Thailand Dorong Dunia Lebih Terlibat dengan Junta Myanmar

- Thailand dan Malaysia mendukung dialog inklusif dengan junta militer Myanmar dalam KTT ASEAN untuk menyelesaikan konflik sipil dan krisis kemanusiaan yang telah mengakibatkan lebih dari 3,5 juta warga Myanmar mengungsi.
- Thailand berusaha memperkuat peran ASEAN dalam meredakan konflik Myanmar dengan mengajak negara-negara anggota membuka komunikasi langsung dengan junta, sementara Malaysia menyerukan perpanjangan gencatan senjata demi kelancaran distribusi bantuan.
Jakarta, IDN Times - Thailand mengumumkan rencana untuk mendorong keterlibatan internasional yang lebih luas dengan junta militer Myanmar dalam KTT ASEAN mendatang. Upaya ini bertujuan membuka ruang dialog untuk menyelesaikan konflik sipil berkepanjangan sejak kudeta 2021.
Langkah ini juga didukung oleh Malaysia sebagai ketua ASEAN 2025, yang memprioritaskan bantuan kemanusiaan pascagempa besar pada Maret lalu. Lebih dari 3,5 juta warga Myanmar telah mengungsi akibat kekerasan bersenjata dan keruntuhan ekonomi di negara tersebut.
1. Thailand usulkan dialog inklusif di ASEAN
Thailand berusaha memperkuat peran ASEAN dalam meredakan konflik Myanmar dengan mengajak negara-negara anggota membuka komunikasi langsung dengan junta. Menteri Luar Negeri Thailand, Maris Sangiampongsa, menilai bahwa isolasi tidak menyelesaikan krisis.
“Tanpa keterlibatan langsung, bantuan kemanusiaan sulit menjangkau warga yang membutuhkan,” kata Maris. Ia mengatakan pentingnya kerja sama regional untuk menciptakan kepercayaan dan mendorong perubahan damai.
Pada 4 April 2025, pemimpin junta Min Aung Hlaing menghadiri KTT BIMSTEC di Bangkok. Meski kehadirannya memicu protes, pemerintah Thailand menyebut pertemuan itu sebagai langkah awal menuju penyelesaian politik yang inklusif dan berkelanjutan.
2. Krisis bertambah parah akibat bencana alam
Gempa bumi berkekuatan 7,7 magnitudo yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025 memperburuk situasi kemanusiaan. Lebih dari 3.800 orang tewas dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal, sementara akses bantuan dibatasi oleh junta di beberapa wilayah.
Thailand dan Malaysia menyerukan perpanjangan gencatan senjata demi kelancaran distribusi bantuan. Namun, laporan PBB menyebut junta melancarkan 67 serangan udara dalam tujuh hari pertama setelah deklarasi gencatan.
“Ini menunjukkan komitmen junta terhadap kemanusiaan sangat diragukan,” ujar Yadanar Maung dari Justice for Myanmar, dikutip dari The Edge Malaysia.
Di perbatasan, penutupan klinik akibat penghentian dana USAID (United States Agency for International Development) juga memperparah nasib ribuan pengungsi.
3. Keterlibatan junta picu protes dan penolakan
Kehadiran Min Aung Hlaing di forum regional memicu kecaman dari kelompok oposisi Myanmar. National Unity Government (NUG) menyebut langkah ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat yang menolak rezim militer.
“Memberi ruang kepada junta hanya memperkuat klaim mereka atas kekuasaan yang diperoleh secara ilegal,” ujar juru bicara NUG, dikutip The Straits Time. Mereka mendesak ASEAN untuk tidak memberi legitimasi kepada pelaku pelanggaran HAM.
Protes juga terjadi di Bangkok, dengan aktivis menyebut undangan Thailand sebagai tindakan merusak citra ASEAN. Meski begitu, pejabat Thailand tetap meyakini dialog terbuka bisa membuka jalan bagi transisi demokrasi.
“Realitas di lapangan mengharuskan kita bicara dengan semua pihak,” kata Nikorndej Balankura, dikutip dari Channel News Asia.