[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis 

Wawancara khusus IDN Times dengan Dubes Rusia di Jakarta

Jakarta, IDN Times - Hampir tujuh bulan sudah konflik antara Rusia dan Ukraina berjalan dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Bahkan Ukraina menyatakan telah merebut sekitar delapan ribu kilometer wilayahnya dari tangan Rusia. 

Bagaimana perkembangan konflik ini dan kapan akan berakhir? Berikut wawancara khusus IDN Times dengan Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. 

Baca Juga: Rusia Tetapkan Partai Oposisi Tajikistan sebagai Teroris

Sudah lebih dari 6 bulan operasi militer Rusia di Ukraina. Bagaimana kondisi terkini dan bagaimana progres dialog diplomatik Rusia-Ukraina?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Ya, memang, sudah enam bulan operasi kami berjalan dengan manta, dan kami tidak ragu untuk mencapai tujuan kami. Tujuannya adalah demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.

Adapun pembicaraannya, sayangnya, dihentikan dan itu dari pihak Ukraina. Terakhir dialog berjalan pada April, kalau saya tidak salah. Dan sejak itu, pihak Ukraina menolak untuk negosiasi kembali.

Apa yang kita lihat bahwa mereka sangat dihasut oleh Barat, yang menyerukan Ukraina untuk melanjutkan perang sampai kemenangan militer mereka tercapai. Tentu saja, itu adalah tujuan yang sama sekali tidak realistis.

Jadi pertanyaannya adalah, mengapa pemerintah di Kiev mengorbankan rakyatnya sendiri untuk menyenangkan Barat dan mencoba mencapai tujuan yang tidak realistis ini?

Jadi kami akan siap melanjutkan dialog dengan Kiev untuk membahas kondisi sebenarnya yang sudah disetting Rusia di Ukraina.

Ukraina mengatakan bahwa mereka telah merebut wilayah mereka lagi, yaitu Kherson dan berhasil memukul mundur pasukan Rusia. Jadi apakah ini akhir dari operasi militer?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Seorang prajurit Ukraina mengambil posisi di pangkalan udara militer Vasylkiv di wilayah Kiev, Ukraina, Minggu (27/2/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Maksim Levin.

Tentu tidak. Pertama-tama, mereka tidak sama sekali merebut kembali wilayah itu. Mereka mencoba melancarkan serangan, tapi gagal. Namun memang masih ada serangan. Tapi sangat jelas bahwa ini tidak akan terjadi. Dan dalam arti tertentu, ’serangan’ ini lebih banyak soal memberikan informasi daripada di kehidupan nyata.

Dan tentu saja, Kherson tidak akan diambil kembali oleh Ukraina. Dan sebenarnya mengapa mereka meluncurkan serangan ini karena orang-orang Kherson telah menyatakan bahwa mereka ingin menyelenggarakan referendum di wilayah ini untuk bergabung dengan Rusia. Jadi tujuan dari serangan ini adalah untuk mengecah hal ini terjadi.

Dan Kiev juga memeras penduduk di daerah ini, mereka mengatakan bahwa jika mereka akan menggela referendum, jika mereka menyatakan keinginan mereka untuk referendum, mereka bisa dikenai tuntutan pidana, hingga 12 tahun penjara, yang tentu saja, benar-benar tidak masuk akal.

Tapi sekali lagi, serangan Ukraina gagal. Dan tentu saja, Kherson tidak akan kembali ke Ukraina.

Lalu soal akses kemanusiaan, apakah benar Ukraina menghalangi akses kemanusiaan tersebut?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Para pengungsi Ukraina yang berada di perbatasan Ukraina-Polandia. (twitter.com/PLPermRepEU)

Oh iya itu benar. Anda tahu, sejak awal operasi militer, Rusia berusaha membuka jalur kemanusiaan bagi warga sipil untuk dapat meninggalkan area operasi militer dan apa yang kita lihat bahwa Ukraina mencegahnya.

Mereka bahkan membunuh orang-orang yang mencoba melewati jalur kemanusiaan ini. Begitulah cara mereka beroperasi. Mereka tidak menyelamatkan orang-orang mereka sendiri, berbeda dengan Rusia.

Beberapa orang bahkan bertanya, mengapa operasi militer berjalan? Tidak secepat itu bisa terjadi. Tentu saja alsannya adalah karena kami mencoba menyelamatkan penduduk sipil.

Anda tahu, jika kita melihat, misalnya Amerika melakukan banyak operasi militer mereka. Mereka mengebom, menghancurkan segalanya kemudian pasukan datang dan semuanya hancur, warga sipil terbunuh dan infrastruktur sipil hancur. Bukan itu yang dilakukan Rusia.

Kami mencoba menyelamatkan warga, yang menjadi korban dalam tragedi ini. tentu saja karena kami melihat Ukraina sebagai saudara dan saudari kami. Mereka sama, sebenarnya.

Jadi itu benar. Sekali lagi, ini menyoroti rezim Kiev di mana mereka tidak menyelamatkan rakyatnya sendiri.

Baca Juga: Dubes Ukraina: Kami Harus Bunuh Orang Rusia Sebanyak Mungkin

Dalam konflik ini, bagaiman menurut Anda soal peran Barat yang kita tahu membantu Ukraina melawan Rusia?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva. (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Peran mereka sangat penting, menurut saya. Sayangnya dalam konflik ini, Ukraina bukan aktor, melainkan korban. Mereka jadi korban dari kebijakan Barat dan juga korban dari pemerintah mereka sendiri, yang merupakan boneka Barat, Brussels dan Washington. Mereka hanya melakukan apa yang sekutu Barat perintahkan.

Alih-alih Barat mendesak Ukraina untuk dialog dengan Rusia, mereka malah menghasut untuk memenangkan operasi militer ini dan itu tidak mungkin, semua orang tahu itu.

Kami mengatakan bahwa Barat siap untuk berperang melawan Rusia sampai orang Ukraina terakhir dan itu adalah tragedi lagi bagi rakyat Ukraina, yang menjadi korban lagi. Juga kebijakan kriminal rezim Kiev dan dihasut oleh Barat. NATO dan sekutu mereka.

Bagaimana dengan begitu banyak sanksi yang dijatuhkan ke Rusia? Mengganggu ekonomi dan perdagangan Rusia kah?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Ilustrasi Moskow, Rusia (IDN Times/Uni Lubis)

Sanksi tentu saja itu ilegal. Ini merupakan pelanggaran mutlak terhadap setiap norma dan aturan hukum internasional dari peraturan World Trade Organization (WTO). Karena satu-satunya badan di dunia yang memiliki hak untuk menjatuhkan sanksi itu adalah Dewan Keamanan PBB dan sanksi sepihak sama sekali tidak sah.

Sanksi mereka tidak bekerja. Pertama-tama, apa sebenarnya sanksi ini untuk membuat pemerintah mengubah kebijakannya? Apakah kebijakan pemerintah berubah? Tidak. Jika Anda tahu, Rusia bukanlah negara pertama yang terkena sanksi. Iran, Venezuela atau Kuba, mereka disanksi selama 60 tahun.

Apakah itu mengubah kebijakan mereka? Tidak. Sasaran sanksi ini untuk membuat oprang menderita sehingga mereka menentang pemerintahnya sendiri dan kemudian pemerintahan berubah. Apakah itu terjadi di Rusia? Tidak.

Menurut survei opini publk, lebih dari 80 persen orang Rusia mendukung apa yang kami lakukan di Ukraina dan mendukung Presiden Putin. Tentu saja, saya tidak mengatakan bahwa sanksi ini tidak mempengaruhi ekonomi. Tapi tidak banyak dan besar.

Saya baru saja kembali dari Moskow. Di sana saya singgah selama lima pekan di Moskow dan kehidupan berjalan normal di sana. Tentu saja ada kenaikan harga sedikit daripada sebelumnya karena kesulitan logistik untuk membawa barang ke Rusia, tetapi kami masih bisa memproduksi sendiri hampir semua yang kami butuhkan. Kami menghasilkan energi dan pangan.

Jika Anda pergi ke toko swalayan di Moskow, Anda akan menemukan semuanya. Susu, roti, keju, daging. Tidak ada kekurangan pasokan di Rusia. Tentu segalanya akan lebih baik jika tidak ada sanksi, tetapi ekonomi Rusia terbukti tangguh. Kebijakan pemerintah juga membantu mengurangi dampak sanksi tersebut.

Anda tahu jika melihat peta, Rusia adalah negara terbesar di dunia, kami memiliki wilayah yang sangat besar. Kami memiliki populasi yang berpendidikan. Kami punya industri, teknologi.

Jika kami tidak mengimpor lagi, saya yakin kami bisa memproduksinya sendiri. Tentu saja saya tidak mengatakan bahwa kami akan mengisolasi diri, dan memang tidak.

Karena kami memiliki banyak mitra di dunia, termasuk ASEAN, Indonesia, negara-negara Afrika, Amerika Latin, yang bersedia bekerja sama dengan Rusia, di mana mereka semua tidak memberlakukan sanksi ke Rusia. Jadi ekonomi kami sedang menyesuaikan diri dengan situasi baru ini dan semoga ke depannya bisa lebih baik lagi.

Baca Juga: Eropa Terancam Membeku, Rusia: Salahkan Amerika Serikat!

Bagaimana Anda menilai kunjungan Presiden Joko Widodo ke Moskow dan bertemu Presiden Vladimir Putin dan Indonesia menyebutnya sebagai misi perdamaian?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Presiden Jokowi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kremlin, Moskow (dok. Sekretariat Presiden)

Ya, tentu saja kami sangat menghargai upaya Presiden Widodo dalam situasi ini. Tapi sayang, Ukraina yang tidak mau. Itu masalahnya.

Kunjungan Presiden Widodo ke Moskow dan beliau berbicara dengan presiden kami dalam situasi yang sangat baik. Dan ketika saya berada di Moskow minggu lalu, saya mendengar bahwa presiden kami sangat senang dengan kunjungan itu, dengan niat pemimpin Indonesia untuk mempromosikan kerja sama dengan negara kita.

Dan sekali lagi, kami juga sangat menghargai posisi Indonesia sebagai presiden G20. Indonesia juga telah mengundang presiden kami untuk datang ke KTT G20. Kami telah banyak berpartisipasi dalam pertemuan G20, seperti yang Anda tahu, Menteri Luar Negeri kami baru-baru ini pada Juli, datang ke Pertemuan Tingkat Menlu G20.

Ketua parlemen kami, Ibu Matvienko juga akan datang ke pertemuan parlemen G20 pada Oktober nanti. Jadi kunjungan tersebut sukses dalam konteks bilateral.

Tapi sayang untuk soal Ukraina, semuanya bermuara di posisi Ukraina dan Barat. Sekutu Barat yang sebenarnya tidak mengizinkan Ukraina untuk terlibat dalam pembicaraan damai dengan Rusia.

Seiring dengan Presidensi Indonesia di G20, Apakah Presiden Putin akan datang ke KTT G20 tahun ini?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Upacara pembukaan G20 Indonesia (g20.org)

Satu hal yang bisa saya sampaikan adalah undangan sudah disampaikan dan kami sangat senang. Jawaban dari Presiden Putin bahwa ia bersedia datang secara fisik.

Tapi, masih ada pertimbangan yang harus diperhatikan. Pernyataan dari Sekretaris Pers Presiden juga mempertimbangkan soal keamanan yang harus diperhatikan dan bagaimana operasi militer di Ukraina, lalu situasi COVID juga. Jadi kita lihat nanti.

Apakah ada kerja sama baru yang disepakati saat Presiden Jokowi ke Moskow kemarin?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis Presiden Jokowi bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kremlin, Moskow (dok. Sekretariat Presiden)

Sebenarnya banyak bidang kerja sama kita tidak hanya perdagangan, tentu tidak hanya perdagangan. Tentu kita juga siap menyuplai energi untuk minyak bumi ke Indonesia. Lalu hasil pertanian dan pupuk.

Terlepas dari semua sanksi dan semua kesulitan, kami berharap barang-barang semacam ini akan terus berlanjut. Sebenarnya apa yang disarankan Presiden, dibahas pada pertemuan bilateral kemarin bahwa perusahaan dan instansi pemerintah kita melihat pembangunan ibu kota baru, Nusantara. Anda tahu bahwa Jakarta dan Moskow adalah sister city.

Baru-baru ini, delegasi dari pemerintah Moskow berpartisipasi dalam salah satu pertemuan G20 tentang pembangunan perkotaan. Dan lagi, mereka siap untuk melihat bagaimana kita dapat berpartisipasi dalam proyek ini. Kita memiliki teknologi kota pintar.

Setiap saya berlibur ke Moskow, selalu ada perbuahan, misalnya sekarang kita banyak memiliki kendaraaan listrik yaitu bus listrik yang digunakan untuk transportasi umum. Jadi seperti yang kita dengar bahwa proyek di Nusantara adalah proyek hijau, jadi mungkin teknologi semacam ini bisa dan bagaimana Anda bisa mengubah transportasi biasa ke transportasi hijau. Kita bisa lihat dari teknologi itu.

Di Moskow juga kita punya sistem transportasi bawah tanah yang hebat dan diperluas setiap tahun di mana tiap tahunnya kita punya stasiun baru dan jalur baru saat ini sedang dibangun. Jadi saya pikir pengalaman kami di bidang infrastruktur transportasi bisa digunakan untuk proyek Nusantara.

Selain itu, kita melihat peluang kerja sama di bidang energi termasuk energi nuklir, pembuatan kapal, pesawat komersial, bangunan, farmasi dan masih banyak lagi. Kami memiliki potensi kerja sama yang besar, tentunya.

Bagaimana dengan hubungan masyarakat kedua negara?

[WANSUS] Dubes Rusia: Ukraina Mau Menang? Tak Realistis IDN Times/Uni Lubis

Oh tentu, ini juga bidang yang kita ada kerja sama. Kami menyediakan beasiswa untuk pelajar Indonesia dari pemerintah Rusia. Jumlah beasiswa juga ditingkatkan menjadi 261 dari 161, tetapi kami berusaha untuk menambahnya lagi karena kami melihat ada permintaan yang besar untuk pendidikan di Rusia.

Sekarang kami memiliki sekitar 700 mahasiswa Indonesia di Rusia. Saya telah melihat beberapa dari mereka di Moskow karena mereka hadir di penyelengaraan Hari Kemerdekaan Indonesia di KBRI, di salah satu taman di pusat Moskow.

Ada festival budaya dan banyak siswa yang belajar di Moskow, mereka menghadiri festival ini dan tentu ini menarik banyak pengunjung. Taman ini penuh dengan orang-orang yang datang untuk melihat budaya Indonesia dan beberapa produk yang dijual. Acara ini benar-benar luar biasa.

Satu lagi adalah pertukaran antar turis. Anda tahu, kami cinta Bali. Sebelum COVID-19, kami memiliki 160 ribu turis Rusia per tahun sejak keputusan Indonesia membebaskan visa. Ada peningkatan turis Rusia yang ke Bali dan kami juga yakin bahwa Rusia siap menyambut turis dari Indonesia.

Terlepas dari segalanya, Moskow dan Rusia adalah tempat yang aman. Jangan khawatir dan ada begitu banyak hal yang bisa dilihat di Rusia. Tentu saja Moskow adalah kota yang indah. St. Petersburg adalah kota yang fantastis dan juga aman untuk Muslim.

Ada wilayah yang aman untuk Muslim, Kazakhstan. Saya belum pernah ke sana tapi semua yang sudah pernah ke sini mengatakan bahwa kota ini menakjubkan.

Jadi kami siap untuk menyambut banyak turis dari Indonesia. Dan tentu saja Rusia mencintai Bahasa Indonesia. Jika Anda bertanya siapapun di jalan di Moskow atau St. Petersburg, kata pertama yang terlintas di benak mereka jika menyebut Indonesia, adalah Bali.

Bali memiliki begitu banyak tempat yang indah, fantastis. Luar biasa. Tapi saya sudah mengunjungi beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Sulawesi, Sumatera, Kalimantan dan semua yang saya kunjungi sangat cantik.

Jadi saya berharap lebih banyak orang Rusia yang datang ke Indonesia dan tidak hanya ke Bali, tetapi juga ke tempat lain.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya