Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi protes di Prancis (Unsplash.com/Alice Triquet)

Jakarta, IDN Times - Pada Rabu (9/2/22), ratusan warga Nice di Prancis selatan mendemo aturan COVID-19, dengan melakukan Convoi de la liberte atau Konvoi Kebebasan. Langkah itu terinspirasi dari gerakan sopir truk Kanada yang melakukan blokade ibu kota Ottawa.

Mereka berencana menuju Paris dan Brusel, untuk mendesak agar aturan pembatasan COVID-19 segera dihentikan. Sambil mengendarai sepeda motor dan mobil pribadi, mereka mengibarkan bendera Prancis dan Kanada.

Selain Nice, penduduk Prancis dari Bayonne, Strasbourg dan Cherbourg juga ikut ambil bagian. Mereka dijadwalkan akan tiba di ibu kota Paris pada Jumat, untuk melakukan rapat umum besar-besaran dan di Brusel pada Senin.

1. Protes sopir truk Kanada sebagai inspirasi utama

Pemerintah Kanada membuat aturan untuk mewajibkan vaksinasi kepada sopir truk lintas negara. Meski banyak yang telah divaksin, tapi mereka yang belum divaksin menentang aturan tersebut. 

Ratusan truk awalnya datang dari provinsi barat Kanada menuju ibu kota Ottawa pada 29 Januari. Sampai saat ini, demonstran beserta truknya terus datang, bahkan memblokade jalur lintas Kanada-AS.

Penolakan mereka terhadap mandat vaksin telah berkembang, dengan menuntut penghapusan semua aturan COVID-19 yang dinilai sangat membatasi. Gerakan para sopir truk Kanada itu adalah "Konvoi Kebebasan."

Saking banyaknya truk yang melakukan protes dan memblokade jalan, bahkan status darurat diumumkan untuk ibu kota Ottawa.

Dilansir BBC, ada banyak donor yang menyumbangkan dana untuk gerakan tersebut, bahkan pendonor dari luar Kanada.

Protes yang dilakukan di Kanada telah menginspirasi gerakan serupa seperti di Selandia Baru. Kini, warga Prancis juga terinspirasi dari gerakan tersebut dan melakukan protes dengan tuntutan yang serupa.

Dilansir The Guardian, warga Prancis yang melakukan Convoi de la liberte dijadwalkan akan tiba di ibu kota Paris mulai 11 Februari.

2. Convoi de la liberte diorganisasi lewat media sosial

Sejauh ini, ada enam konvoi yang telah melakukan perjalanan di Prancis. Para demonstran berharap, kota-kota lain juga akan ikut bergabung dan bertemu di Paris.

Dilansir Deutsche Welle, gerakan konvoi diorganisir lewat media sosial, khususnya platform Telegram dan Facebook. Masing-masing akun memiliki sekitar 23 ribu pengikut.

Seorang sopir yang ikut dalam konvoi mengaku, "kami lelah dengan itu semua (aturan COVID-19). Kami ingin pergi ke tempat yang kami inginkan tanpa diminta sertifikat vaksin. Setidaknya dengan tindakan ini, saya melakukan sesuatu."

Pihak berwenang Prancis telah mengetahui konvoi tersebut dan sudah merencanakan langkah-langkah keamanan untuk menghindari gangguan.

3. Polisi Paris melarang peserta konvoi memasuki ibu kota

Paris, yang menjadi tujuan utama para pengunjuk rasa, segera melakukan antisipasi. Kepolisian Paris pada Kamis mengumumkan, para peserta konvoi akan diblokir agar tidak bisa memasuki ibu kota.

Dilansir France24, kepolisian mengumumkan bahwa larangan itu akan berlaku mulai 11 hingga 14 Februari. Selain pemblokiran, polisi juga memberikan ancaman lain kepada para peserta konvoi.

Mereka yang melanggar perintah terancam dua tahun penjara, denda 4.500 euro (Rp73,5 juta), serta SIM para pengendara akan ditangguhkan.

Warga Prancis yang ikut konvoi mengaku kesal dengan peraturan kesehatan pemerintah, dengan menyebut persyaratan vaksinasi telah menutup kehidupan publik bagi orang yang tidak divaksin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team