Loloskan UU Eutanasia, Selandia Baru Perbolehkan Pasien Disuntik Mati

Suntik mati diizinkan bila dapat persetujuan dari dua dokter

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Selandia Baru kembali membuat gebrakan dengan meloloskan undang-undang yang memperbolehkan pasien yang tak punya peluang untuk hidup agar disuntik mati. Keputusan untuk melegalkan eutanasia diambil melalui proses pemungutan suara. Berdasarkan hasil penghitungan awal, sebanyak 65,2 persen suara publik mendukung UU yang diberi nama End of Life Choice Act disahkan menjadi aturan resmi.

Stasiun berita BBC, Jumat (30/10/2020) melaporkan jumlah pemungutan suara itu belum termasuk 480 ribu suara yang disampaikan dari luar Selandia Baru. Sehingga, angka resmi dari pemunguutan tersebut baru bisa diketahui pada 6 November mendatang. Namun, diprediksi hasilnya tidak akan berubah. 

Referendum tersebut bersifat mengikat secara hukum dan mulai berlaku pada November 2021. Selandia Baru mengikuti jejak beberapa negara termasuk Belanda dan Kanada yang mengizinkan pasien disuntik mati. 

Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi bila pasien ingin melalui proses medis tersebut?

1. Deretan persyaratan yang harus dipenuhi bila ingin disuntik mati sesuai UU di Selandia Baru

Loloskan UU Eutanasia, Selandia Baru Perbolehkan Pasien Disuntik MatiIlustrasi rumah sakit (IDN Times/Arief Rahmat)

UU The End of Life Choice sudah diketok oleh parlemen Selandia Baru pada 2019 lalu. Namun, ketika itu menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan anggota parlemen sendiri.

Alhasil, Perdana Menteri Jacinda Ardern memutuskan untuk dilakukan pemungutan suara. Bila hasil referendum menunjukkan lebih dari 50 persen warga Selandia Baru setuju, UU tersebut baru bisa diterapkan. 

PM Ardern dan pemimpin kelompok oposisi terlihat setuju dengan adanya UU tersebut. Perjuangan agar UU tersebut disetujui juga tidak mudah. Sementara, pasien yang mengalami sakit kronis terus menderita di rumah sakit. Mereka tak sanggup menahan rasa sakit. 

Tetapi, proses medis suntik mati harus memenuhi beberapa persyaratan untuk bisa dilakukan. Pertama, pasien mengalami penyakit kronis di tahap akhir dan hidupnya tidak lebih dari enam bulan. Kedua, pasien menunjukkan penurunan signfikan di organ-organ fisiknya. Ketiga, pasien yang bersangkutan dapat memutuskan dan memberi tahu sendiri untuk diberi bantuan disuntik mati.

Di dalam aturan UU itu juga tertulis secara tegas, suntik mati tidak dapat dilakukan kepada pasien yang mengalami disabilitas, memiliki penyakit kejiwaan atau hilang ingatan. Dalam praktiknya, proses suntik mati dibantu oleh seorang dokter atau perawat yang memberikan pengobatan dalam dosis mematikan. Semua proses itu wajib dilakukan dalam pengawasan. 

Baca Juga: 7 Fakta Euthanasia, Menghentikan Rasa Sakit Berlebihan dengan Kematian

2. Sebagian warga Selandia Baru menyambut positif UU yang memperbolehkan suntik mati

Loloskan UU Eutanasia, Selandia Baru Perbolehkan Pasien Disuntik MatiPerdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern ketika berkampanye (ANTARA FOTO/REUTERS/Fional Goodall)

Hasil awal voting yang diumumkan hari ini, disambut baik oleh sebagian warga Selandia Baru. Salah satunya adalah Matt Vickers yang merestui agar istrinya Lecretia Seales disuntik mati. Menurut Vickers, hasil referendum itu mencerminkan belas kasih dan kebaikan yang ditunjukkan oleh mayoritas warga Selandia Baru. 

"Saya sangat bersyukur di mana warga Selandia Baru yang mengalami sakit dan tak lagi bisa diselamatkan, berhak menentukan nasib mereka sendiri bila ingin di-eutanasia," ujarnya. 

Saat masih hidup, Seales merupakan seorang pengacara yang sempat mengajukan gugatan untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan bantuan petugas medis. Ketika itu, ia divonis menderita tumor otak. Upayanya agar bisa disuntik mati secara legal kandas di pengadilan. Alhasil, ia meninggal dalam kondisi kesakitan lima tahun lalu di usia 42 tahun. 

Namun, perjuangannya untuk terus mengampanyekan agar pasien berhak memilih untuk disuntik mati tidak berhenti. Pada 2016, buku yang ditulis Seales berjudul "Lecretia's Choice: A Story of Love, Death and the Law" terbit. 

3. Warga Selandia Baru yang tak setuju khawatir UU itu mendorong orang untuk bunuh diri

Loloskan UU Eutanasia, Selandia Baru Perbolehkan Pasien Disuntik MatiIlustrasi warga meninggal (IDN Times/Mia Amalia)

Sementara kelompok yang kontra, meminta agar disuntik mati bukan solusi bagi pasien yang mengalami penyakit kronis. Di luar gedung parlemen sempat muncul aksi protes tahun 2019 dan menentang undang-undang tersebut diberlakukan. Para demonstran membawa poster dengan tulisan "bantu kami untuk hidup bukan mati."

Kelompok yang menamakan diri Selandia Baru Bebas-Eutanasia, menilai proses suntik mati bisa membahayakan masyarakat. Salah satu yang menjadi kekhawatiran yaitu banyak warga yang justru ingin melakukan bunuh diri. Padahal, mereka sedang mencegah peristiwa semacam itu. 

Kekhawatiran lainnya yaitu, pasien yang sedang mengalami penyakit kronis justru memilih jalan suntik mati karena takut menjadi beban untuk anggota keluarganya yang lain. Oleh sebab itu, penentang undang-undang yang memperbolehkan suntik mati, mengaku kecewa dengan sikap parlemen. 

Dalam pernyataan tertulis, mereka mengatakan parlemen bisa saja meloloskan undang-undang yang lebih aman dengan melakukan perubahan. Selain Selandia Baru, beberapa negara seperti Belgia, Kanada, Luksemburg, dan Kolombia. Sementara, di Swiss, diberlakukan aturan di mana aksi bunuh diri yang dibantu oleh orang lain diizinkan. 

Baca Juga: Selandia Baru Berhasil Kalahkan COVID-19 Dua Kali, Apa Rahasianya?

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya