Eks Menlu RI: Lima Poin Konsensus Bisa 'Ikat Tangan' Junta Myanmar

Eks Menlu RI Marty Natalegawa bicara soal konflik Myanmar

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan bahwa formula Lima Poin Konsensus (5PC) yang digunakan ASEAN untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politik, masih sangat relevan hingga saat ini.

Namun, ASEAN tetap harus bekerja ekstra keras untuk mewujudkan konsensus tersebut. Di sisi lain, formula 5PC ini bisa ‘mengikat’ junta militer Myanmar.

“Saya kira 5PC ini penting, tidak hanya dari segi substansi tapi juga kenyataannya bisa mengikat tangan junta militer,” kata Marty, ketika ditemui di Jakarta, Senin (13/2/2023).

1. ASEAN bisa desak tanggung jawab dari Myanmar

Eks Menlu RI: Lima Poin Konsensus Bisa 'Ikat Tangan' Junta MyanmarMenteri Luar Negeri RI 2009-2014 Marty Natalegawa. (IDN Times/Sonya Michaella)

Formula 5PC ini juga disepakati oleh junta militer Myanmar pada April 2021 di Jakarta, dua bulan setelah kudeta pecah di negara tersebut. Di bawah 5PC ini, Marty mengatakan bahwa ASEAN sangat mungkin untuk meminta pertanggungjawaban Myanmar.

“Tidak cukup untuk kita berharap dan menunggu tindakan dari junta Myanmar karena banyak langkah-langkah yang bisa dilakukan ASEAN untuk pelaksanaan 5PC,” ucap menlu RI periode 2009-2014 ini.

Marty memberikan contoh di poin pertama, yang menyebutkan penghentian kekerasan di Myanmar.

“ASEAN bisa kirim tim monitor atau melakukan pemantauan seberapa jauh komitmen tersebut dilaksanakan,” tuturnya.

Marty juga menilai bahwa ASEAN bisa mendorong Dewan Keamanan PBB untuk menciptakan otoritasi guna memonitor pelaksanaan 5PC tersebut.

“Perlu adanya dialog antar pihak-pihak terkait di Myanmar,” lanjut Marty.

Baca Juga: Panglima TNI Siapkan Jenderal yang Paham Diplomasi ke Myanmar

2. Buah simalakama tidak diundangnya Myanmar ke pertemuan ASEAN

Eks Menlu RI: Lima Poin Konsensus Bisa 'Ikat Tangan' Junta MyanmarKursi Myanmar kosong di AMM Retreat 2023. (IDN Times/Sonya Michaella)

Terkait tidak diundangnya Myanmar ke setiap pertemuan ASEAN, menurut Marty, ini adalah sikap ASEAN terhadap isu konflik negara ini.

“Namun faktanya, ini menjadikan Myanmar keenakan dan tidak bisa diminta pertanggungjawaban,” tegas Marty lagi.

Dengan tidak hadirnya Myanmar di semua pertemuan ASEAN sejak dua tahun lalu, ini menandakan bahwa negara tersebut diisolasi. Tetapi, Marty menyebut isolasi adalah zona nyaman mereka.

3. ASEAN harusnya tunjuk utusan khusus tetap

Eks Menlu RI: Lima Poin Konsensus Bisa 'Ikat Tangan' Junta MyanmarPara Menlu ASEAN memakai batik di pertemuan AMM Retreat. (IDN Times/Sonya Michaella)

Sementara itu, sejumlah pengamat menilai seharusnya ASEAN menunjuk satu utusan khusus atau special envoy yang tetap. Sejak kudeta pecah di Myanmar, utusan khusus ASEAN selalu berganti mengikuti keketuaan negara anggotanya yang juga berganti setiap satu tahun.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dewi Fortuna Anwar mengatakan, seharusnya ASEAN bisa menunjuk utusan khusus tetap untuk membantu Myanmar keluar dari krisis.

“Rotasi tiap tahun karena ketua ASEAN juga berganti setiap tahun ini menyebabkan special envoy itu sendiri tidak membuahkan hasil,” kata Dewi, dalam diskusi beberapa waktu lalu.

Selain itu, lamanya tugas utusan khusus juga harusnya bisa diberikan jangka waktu panjang agar bisa fokus membantu Myanmar keluar dari krisis politik berkepanjangan ini.

Baca Juga: Atasi Krisis Myanmar, ASEAN Harusnya Tunjuk Utusan Khusus yang Tetap 

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya