Stok Menipis, AS Setop Pengiriman Senjata ke Ukraina

Jakarta, IDN Times - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Pete Hegseth telah memerintahkan penundaan pengiriman rudal dan amunisi ke Ukraina di tengah persediaan pasokan militer AS yang menipis. Para pejabat pertahanan mengatakan persenjataan lainnya dapat ditahan hingga asesmen selesai dilakukan.
Hegseth memerintahkan penundaan beberapa minggu setelah mengeluarkan memo yang memerintahkan peninjauan persediaan amunisi AS. Persediaan telah habis setelah bertahun-tahun Washington mengirimkan senjata ke Ukraina dan hampir dua tahun operasi militer di Timur Tengah untuk memerangi pemberontak Houthi di Yaman, serta membela Israel dan sekutunya melawan Iran.
Senjata yang ditunda tersebut mencakup puluhan pencegat Patriot yang dapat bertahan terhadap rudal Rusia, ribuan amunisi Howitzer berdaya ledak tinggi 155 mm, lebih dari 100 rudal Hellfire, lebih dari 250 sistem rudal berpemandu presisi dan puluhan rudal permukaan-ke-udara Stinger, rudal udara-ke-udara AIM, serta peluncur granat.
"Keputusan ini dibuat untuk mengutamakan kepentingan AS setelah tinjauan DOD (Departemen Pertahanan AS) atas dukungan dan bantuan militer negara kita kepada negara-negara lain di seluruh dunia. Kekuatan Angkatan Bersenjata AS tetap tidak perlu dipertanyakan lagi, tanyakan saja kepada Iran," ungkap juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, dikutip dari NBC News.
1. Pentagon sebut peninjauan pengiriman senjata dapat memengaruhi negara-negara selain Ukraina
Pentagon sedang meninjau pengiriman senjata ke sekutunya di seluruh dunia. Hal ini menyusul laporan yang berkembang terkait kekhawatiran atas berkurangnya persediaan amunisi penting, termasuk rudal anti-udara.
Pada Rabu (2/7/2025), Pentagon mengonfirmasi bahwa peninjauannya terhadap pengiriman senjata AS dapat memengaruhi negara-negara selain Ukraina, menurut juru bicara Departemen Pertahanan, Sean Parnell. Meski begitu, belum jelas apakah peninjauan itu dapat mencakup Israel, yang membeli 68 persen senjata asingnya dari AS.
"Kami melihat ini sebagai langkah pragmatis yang masuk akal untuk mengevaluasi amunisi apa yang dikirim dan ke mana. Namun, kami ingin menjelaskan dengan sangat jelas tentang poin terakhir ini. Ketahuilah bahwa militer kami memiliki semua yang dibutuhkan untuk melakukan misi apa pun di mana pun, kapan pun, di seluruh dunia," Kata Parnell.
"Untuk waktu yang lama, empat tahun di bawah pemerintahan Joe Biden, kami memberikan senjata dan amunisi tanpa benar-benar memikirkan berapa banyak yang kami miliki," tambahnya. (Parnell)
2. Ukraina protes penghentian pengiriman senjata
Seorang anggota parlemen senior Ukraina, Fedir Venislavskyi, menyebut keputusan Pentagon itu menyakitkan bagi Kiev untuk mempertahankan diri terhadap serangan udara Rusia.
Dilansir The Guardian, Ukraina mengatakan pihaknya telah memanggil utusan sementara AS untuk Kiev guna menggarisbawahi pentingnya bantuan militer dari Washington, dan memperingatkan bahwa pemutusan apa pun akan membuat Moskow semakin berani dalam perangnya di Ukraina.
"Pihak Ukraina menekankan bahwa setiap penundaan atau penundaan dalam mendukung kemampuan pertahanan Ukraina hanya akan mendorong agresor untuk melanjutkan perang dan teror, daripada mencari perdamaian," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Ukraina.
Ukraina telah berulang kali meminta persenjataan pertahanan udara tambahan dari AS dan Eropa seiring peningkatan serangan udara Rusia dalam beberapa bulan terakhir. Selama akhir pekan, Kementerian Pertahanan Kiev mencatat Moskow telah meluncurkan serangan udara terbesarnya sejak invasi dimulai pada 2022, dengan menembakkan 60 rudal dan 477 drone.
3. Perubahan prioritas AS terhadap Ukraina pada pemerintahan Trump
Sebelumnya, Ukraina dijanjikan sejumlah amunisi di bawah pemerintahan Biden untuk membantu pertahanannya. Penghentian sementara mencerminkan serangkaian prioritas baru pemerintahan Trump, saat pemimpin Washington itu menolak mengumumkan paket baru yang membuat Kiev mengumpulkan sekutu-sekutu Eropa untuk meningkatkan dukungan saat bantuan AS berakhir.
Di bawah Biden, Washington telah mempelopori dukungan Barat untuk Ukraina. Kongres telah menyetujui lebih dari 100 miliar dolar AS (setara Rp1.620 triliun) bantuan, termasuk 43 miliar dolar AS (setara Rp696 triliun) dalam persenjataan, mengutip France24.
"Kami sekarang sangat bergantung pada pasokan senjata AS, meskipun Eropa melakukan yang terbaik, tetapi akan sulit bagi kami tanpa amunisi AS," kata pejabat tinggi di militer Ukraina.