Trump Hentikan Bantuan ke Afrika Selatan karena Isu Kepemilikan Tanah

Intinya sih...
- Donald Trump menghentikan bantuan ke Afrika Selatan
- Trump menuduh pemerintah Afrika Selatan melakukan penyitaan tanah dan memperlakukan kelompok tertentu secara tidak adil
- Pemerintah Afrika Selatan membela kebijakan mereka yang sesuai dengan hukum yang berlaku
Jakarta, IDN Times - Donald Trump mengumumkan akan menghentikan semua bantuan ke Afrika Selatan. Ia menuduh pemerintah negara itu melakukan penyitaan tanah dan memperlakukan kelompok tertentu dengan tidak adil. Keputusan ini disampaikan melalui unggahan di platform Truth Social pada Minggu (2/2/2025).
Trump menyatakan bahwa penyelidikan akan dilakukan sebelum bantuan kembali diberikan. Pernyataannya langsung dibantah oleh pemerintah Afrika Selatan, yang menegaskan bahwa kebijakan mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
1. Trump kritik kebijakan tanah Afrika Selatan
Dilansir The Guardian, Trump menyoroti kebijakan tanah Afrika Selatan yang dianggapnya merugikan pemilik lahan tertentu.
“Afrika Selatan menyita tanah dan memperlakukan kelompok tertentu dengan sangat buruk,” tulisnya di Truth Social.
Pemerintah Afrika Selatan baru-baru ini mengesahkan Undang-Undang Ekspropriasi, yang memungkinkan pengambilalihan lahan tanpa kompensasi dalam kondisi tertentu. Contohnya, jika tanah tersebut terbengkalai atau hanya digunakan untuk spekulasi. Presiden Cyril Ramaphosa membela kebijakan ini, dengan menegaskan bahwa aturan tersebut bertujuan untuk pemerataan kepemilikan tanah.
Selain Trump, miliarder Elon Musk yang lahir di Afrika Selatan juga mengkritik kebijakan tersebut.
“Kenapa ada undang-undang kepemilikan yang secara terbuka rasis?” tulisnya di platform X.
Musk juga disebut berupaya menutup USAid, lembaga bantuan luar negeri Amerika Serikat (AS) yang selama ini menyalurkan dana ke Afrika Selatan.
2. Afrika Selatan bantah tuduhan Trump
Presiden Ramaphosa menegaskan bahwa undang-undang baru ini bukan bentuk penyitaan paksa.
“Undang-Undang Ekspropriasi yang baru bukan alat penyitaan, tetapi proses hukum yang sesuai konstitusi untuk memastikan akses publik terhadap tanah secara adil,” ujarnya di X.
Dilansir BBC, pemerintah Afrika Selatan juga menyatakan bahwa bantuan dari AS hanya mencakup 17 persen dari program HIV/AIDS mereka.
“Seperti AS dan negara lain, kami memiliki aturan ekspropriasi yang menyeimbangkan kepentingan publik dengan perlindungan hak pemilik tanah,” tambah Ramaphosa.
Kebijakan ini memicu perdebatan di dalam negeri. Partai oposisi Aliansi Demokrat (DA), yang didominasi kelompok kulit putih, menolak aturan tersebut. Sementara itu, Partai Kebebasan Inkatha (IFP), yang mewakili kepentingan suku Zulu, mengkhawatirkan dampaknya terhadap kepemilikan tanah tradisional mereka.
3. Trump: Penyelidikan sedang berlangsung
Dalam pernyataan terbarunya, Trump kembali menegaskan bahwa kebijakan tanah Afrika Selatan sedang dalam penyelidikan.
“Pemerintah Afrika Selatan melakukan hal-hal yang mengerikan, bahkan lebih buruk dari yang kita duga,” katanya, tanpa memberikan contoh spesifik.
Menanggapi hal ini, Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan berharap penyelidikan ini dapat membantu AS memahami kebijakan mereka secara lebih objektif.
“Kami percaya penasihat Presiden Trump akan menggunakan periode investigasi ini untuk memahami kebijakan kami dalam kerangka demokrasi konstitusional,” ujar kementerian dalam pernyataan resminya.
Masalah kepemilikan tanah telah menjadi isu utama di Afrika Selatan sejak berakhirnya apartheid. Sejak 1994, pemerintah telah mengembalikan tanah kepada pemilik aslinya dan membeli 7,8 juta hektare untuk redistribusi. Namun, hingga kini, 78 persen lahan pribadi masih dimiliki oleh orang kulit putih, sementara banyak petani kulit hitam menghadapi kesulitan akibat keterbatasan dukungan finansial dan teknis.