Tentara Arakan Klaim Rebut Komando dan Tahan Personel Junta Myanmar

Kelompok pemberontak mulai memerangi junta militer

Intinya Sih...

  • Kelompok Tentara Arakan merebut komando militer junta Myanmar di Rakhine, menahan sejumlah personel militer.
  • Peperangan kembali berkobar di Rakhine sejak akhir 2023, kelompok pemberontak membuat junta militer terpojok.
  • Junta menerbitkan UU Wajib Militer yang memicu ribuan warga laki-laki Myanmar kabur ke perbatasan.

Jakarta, IDN Times - Kelompok etnis bersenjata Myanmar, Tentara Arakan, mengeklaim berhasil merebut komando militer milik junta militer Myanmar di sebelah barat negara bagian Rakhine. Mereka juga mengaku menahan sejumlah personel junta militer.

Melansir Channel News Asia, Selasa (7/5/2024), peperangan kembali berkobar di Rakhine sejak akhir 2023. Kelompok pemberontak mulai membuat junta militer terpojok. 

Gerakan ini merupakan yang terbaru sejak kudeta melanda negara tersebut pada 2021.

Junta Myanmar memang masih menguasai ibu kota Sittwe, Rakhine, tetapi Tentara Arakan ini dilaporkan telah berhasil menduduki beberapa distrik di dalamnya, termasuk komando di perbatasan dekat India-Bangladesh.

1. Siapa Tentara Arakan?

Tentara Arakan ini merupakan satu dari sekian banyak kelompok pemberontak etnis minoritas di wilayah perbatasan Myanmar.

Beberapa kelompok minoritas bahkan sudah berperang melawan junta sejak 1948. Tentara Arakan yang terus berjuang melawan kekuasaan militer mengeklaim upayanya ini untuk memperjuangkan kesejahteraan warga Rakhine.

Pada 2019, sempat terjadi bentrokan antara Tentara Arakan dan junta Myanmar di mana sekitar 200 ribu orang mengungsi. Sebelumnya, pada 2017 juga pecah bentrokan di mana junta Myanmar memaksa warga Rohingya di Rakhine untuk keluar dari wilayah tersebut.

Baca Juga: India Deportasi Pengungsi Myanmar yang Melarikan Diri dari Kudeta 2021

2. Junta larang warga laki-laki Myanmar kerja di luar negeri

Tentara Arakan Klaim Rebut Komando dan Tahan Personel Junta Myanmarilustrasi kota Yangon, Myanmar (Unsplash.com/Harish Shivaraman)

Junta militer Myanmar menerbitkan aturan yang melarang warga laki-laki untuk bekerja di luar negeri. Langkah ini menyusul Undang-Undang (UU) Wajib Militer Myanmar yang baru saja dirilis.

Akibat UU Wajib Militer ini, ribuan warga laki-laki Myanmar berusaha untuk meninggalkan negaranya karena tak mau ikut wajib militer.

“Kementerian Tenaga Kerja Myanmar telah menangguhkan sementara penerimaan lamaran laki-laki yang ingin bekerja di luar negeri,” sebut kementerian tersebut.

Menurut data dari Organisasi Buruh Internasional pada 2020, lebih dari 4 juta warga Myanmar bekerja di luar negeri.

Baca Juga: Pejuang Minoritas Myanmar Bentrok dengan Junta di Perbatasan Thailand

3. Harus wamil selama dua tahun

UU baru yang dirilis junta militer Myanmar ini membuat warganya kabur ke perbatasan. UU ini mewajibkan seluruh laki-laki berusia 18-35 tahun dan perempuan berusia 18-27 tahun untuk bertugas selama dua tahun.

UU tersebut juga menetapkan, dalam kondisi darurat, masa kerja bisa diperpanjang sampai lima tahun. Jika mengabaikan panggilan darurat untuk bertugas, mereka bisa dipenjara.

Junta Myanmar mengklaim, wajib militer tersebut untuk menghalau kondisi konflik di negara itu. Militer diharuskan memerangi Pasukan Pertahanan Rakyat dan kelompok bersenjata etnis minoritas.

“Sekitar 13 juta orang memenuhi syarat untuk ikut. Tapi per tahun hanya 50 ribu orang untuk dilatih,” kata jubir junta Myanmar.

Topik:

  • Dheri Agriesta

Berita Terkini Lainnya