Seram! Angka Kematian COVID-19 di China Hampir 60 Ribu Kasus

Kasus ini dihitung dari awal Desember 2022

Jakarta, IDN Times - China telah melaporkan hampir 60 ribu kematian akibat virus COVID-19 sejak awal Desember 2022, setelah sekian lama tak merilis data terkait penyebaran virus ini.

Angka ini dihitung sejak sebulan lalu di mana Komisi Kesehatan Nasional China mencatat adanya 59.938 kematian dari 8 Desember 2022 hingga 12 Januari 2023.

Komisi kesehatan ini menyebut ada 5.503 kematian akibat gagal napas karena virus COVID-19.

Baca Juga: Daftar Negara yang Wajibkan Tes COVID-19 pada Pengunjung dari China

1. Angka kematian besar pertama yang dirilis China

Seram! Angka Kematian COVID-19 di China Hampir 60 Ribu KasusSeorang anggota staf berjalan melewati sebuah sketsa Presiden China Xi Jinping memakai masker pelindung (ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song)

Dilansir dari Al Jazeera, Senin (16/1/2023), angka kematian ini merupakan yang pertama dirilis China sejak pencabutan pembatasan pada awal Januari 2023 kemarin.

Namun, angka kematian hampir menyentuh angka 60 ribu ini juga diduga bukan angka sebenarnya, melainkan kasus kematian di Negeri Tirai Bambu disinyalir bisa lebih dari angka tersebut.

Usia rata-rata pada saat kematian adalah 80,3 tahun, dengan sekitar 90,1 persen pasien yang meninggal berusia 65 tahun ke atas, dan sekitar 56,5 persen pasien yang meninggal berusia 80 tahun ke atas. 

Lebih dari 90 persen kematian melibatkan penyakit bawaan, termasuk penyakit kardiovaskular, tumor stadium lanjut, penyakit serebrovaskular, penyakit pernapasan, penyakit metabolik, dan insufisiensi ginjal.

Baca Juga: China-Filipina Sepakat Atasi Sengketa Laut China Selatan Secara Damai

2. China bebas karantina dan PCR

Seram! Angka Kematian COVID-19 di China Hampir 60 Ribu KasusPetugas memeriksa tiket penumpang pesawat maskapai China Southern Airlines. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Komisi Kesehatan Nasional China juga mengumumkan bahwa para wisatawan atau pelajar pun pebisnis yang akan masuk ke China hanya memerlukan tes PCR yang dilakukan 48 jam sebelum penerbangan. Mereka juga tak lagi diwajibkan untuk karantina.

Salah satu pemicu pelonggaran aturan ini adalah protes warga pada akhir tahun lalu. Mereka mulai merasa frustasi karena lockdown dan tes antigen terus menerus setiap harinya.

Dengan dilonggarkannya aturan ini, China pun mulai menerima wisatawan asing masuk per tahun ini. Selama pandemik, tepatnya sejak Maret 2020, China menutup perbatasannya untuk turis. Pelajar pun belum diperbolehkan kembali ke Negeri Tirai Bambu dan semua kegiatan belajar mengajar dilaksanakan daring.

Baca Juga: Pakar: Wabah COVID-19 di China Menggila hingga 3 Bulan ke Depan

3. Kasus COVID-19 sulit dilacak

Seram! Angka Kematian COVID-19 di China Hampir 60 Ribu KasusSeorang pekerja memakai masker pelindung dan pelindung wajah saat tur media yang diselenggarakan pemerintah di Rumah Sakit Tongji menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID-19), di Wuhan, provinsi Hubei, China, Kamis (3/9/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Namun, dengan longgarnya sejumlah aturan di China, kasus COVID-19 di negara tersebut juga sulit dilacak.

“Banyak orang tanpa gejala sudah tidak tes antigen lagi. Sehingga memang jumlah kasus sebenarnya ini susah dideteksi,” kata komisi kesehatan tersebut.

Selain pengurangan tes PCR, lockdown di kota-kota di Negeri Tirai Bambu tersebut juga akan dikurangi. Penderita COVID-19 yang tidak parah bisa diisolasi di rumah dan tidak harus pergi ke fasilitas isolasi yang telah disediakan pemerintah.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya