Sekitar 200 Tentara Israel Tolak Berperang di Gaza

- 200 tentara Israel menandatangani surat untuk berhenti bertempur di Gaza
- Tentara yang menolak bertempur merasa tindakan rekan mereka melanggar batas etika
- Militer Israel mengklaim tidak sengaja menargetkan warga sipil dan mencoba menyelidiki kasus pelanggaran
Jakarta, IDN Times - Di tengah laporan bahwa Israel terus dengan brutal meyerang Gaza, beberapa tentaranya dikabarkan menolak untuk terus bertempur. Tidak diketahui berapa jumlahnya, tapi sekitar 200 tentara menandatangani surat akan berhenti bertempur jika Tel Aviv tidak mengamankan gencatan senjata.
Salah satu tentara itu adalah Yotam Vilk, berusia 28 tahun. Dia merupakan perwira di korps lapis baja. Dia mendapat instruksi untuk menembak siapa saja yang memasuki zona penyanga yang dikuasai Israel. Sedikitnya 12 orang ditembak mati dan dia tidak dapat melupakan hal itu.
1. Banyak tindakan yang melanggar batas etika

Dalam sebuah wawancara, Vilk mengatakan bahwa tentara Israel yang membunuh remaja Palestina tidak bersenjata terus membekas dalam ingatannya.
"Dia meninggal sebagai bagian dari cerita yang lebih besar. Sebagai bagian dari kebijakan untuk tetap tinggal di sana dan tidak melihat orang Palestina sebagai manusia," katanya, dikutip Military.
Vilk menentang konflik yang telah berlangsung selama 15 bulan tersebut dan dia enggan bertugas lagi. Dia mengatakan bahwa banyak tindakan tentara yang melanggar batas etika. Meski jumlah tentara yang tidak lagi mau bertempur itu dapat dibilang sedikit, tapi mereka ingin tentara lain mengikuti jejak mereka.
2. Pembakaran terhadap rumah warga Palestina sebagai upaya balas dendam
Setidaknya ada tujuh tentara yang diwawancarai dan mereka berbicara tentang tindakan rekan tentara Israel lainnya di Gaza. Banyak dari mereka diperintahkan membakar atau menghancurkan rumah-rumah yang tidak menimbulkan ancaman.
Dilansir Associated Press, tentara juga menjarah dan merusak rumah-rumah tersebut serta warga Palestina dibunuh tanpa pandang bulu.
Yuval Green, petugas medis berusia 27 tahun, menghabiskan hampir dua bulan di Gaza tapi kemudian memutuskan untuk mundur sebelum misinya selesai. Dia mengatakan bahwa para tentara menodai, menjarah, dan membakar rumah-rumah. Mereka juga mencari tasbih untuk dikumpulkan sebagai souvenir.
Dia menganggap ketika perintah untuk membakar rumah diberikan oleh komandan, itu adalah upaya balas dendam. Menurutnya, tidak ada alasan mengambil lebih banyak dari orang Palestina dibanding yang telah mereka lakukan.
3. Hanya 43 persen warga Yahudi Israel yang ingin perang dilanjutkan dengan menghancurkan Hamas

Militer Israel mengatakan bahwa mereka tidak pernah sengaja menargetkan warga sipil. Mereka juga mengklaim menyelidiki dan menghukum kasus yang diduga melakukan pelanggaran.
Militer Israel juga menjelaskan bahwa mereka mengecam penolakan bertugas di kalangan prajurit dan menanggapi setiap seruan penolakan dengan serius. Setiap kasus penolakan diperiksa secara individual dan tentara dapat dipenjara karena menolak bertugas.
Dilansir BBC, pada Desember 2024, semakin banyak tentara yang tidak melapor untuk bertugas. Terjadi penurunan antara 15 hingga 25 persen. Ini karena mereka kelelahan.
Selain itu, jumlah tentara yang menolak bertugas karena alasan hati nurani kian meningkat. Dalam survei Israel Democracy Institute (IDI), 45 persen warga Yahudi Israel ingin perang diakhiri dengan gencatan senjata dan membawa pulang sandera. Sekitar 43 persen lainnya ingin tentara terus bertempur menghancurkan Hamas.