintah membawa pulang semua anak-anak kita," kata salah satu kerabat sandera.

Ia bahkan menuduh pemerintah Israel menggunakan sandera sebagai alat politik.

“Sejak peristiwa 7 Oktober, pemerintah telah melakukan segalanya untuk mengorbankan para sandera di Gaza. Kami dipaksa untuk berjuang melawan pemerintah yang tidak berperasaan demi memulangkan keluarga kami, dan sayangnya, hal itu tidak akan terjadi tanpa perjuangan yang nyata," ujarnya.

3. Ada 58 sandera yang masih berada di Gaza

Video Alexander tersebut dirilis beberapa jam setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan penguasaan militer atas koridor darat yang disebut sebagai “poros Morag”, yang terletak antara kota Rafah dan Khan Yunis di bagian selatan Gaza.

Selain itu, ia juga mengungkapkan rencana untuk memperluas serangan militer Israel ke berbagai wilayah lainnya di Jalur Gaza.

Dalam pernyataan pada Sabtu, Hamas mengatakan bahwa operasi militer Israel di Gaza tidak hanya membahayakan warga sipil Palestina, namun juga sandera yang masih ditahan di sana.

"Serangan tersebut tidak hanya membunuh warga sipil yang tak berdaya, tetapi juga membuat nasib para tahanan (sandera) menjadi tidak pasti," kata kelompok Palestina tersebut.

Sebanyak 251 orang ditangkap dan dijadikan sandera saat Hamas melancarkan serangan di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang kemudian memicu perang di Gaza. Saat ini, 58 sandera masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang menurut militer Israel telah tewas.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama