Soal Penghentian Ekspor Biji-Bijian, Jerman: Rusia Tak Tanggung Jawab

Ekspor biji-bijian ini dari Ukraina lewat Laut Hitam

Jakarta, IDN Times - Kanselir Jerman Olaf Scholz mengomentari keputusan Rusia untuk menghentikan kesepakatan ekspor biji-bijian Ukraina lewat Laut Hitam. Scholz mengatakan, aksi Rusia ini merupakan sinyal buruk bagi dunia.

"Fakta bahwa Rusia tidak ingin memperpanjang kesepakatan biji-bijian ini merupakan 'pesan buruk' ke seluruh dunia," kata Scholz, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (18/7/2023).

"Semua orang akan paham apa maksud dari keputusan tersebut. Ini adalah tindakan yang sangat berkaitan dengan fakta bahwa Rusia tidak merasa bertanggung jawab dan tidak tahu bagaimana hidup berdampingan di dunia," lanjut Scholz.

Baca Juga: PBB Gertak Balik Rusia soal Ancaman Setop Ekspor Biji-Bijian dan Pupuk

1. Rusia merasa tidak ada implementasi dari kesepakatan tersebut

Soal Penghentian Ekspor Biji-Bijian, Jerman: Rusia Tak Tanggung JawabJuru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. (Twitter.com/Russian Embassy in USA)

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengatakan Rusia memutuskan tidak melanjutkan kesepakatan yang sempat dikawal PBB dan Turki tersebut, karena hingga kini tidak ada implementasinya.

Masa berlaku kesepakatan biji-bijian Laut Hitam ini berakhir pada Senin (17/7/2023). Moskow pun memutuskan tidak melanjutkan kesepakatan.

“Perjanjian Laut Hitam tidak berlaku lagi mulai hari ini. Perjanjian itu juga belum diimplementasikan, jadi dihentikan,” ujar Peskov.

Baca Juga: Diamuk Petani, Polandia Setop Impor Biji-bijian Ukraina hingga 30 Juni

2. Tidak ada hubungannya dengan ledakan Krimea

Namun, Peskov menegaskan penangguhan ini tidak ada hubungannya dengan ledakan di Krimea yang menewaskan dua orang.

“Keputusan Kremlin sudah dibuat sebelum ledakan itu terjadi,” tegas Peskov.

Peskov menambahkan, Kremlin juga sudah memberitahu PBB, Ukraina, dan Turki, tentang keputusan terbaru soal ekspor biji-bijian tersebut.

Baca Juga: Putin: Rusia Tangguhkan Ekpor Biji-bijian karena Ukraina Bandel

3. Ada pusat pemantauan di Istanbul

Setahun lalu, Sejumlah pejabat PBB memuji kesepakatan ini, terutama dari pihak Rusia dan Ukraina. Mereka melihat implementasi rencana cukup cepat, apalagi kesepakatan dibuat setelah invasi Rusia ke Ukraina terjadi.

Pusat pemantauan pergerakan kapal pun dibangun di Istanbul, Turki. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pejabat Ukraina akan memandu kapal melalui jalur yang aman untuk menuju tiga pelabuhan utama, termasuk Pelabuhan Odesa yang juga dibombardir pasukan Moskow.

Kemudian kapal akan keluar dari teritorial Ukraina di Laut Hitam, transit di Selat Bosphorus dan masuk ke pelabuhan Turki untuk diperiksa. Selanjutnya, kapal-kapal tersebut baru berlayar ke tujuan masing-masing.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya