AS Tolak Gabung dengan Aliansi Penemuan Vaksin Global, Kenapa?

COVAX berjanji akan distribusikan 2 miliar vaksin COVID-19

Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat menolak bergabung dengan aliansi untuk menemukan vaksin COVID-19 secara global. Menurut Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, pemerintahnya enggan bergabung karena aliansi yang terdiri dari 172 negara itu turut melibatkan Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

Stasiun berita ABC News, Kamis 3 September 2020, melaporkan bahwa kebijakan yang ditempuh oleh Negeri Paman Sam itu dianggap membahayakan kesehatan warganya sendiri dan upaya global dalam menemukan vaksin COVID-19. Sebab, bila nantinya ditemukan vaksin, warga AS terancam tidak akan mendapatkannya. 

WHO ikut terlibat dalam aliansi pembuatan vaksin yakni GAVI dan CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations), lalu membentuk aliansi lainnya yang diberi nama COVAX. Ia pun mendorong agar negara lain juga ikut terlibat. 

Absennya AS dari COVAX merupakan langkah lanjutan setelah sebelumnya mereka memilih keluar dari keanggotaan WHO. Surat resmi bahwa AS keluar dari keanggotaan WHO telah dilayangkan ke PBB pada Juli lalu.

Bahkan, sisa iuran yang harusnya dibayarkan ke WHO senilai US$80 juta atau setara Rp1,1 triliun tak mereka setorkan ke organisasi yang berbasis di Jenewa, Swiss tersebut. 

Seorang pejabat berwenang AS mengatakan, dana tersebut dialihkan untuk membayar utang kantor misi PBB di New York. 

Apa komentar Partai Demokrat mengenai kebijakan Trump yang dinilai membahayakan keselamatan warga AS ini?

1. COVAX akan mendistribusikan 2 miliar vaksin COVID-19 ke semua negara anggota pada akhir 2021

AS Tolak Gabung dengan Aliansi Penemuan Vaksin Global, Kenapa?Ilustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Kantor berita Reuters, Kamis 3 September 2020 melaporkan, sejauh ini sudah ada 76 negara maju dan kaya yang berkomitmen bergabung dengan COVAX. Nantinya, negara kaya ini akan membantu WHO membeli vaksin COVID-19 dan akan mendistribusikannya ke seluruh dunia secara adil.

Sebab, dalam situasi pandemik, negara yang memiliki sumber keuangan besar diprediksi akan memborong vaksin tersebut bagi warganya. 

Di antara 76 negara maju dan kaya itu ada Jepang, Jerman, dan Norwegia. Kepala Eksekutif COVAX Seth Berkley menilai, komitmen dari puluhan negara tersebut merupakan berita baik. 

"Ini menunjukkan fasilitas di COVAX sudah siap untuk beroperasi dan telah menarik minat negara di seluruh dunia," ungkap Berkley. 

Ia mengaku juga sedang berkomunikasi dengan Pemerintah Tiongkok dan membujuk agar mereka turut serta di COVAX. 

"Kami berdiskusi dengan baik kemarin dengan Pemerintah Tiongkok. Tetapi, kami belum menandatangani kesepakatan apa pun dengan mereka," kata dia lagi. 

Namun, Berkley membocorkan bahwa Beijing memberikan sinyal positif soal keikutsertaan mereka di COVAX. Aliansi itu menargetkan, bisa mendistribusikan 2 miliar vaksin COVID-19 ke semua negara pada akhir 2021. 

Baca Juga: Trump Kirim Surat ke PBB untuk Proses Keluar dari Keanggotaan WHO

2. Departemen Kesehatan AS akan prioritaskan vaksin COVID-19 bagi warganya lalu warga negara lain

AS Tolak Gabung dengan Aliansi Penemuan Vaksin Global, Kenapa?Ilustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, untuk bisa melakukan penelitian vaksin dan mendistribusikannya ke seluruh dunia, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. WHO pernah menyebut, mereka membutuhkan dana sekitar US$1 miliar atau setara Rp14,7 triliun. Hal itu sulit terpenuhi bila tidak ada dukungan dari Negeri Paman Sam dan Tiongkok. 

Di sisi lain, Direktur kantor urusan global Departemen Kesehatan AS, Garrett Grigsby, mengungkapkan alasan Negeri Paman Sam ogah ikut COVAX, karena begitu vaksin COVID-19 ditemukan, maka warga negaranyalah yang jadi prioritas. 

"Ketika kebutuhan warga AS terhadap vaksin terpenuhi, maka kami tentu akan membagikan sisa yang kami punya untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia terhadap vaksin," kata Grigsby. 

3. Absen bergabung dengan COVAX malah bisa membahayakan kesehatan warga AS sendiri

AS Tolak Gabung dengan Aliansi Penemuan Vaksin Global, Kenapa?ANTARA FOTO/Moch Asim

Tapi dalam pandangan para ahli, kebijakan pemerintahan Donald Trump dengan tidak bergabung bersama COVAX, malah bisa membahayakan kesehatan warga AS sendiri. Sebab, bila bergabung dengan COVAX, maka Negeri Paman Sam sudah pasti dijamin akan mendapatkan jatah vaksin COVID-19 dari negara mana pun yang telah diizinkan untuk beredar. 

"Keputusan kita berjalan sendiri seperti sekarang ini malah membuat kita terancam tidak mendapatkan pasokan vaksin COVID-19," kata Wakil Ketua Komite Sains di Kongres, Ami Bera. 

Baca Juga: Presiden Trump: WHO adalah Badan Boneka Tiongkok

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya