Monumen berlambang Logo NATO dan bendera negara-negara anggota NATO di Kota Brussels, Belgia. (twitter.com/ItalyatNATO)
Dosen politik internasional di Universitas Newcastle, Katharine AM Wright, juga menyebut Ukraina yang netral sebagai kunci untuk mengakhiri invasi Rusia. Namun, penyelesaian konflik tetap akan bergantung pada konsesi kedua pihak, terlebih Putin sebagai agresor tentu tidak ingin kehilangan ‘muka’ karena strateginya di Ukraina tidak berjalan lancar.
Di sisi lain, mewujudkan Ukraina sebagai negara netral adalah hal yang sangat sulit. Pasalnya, warga Ukraina dan seluruh dunia telah menyaksikan ketakutan terburuk mereka yang menjadi nyata, yaitu diserang oleh tetangganya sendiri.
Wacana itu juga sulit terealisasi karena Ukraina harus mencari jaminan keamanan selain dari NATO, keputusan yang selama ini ditentang oleh Rusia.
“Ukraina yang netral tidak akan menjadi mitra NATO, meskipun negara-negara netral lainnya, terutama Finlandia dan Swedia, adalah mitra NATO. Jalan menuju keanggotaan NATO, betapapun kecil kemungkinannya untuk dipenuhi, akan menjadi garis merah bagi Putin yang memandang Ukraina secara berbeda,” terang Wright.
“Ukraina yang netral perlu mencari hubungan keamanan di luar NATO untuk mencegah terulangnya invasi, mengingat Rusia adalah agresor. Tetapi, Ukraina kemungkinan akan melirik ke anggota Dewan Keamanan PBB lainnya (Cina, Prancis, Inggris, AS) untuk membantu menegakkan ini,” sambung dia.