Kebijakan 'pintu terbuka' diterapkan oleh Starbucks pada 2018, setelah pengusiran dan penangkapan dua pria kulit hitam karena tidak memesan apa pun, meskipun keduanya sedang menghadiri pertemuan bisnis. Salah satunya mengatakan ingin memakai toilet, namun tidak izinkan karena ia tidak membayar.
Oleh sebab itu, kebijakan ini juga dirancang untuk memberikan akses toilet bagi masyarakat umum, mengingat terbatasnya fasilitas publik banyak kota dan pinggiran di Amerika Serikat (AS).
"Ini adalah contoh lain dari kerumitan yang disebabkan oleh kurangnya toilet umum di AS, dan Starbucks mengubah kebijakannya, terkadang mendapat keuntungan dari kurangnya infrastruktur umum dan dirugikan oleh hal yang sama," kata Bryant Simon, seorang sejarawan di Temple University
Namun, kebijakan 'pintu terbuka' itu membuat karyawan dan pelanggan menghadapi perilaku tidak tertib dan berbahaya di gerai-gerai Starbucks. Pada 2022, Starbucks terpaksa menutup 16 gerai di AS karena masalah keamanan, termasuk penggunaan narkoba, ancaman terhadap keselamatan karyawan, rasisme, kurangnya akses kesehatan, krisis kesehatan mental, dan masalah lainnya.