Tuai Kontroversi, Ini Kata PBB tentang RUU Imigrasi Ilegal Inggris

Bertentangan dengan kewajiban negara dalam hukum internasional

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai RUU kontroversial Inggris yang bertujuan untuk menghentikan kedatangan ribuan migran dan pengungsi, bertentangan dengan kewajiban negara di bawah hukum internasional.

“Bertentangan dengan kewajiban negara di bawah hukum hak asasi manusia dan pengungsi internasional dan akan memiliki konsekuensi besar bagi orang-orang yang membutuhkan perlindungan internasional,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk pada Selasa (18/7/2023).

RUU migrasi ilegal telah disahkan parlemen dan sekarang sedang menunggu persetujuan Raja Charles III. RUU yang dibuat oleh pemerintah Partai Konservatif itu bertujuan mencegah sebagian besar orang mendapatkan perlindungan di Inggris tanpa izin. Regulasi ini juga akan mendeportasi mereka ke negara asal atau negara ketiga yang dianggap aman, seperti Rwanda.

Baca Juga: PM Inggris Rishi Sunak Ingin Inggris Jadi Pusat Global AI

1. Imigran telah menjadi masalah politik utama di Inggris

Persoalan imigran baik itu legal maupun ilegal telah sejak lama menjadi masalah politik utama di Inggris Raya. Ini merupakan salah satu medan pertempuran utama ketika referendum Brexit pada 2016, yang membuat negara tersebut meninggalkan Uni Eropa.

Dilansir RFI, lebih dari 45 ribu migran tiba di pantai tenggara Inggris dengan perahu kecil pada 2022. Ini meningkat sebanyak 60 persen per tahun pada rute berbahaya yang telah digunakan oleh lebih banyak orang setiap tahun sejak 2018.

Perdana Menteri Rishi Sunak telah bersumpah untuk "menghentikan kapal" dan bersikeras bahwa rencana untuk mendeportasi imigran akan memiliki efek jera bagi mereka. Dengan aturan tersebut, tidak akan ada seorang pun yang datang di Inggris secara ilegal akan diizinkan tinggal di negara itu.

Menteri Dalam Negeri Pemerintah Konservatif, Simon Murray mengatakan banyaknya pendatang membuat perlindungan masyarakat di Inggris tidak bisa berjalan maksimal. Migran dinilai membebani pembayaran pajak sebanyak 7 juta euro sehari untuk biaya akomodasi.

Baca Juga: Inggris Bantu Prancis Rp8,9 Triliun untuk Atasi Migran Ilegal

2. Banyak pihak mengkritik RUU yang dibuat Inggris

Rencana untuk mendeportasi para imigran telah dikritik oleh beberapa politisi oposisi, pengacara, dan kelompok hak sipil sebagai tindakan yang tidak manusiawi, kejam dan tidak efektif.

Dilansir Reuters, Turk mengatakan pengesahan RUU itu akan menimbulkan masalah hukum yang sangat serius.

“RUU ini menjadi kebijakan yang mengkhawatirkan untuk membatalkan kewajiban terkait perlindungan warga negara yang mungkin akan diikuti oleh negara-negara lain, termasuk di Eropa dengan potensi dampak buruk pada pengungsi internasional dan sistem perlindungan hak asasi manusia secara keseluruhan,” ungkap Turk pada Selasa.

Akan tetapi, penerbangan deportasi imigran Inggris ke Rwanda kemungkinan tidak akan dimulai paling cepat tahun depan dan masih akan bergantung pada keputusan Mahkamah Agung tentang legalitas mereka akhir tahun ini.

3. Beberapa kelompok sebut ini jadi awal kesengsaraan

Pengesahan RUU tentang imigrasi ilegal digambarkan sebagai "hari yang gelap" oleh kelompok badan amal dan kelompok aktivis. Sementara itu, wakil dari Partai Buruh, Jess Phillips menggambarkan keputusan ini sebagai "impian perdagangan manusia dan alat untuk kontrol mereka".

“Pedagang manusia hari ini menunjukkan gambaran perbudakan di mana mereka akan berakhir dalam penahanan di sebuah tongkang besar atau dideportasi kembali ke rumah mereka yang memperdagangkan mereka sejak awal,” ungkap Phillips pada sebuah acara di Thinktank Center for Social Justic, dikutip dari The Guardian.

Di sisi lain, Enver Solomon selaku kepala eksekutif di Dewan Pengungsi juga mengatakan jika RUU keseluruhan tetap tidak bisa dijalankan maka akan menyebabkan kesengsaraan manusia dan biaya besar bagi pembayar pajak.

Sanggar Sukma Photo Verified Writer Sanggar Sukma

Mahasiswi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya