Pengungsi Afghanistan di RI Dianugerahi Penghargaan Taiwan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Seorang pengungsi sekaligus karateka Afghanistan yang tinggal di Indonesia mendapat penghargaan dari Yayasan Budaya dan Pendidikan Chou Ta-Kuan (CTK) dan pemerintah Taiwan. Pengungsi Afghanistan bernama Meena Asadi ini merupakan grand master karate dunia.
Penghargaan diberikan secara simbolis oleh Kepala TETO untuk Indonesia, John Chen, pendiri Yayasan CTK Chin Hua Chou dan Ketua Yayasan CTK Ying Ian Guo di kantor TETO, Jakarta, Selasa (24/1/2022) lalu.
Baca Juga: Seru! Pengungsi Afghanistan di Kupang Ikut Lomba Makan Kerupuk
1. Memiliki semangat hidup yang patut dicontoh
Chen mengungkapkan, semangat hidup Asadi sangat patut dicontoh. Pasalnya, ia hidup di Indonesia sebagai pengungsi namun masih mau belajar dan mengajari karate kepada kaum perempuan.
“Asadi telah memberikan contoh yang baik dalam menjalani hidup,” kata John, dalam konferensi pers di Jakarta.
Asadi adalah karateka perempuan pertama di Afghanistan yang dianugerahi Love of Life Medal dari Taiwan.
Baca Juga: Mengubur Harap Pengungsi Afghanistan di Puspa Agro
2. Memperjuangkan kesetaraan gender
Asadi juga dianggap memperjuangkan kesetaraan gender. Ia berhasil memenangkan sejumlah kompetisi internasional karate perempuan.
“Saya berharap saya bisa membuat perempuan-perempuan Afghanistan lainnya juga bangkit dan bersemangat. Saya persembahankan penghargaan ini untuk semua perempuan Afghanistan,” tutur Asadi.
Perempuan di Afghanistan kini memang terbelenggu oleh aturan ketat dari pemerintahan Taliban yang berkuasa. Mereka tidak diperbolehkan sekolah, melanjutkan pendidikan ke universitas serta bekerja di LSM.
Baca Juga: Presiden Taiwan Surati Paus: Perang dengan China Bukan Opsi!
3. Mendirikan klub karate di Indonesia
Sejak usianya 12 tahun, Asadi telah menjadi pengungsi di Pakistan karena adanya diskriminasi dan perang di Afghanistan. Sempat kembali ke Afghanistan, pada 2015, akhirnya ia memutuskan untuk mengungsi ke Indonesia.
Di Indonesia, walaupun statusnya sebagai pengungsi, ia berhasil mendirikan Cisarua Refugee Shotokan Karate Club untuk menampung para minat pengungsi yang ingin belajar karate.