Jakarta, IDN Times - Adeb al-Ansari, kini berusia 50-an tahun, setiap pagi berjalan dari rumahnya, tak jauh dari Masjid Al Aqsa, di kawasan kota tua Yerusalem. Penerus keturunan Ansari ini tinggal di rumah Mamluk, di permukiman Muslim di kota tua.
Pagi itu, bapak lima anak itu mengenakan jaket kulit warna hitam, berjalan lima menit menuju ke pintu al-Ghawanmeh, salah satu gerbang kompleks Al Aqsa, yang juga disebut Haram al-Sharif.
Adeb melewati penjagaan ketat yang dilakukan tentara Israel yang ditugasi memastikan kaum Yahudi tak memasuki masjid suci ketiga bagi umat Muslim.
Rutinitas itu dilakukan Adeb, meneruskan apa yang dilakukan ayahnya, kakek moyangnya. Keluarga Ansari mengklaim mendapatkan mandat mengurusi masjid suci itu dari masa Khalifah Umar. Posisi ini dikonfirmasi pada era Sultan Saladin.
Setiap pagi, Ansari membuka kunci empat gerbang utama Masjid Kubah Emas (Dome of the Rock), dan 10 pintu ke Al Aqsa. Masjid dibuka satu jam sebelum salat Subuh. Dia juga menyalakan lampu-lampu masjid yang jumlahnya banyak sekali.
“Pada mulanya seperti sebuah pekerjaan rutin semata, kemudian menjadi profesi turun-temurun di keluarga dan tanggung jawab yang luar biasa. Begitu pun di atas itu semua adalah sebuah pekerjaan yang mulia dan sakral. Masalahnya, penghasilan (saya) dari ini gak mencukupi. Jadi saya juga bekerja sebagai penerima tamu di hotel di Bukit Zaitun,” kata Adeb, sebagaimana dimuat di buku “Jerusalem the Biography”. Buku laris ini ditulis Simon Sebag Montefiore dan diterbitkan pertama kali pada 2011.
Ribuan tahun sejak berdirinya masjid suci di bukit suci itu, potensi konflik masih membara, begitu pula klaim atas penguasaan Yerusalem. Konflik yang membuat umat Islam seringkali sulit mengunjungi masjid sucinya.
Bagaimana situasi terkini di kota suci, digambarkan dalam sebuah tulisan oleh Adnan Abu Amer, dimuat di laman Al-Jazeera, 11 Mei 2019.
Adnan, doctor yang memimpin departemen ilmu politik di Universitas Ummah di Gaza, Palestina memulai tulisannya dengan mengatakan, “Deklarasi Donald Trump bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel memperkuat konflik untuk perwalian atas kota suci.”
Menurut dia, setelah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besar Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem, perdebatan tentang siapa yang menguasai kota dan tempat-tempat suci di kota itu kembali muncul.
“Banyak yang menyalahkan Trump atas bentrokan yang berkembang dengan mencela Israel dan menarik kembali diplomat dari negaranya. Namun, sementara ada konflik besar antara Israel dan Palestina atas Yerusalem, ada juga perjuangan kedua atas kepemilikan Al-Aqsa, tempat tersuci ketiga di agama Islam,” ujar Adnan.
Di bawah ini adalah poin-poin pendapat Adnan Abu Amer tentang suasana perebutan penguasaan atas Al Aqsa.