PBB: 36 Serangan Israel Hanya Tewaskan Perempuan-Anak Gaza

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan 36 serangan udara Israel di Jalur Gaza yang menewaskan perempuan dan anak-anak Palestina. Serangan tersebut terjadi dalam periode 18 Maret hingga 9 April 2025, setelah berakhirnya gencatan senjata selama dua bulan dengan Hamas.
Juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR), Ravina Shamdasani, menyatakan bahwa pihaknya telah mendokumentasikan 224 serangan Israel pada bangunan tempat tinggal dan tenda pengungsi di Jalur Gaza. Lebih dari 1.500 warga Palestina dilaporkan tewas sejak gencatan senjata berakhir.
Israel juga menerapkan blokade total terhadap wilayah pesisir Palestina tersebut. Akibatnya, bantuan makanan, air, obat-obatan, dan pasokan penting lainnya tidak bisa masuk ke Gaza selama sebulan lebih.
1. Serangan terbaru tewaskan keluarga di Khan Younis
Pada Jumat (11/4/2025), 10 anggota keluarga yang sama, termasuk tujuh anak-anak, tewas dalam pengeboman rumah di Khan Younis, Gaza selatan. Rekaman dari lokasi kejadian menunjukkan beberapa jenazah dibungkus dengan kain putih dan selimut, dilansir Arab News.
Banyak warga Palestina terjebak di bawah reruntuhan akibat serangan Israel di seluruh Gaza. Tim penyelamat mengaku sering mendengar tangisan minta tolong dari bawah puing-puing rumah.
Israel mengklaim telah menyerang sekitar 40 target yang dianggap teroris di seluruh wilayah Gaza dalam 24 jam terakhir. Mereka berulang kali menuduh Hamas sering bersembunyi di antara warga sipil.
"Kami mendengar kesaksian mengerikan dari tim pertahanan sipil. Saat mereka berusaha menyelamatkan warga dari reruntuhan, mereka mendengar tangisan bayi dan anak-anak yang meminta pertolongan dari bawah puing-puing," ungkap reporter Al Jazeera, Abu Azzoum.
2. Israel semakin gencar mengusir warga Gaza
Perintah evakuasi dari Israel yang semakin meluas telah memaksa warga Palestina pindah ke area yang semakin sempit. Mereka tidak memiliki akses ke layanan penting untuk bertahan hidup, termasuk air, makanan, dan tempat berlindung.
PBB khawatir Israel bermaksud memindahkan penduduk sipil dari area tertentu secara permanen untuk menciptakan area penyangga. Sejak 18 Maret, Israel telah mengeluarkan 21 perintah evakuasi yang mencakup hampir seluruh Rafah, wilayah paling selatan Gaza.
Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan sekitar 400 ribu warga Palestina telah dipaksa mengungsi di seluruh Gaza sejak gencatan senjata berakhir. Mereka kini juga mengalami pemblokiran bantuan dan pasokan komersial terlama sejak awal perang.
"Melihat dampak keseluruhan dari tindakan Israel di Gaza, kami sangat khawatir bahwa Israel menciptakan kondisi hidup yang mengancam kelangsungan hidup warga Palestina sebagai sebuah kelompok," kata Shamdasani, dilansir dari situs resmi OHCHR.
3. Blokade bantuan memperparah krisis kemanusiaan
Israel telah memblokir masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza selama lebih dari sebulan. Situasi ini memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di wilayah tersebut.
Banyak warga Gaza yang terlantar terpaksa tinggal di tenda-tenda di area pemakaman karena tidak ada tempat lain untuk berlindung. Mereka hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan dengan ancaman kesehatan dan keamanan yang terus meningka, dilansir The New Arab.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebut Gaza sebagai tempat yang sangat berbahaya bagi warga sipil.
"Sudah lebih dari sebulan tidak ada bantuan yang masuk ke Gaza. Tidak ada makanan, bahan bakar, obat-obatan, ataupun pasokan komersial. Akibat bantuan yang berhenti, situasi mengerikan kembali terjadi. Gaza telah menjadi ladang pembunuhan dan warga sipil terus menerus dibayangi kematian," kata Guterres.
OHCHR menyatakan satu-satunya jalan keluar dari krisis ini adalah melalui penyelesaian politik. Badan ini mendorong pembentukan dua negara yang bisa hidup berdampingan dengan hak dan martabat yang sama.