Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)

Jakarta, IDN Times - Ratusan pria Yahudi ultra-Ortodoks memblokir jalan raya utama di Israel selama dua jam pada Kamis (27/6/2024). Aksi ini merupakan protes terhadap keputusan terbaru Mahkamah Agung yang memerintahkan wajib militer bagi pria muda agamis.

Wajib militer sebenarnya berlaku untuk sebagian besar pria dan wanita Yahudi di Israel. Namun, partai-partai ultra-Ortodoks yang berpengaruh secara politik selama ini telah berhasil mendapatkan pengecualian bagi para pengikutnya.

Pengaturan pengecualian wajib militer ini telah menimbulkan kemarahan luas di masyarakat Israel. Sentimen ini semakin menguat selama perang 8 bulan melawan Hamas di Gaza, di mana lebih dari 600 tentara tewas dan puluhan ribu cadangan diaktifkan.

1. Aksi protes berujung bentrok dengan polisi

Para demonstran duduk di jalan raya dan berbaring di tanah saat polisi berusaha menyeret mereka pergi. Dilansir Associated Press, beberapa demonstran meneriakkan slogan "Ke penjara! Bukan ke militer!"

Polisi berkuda juga diturunkan untuk menerobos kerumunan. Melansir dari Times of Israel,  tindakan ini berujung pada penangkapan setidaknya 32 peserta demonstrasi.

Situasi semakin memanas ketika beberapa demonstran menyebut polisi sebagai "Nazi" dan berbaring di bawah kendaraan polisi untuk menghalangi mereka. Demonstran juga membawa spanduk bertuliskan "Semua Yahudi Haredi dilarang mendaftar, bahkan mereka yang bukan siswa yeshiva."

2. Alasan penolakan wajib militer oleh kaum ultra-Ortodoks

Kaum ultra-Ortodoks, yang membentuk sekitar 13 persen populasi Israel, menganggap studi agama penuh waktu sebagai kontribusi mereka dalam melindungi negara. Mereka khawatir kontak lebih besar dengan masyarakat sekuler melalui militer akan menjauhkan penganut dari ketaatan ketat pada iman mereka.

Rabbi Moshe Maya, anggota senior Dewan Cendekiawan Torah Shas, menegaskan penolakan ini.

"Dilarang bagi mereka yang tidak belajar untuk pergi ke tentara. Mereka yang pergi akan berakhir melanggar Shabbat," ujarnya, dikutip dari Arab News.

Para demonstran berasal dari Faksi Yerusalem yang ekstremis, kelompok yang berjumlah sekitar 60 ribu anggota. Kelompok ini secara rutin berdemonstrasi menentang perekrutan siswa yeshiva ke dalam militer.

3. Pemerintahan Netanyahu semakin goyah

Keputusan Mahkamah Agung juga secara permanen melarang negara mendanai yeshiva ultra-Ortodoks untuk siswa yang belajar di sana sebagai pengganti wajib militer.

Putusan ini berpotensi menyebabkan runtuhnya pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Partai Shas, salah satu partai ultra-Ortodoks kunci dalam koalisi pemerintah, mengancam akan keluar jika undang-undang wajib militer Haredi diberlakukan.

Meskipun pemerintah secara teori dapat kembali melegislasi pengecualian menyeluruh, hal ini akan sulit secara politis. Beberapa anggota parlemen Likud telah menyatakan tidak akan mendukungnya, sementara negara sedang terlibat dalam pertempuran aktif di berbagai front.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan, Netanyahu harus mendengarkan perintah pengadilan dan mulai merekrut Yahudi Haredi.  Sentimen ini banyak didukung oleh oposisi Israel.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorLeo Manik