Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Anak-anak di Gaza. (twitter.com/@UNICEF)
Anak-anak di Gaza. (twitter.com/@UNICEF)

Intinya sih...

  • Sebanyak 42 ribu orang Palestina tewas dalam konflik Israel-Hamas di Gaza, termasuk 16 ribu anak-anak.
  • 66 persen infrastruktur di Gaza hancur total, menyebabkan 1,9 juta orang mengungsi dan ekonomi Gaza anjlok hingga 24 persen.
  • Ada 492 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Gaza, dengan 19 dari 36 rumah sakit tak berfungsi dan kurangnya mekanisme evakuasi medis.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pada Senin (7/10/2024) dunia memperingati setahun konflik Israel-Hamas di Gaza. Tepat hari itu, setahun yang lalu, Hamas melancarkan sebuah serangan awal terhadap Israel. Serangan tersebut menewaskan setidaknya 1200 warga Israel. 250 lainnya disandera oleh Hamas.

Serangan dan penyanderaan ini membuat Israel kemudian melancarkan serangan balasan terhadap Hamas di Gaza. Dengan membabibuta, Israel berusaha mengeliminasi secara total Hamas dari wilayah itu.

Namun yang paling terdampak dari serangan tersebut adalah warga sipil. Kelaparan, masalah kesehatan, hingga fasilitas publik yang hancur menjadi dampak yang sangat signifikan dirasakan akibat serangan itu.

Lalu, bagaimana saja kondisi Gaza setelah konflik setahun terakhir? Bagaimana dampaknya terhadap kemanusiaan di Gaza? Berikut ulasannya.

1. Jumlah korban meninggal di Gaza terus meningkat

Pemberian vaksin polio untuk anak-anak di Jalur Gaza selama konflik masih terus berlangsung pada September 2024. (x.com/@UNRWA)

Dilansir New Humanitarian, konflik di Gaza telah menelan puluhan ribu korban jiwa. Di pihak Palestina, jumlah korban kini hampir mencapai 42 ribu orang. Sebanyak 16 ribu orang di antaranya merupakan anak-anak.

Sementara itu, jumlah korban yang terluka hampir mencapai 100 ribu orang, dan lebih dari 10 ribu orang hilang menurut Otoritas Kesehatan Gaza.

Adapun jumlah pengungsi juga semakin meningkat, di mana 1,9 juta orang atau atau 90 persen dari populasi telah mengungsi dari rumah-rumah mereka di Gaza.

2. Gaza menjadi tak layak huni

Api dan asap membubung selama serangan udara Israel di tengah maraknya kekerasan Israel-Palestina, di Jalur Gaza selatan (11/5/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS / Ibraheem Abu Mustafa/aww)

Laporan Institute for Training anda Research PBB (UNITAR) yang dipublikasikan pada 30 September lalu mengungkap bahwa dua per tiga infrastruktur di Gaza kini hancur total.

Pusat Satelit Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNOSAT) membandingkan citra yang diambil pada tanggal 3 dan 6 September 2024 di mana data memberikan gambaran komprehensif tentang evolusi kerusakan.

Dari pantauan itu tercatat, 66 persen bangunan rusak di Jalur Gaza. Angka itu terdiri dari 163.778 bangunan, yang mencakup 52.564 bangunan yang hancur, 18.913 rusak parah, 35.591 bangunan yang mungkin rusak, dan 56.710 bangunan yang terkena dampak sedang.

Kondisi kehancuran total ini membuat Gaza menjadi tempat yang tak layak huni. Operasi militer yang sedang berlangsung telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi, menghentikan kegiatan ekonomi dan semakin memperburuk kemiskinan dan pengangguran.

Sebagaimana yang catatkan UNCTAD bahwa akibat dari konflik ini, ekonomi Gaza anjlok hingga 24 persen pada 2023, mendekati krisis pada 1994.

Lebih dari dua juta warga Gaza terkurung di salah satu wilayah terpadat di dunia tersebut. Mereka menderita akses yang tidak memadai terhadap air bersih, penyediaan listrik yang sporadis, dan tanpa sistem pembuangan limbah yang layak. Hal ini berefek pada kondisi kesehatan yang buruk di wilayah itu.

3. Fasilitas kesehatan hancur total

Suasana Rumah Sakit di Gaza. (twitter.com/@ICRC)

Hancurnya infrastruktur turut berimbas pada pelayanan kesehaatan di Gaza. Dalam banyak kasus, rumah sakit dan kawasan pengungsi turut menjadi sasaran serangan Israel.

Badan PBB untuk Palestina atau UNRWA mencatat, pada pertengahan September 2024 ada 492 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Gaza. Badan tersebut juga mengatakan bahwa kini 19 dari 36 rumah sakit di Gaza tak berfungsi. Sementara 17 lainnya masih berfungsi secara parsial.

Dilansir OCHA, kurangnya mekanisme sistematis untuk evakuasi medis pasien yang sakit kritis dan terluka dari Gaza mengakibatkan daftar tunggu yang terus bertambah. Hingga 30 September, diperkirakan 12 ribu pasien memerlukan evakuasi medis karena kondisi klinis banyak pasien yang memburuk.

Salah satu respons yang dilakukan dalam hal ini adalah dibentuknya tim medis darurat (EMT) di beberapa wilayah. Tercatat, ada 15 EMT yang mendukung tenaga kesehatan setempat. Tiga di antaranya di Gaza utara, wilayah yang paling krisis.

Kepadatan penduduk di lokasi pengungsian, buruknya kondisi air, kebersihan, dan sanitasi, serta kurangnya kebutuhan pokok berkontribusi terhadap berisiko meningkatnya masalah kesehatan reproduksi dan kerentanan terhadap kekerasan berbasis gender, serta eksploitasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team