Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Nancy Pelosi (D-CA) bereaksi pada konferensi pers setelah sidang Dewan memilih dua pasal pemakzulan terhadap Presiden Donald Trumo di U.S. Capitol di Washington, Amerika Serikat, pada 18 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Jonathan Ernst
Tudingan pertama adalah bahwa Trump telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Ia dianggap telah melanggar sumpah karena memanfaatkan posisinya sebagai Presiden untuk menekan Ukraina demi kepentingan pribadinya dalam Pemilu 2020.
Seperti dilaporkan sebelumnya, Trump dituduh menahan bantuan untuk Ukraina sampai Presiden negara itu memberikan informasi tentang keburukan rival politiknya dari Partai Demokrat, Joe Biden, sehingga memberinya keuntungan.
Tuduhan kedua yang menyebabkannya dimakzulkan adalah upaya menghalangi proses investigasi oleh DPR. Secara tertulis, ia dituduh memerintahkan Gedung Putih melakukan pembangkangan terhadap pemanggilan saksi-saksi selama penyelidikan atas tudingan pertama.
Trump juga dituduh mengomando Gedung Putih serta lembaga-lembaga lain untuk tidak mematuhi panggilan DPR, menahan dokumen-dokumen yang diperlukan serta tak mengizinkan pejabat tertentu memberikan kesaksian di Capitol Hill.
Sesuai dengan sistem politik Amerika Serikat, pemakzulan baru benar-benar terjadi setelah kedua kamar di Kongres, yaitu DPR dan Senat, sepakat bahwa Trump memang melakukan apa yang dituduhkan. Setelah proses di DPR selesai, butuh dua pertiga suara di Senat untuk memaksa Trump meninggalkan Gedung Putih.
Ini dipandang sulit karena Senat didominasi oleh partai yang mengusung Trump pada Pilpres 2016 dan 2020 mendatang. Namun, jika Senat satu suara dengan DPR, maka Wakil Presiden Mike Pence akan menggantikan Trump. Sedangkan Pelosi, sebagai Ketua DPR, berada di antrian berikutnya.