Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) dan Presiden China Xi Jinping (kanan) sempat berbincang dalam pertemuan puncak G20 di Buenos Aires, menjelang makan malam kerja antara delegasi Amerika Serikat dan China.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kiri) dan Presiden China Xi Jinping (kanan) sempat berbincang dalam pertemuan puncak G20 di Buenos Aires, menjelang makan malam kerja antara delegasi Amerika Serikat dan China. (Dan Scavino, Public domain, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Trump klaim China tak akan langkahi Taiwan selama ia menjabat

  • Trump menuturkan bahwa Xi tidak pernah menyinggung isu Taiwan, hal yang menurutnya mengejutkan bagi banyak pihak.

  • AS gunakan strategi “Ambiguitas” dalam isu Taiwan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan Presiden China, Xi Jinping, sepenuhnya paham risiko besar jika China melancarkan serangan militer ke Taiwan. Ia menilai para pemimpin di Beijing menyadari konsekuensi serius dari setiap langkah terhadap pulau tersebut.

Trump mengungkap hal itu dalam wawancara CBS 60 Minutes yang tayang Minggu (2/11/2025), beberapa hari setelah pertemuannya dengan Xi di Korea Selatan pada Kamis (30/10/2025). Dalam pertemuan itu, keduanya sepakat menunda sementara sengketa dagang antara AS dan China. Trump menambahkan, isu Taiwan tidak menjadi topik pembahasan karena fokus utama mereka adalah urusan perdagangan.

1. Trump klaim China tak akan langkahi Taiwan selama ia menjabat

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (Shealeah Craighead, Public domain, via Wikimedia Commons)

Dilansir dari NDTV, Trump menuturkan bahwa Xi tidak pernah menyinggung isu Taiwan, hal yang menurutnya mengejutkan bagi banyak pihak.

“Kami tidak akan pernah melakukan apa pun selama Presiden Trump menjabat, karena mereka tahu konsekuensinya,” katanya mengutip pernyataan pejabat China yang berbicara terbuka dalam pertemuan tersebut.

Ketika ditanya apakah AS akan mengirim pasukan jika China menyerang Taiwan, Trump menolak menjawab secara rinci.

“Saya tidak bisa memberikan rahasia saya,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa kekuatan militer AS dan sikap tegasnya sudah cukup untuk mencegah agresi.

“Anda akan mengetahuinya jika itu terjadi, dan dia memahami jawabannya,” lanjut Trump.

Wawancara tersebut direkam di resor Mar-a-Lago milik Trump di Florida. Ini menjadi kemunculannya pertama di 60 Minutes setelah lima tahun, usai menyelesaikan gugatan terhadap CBS terkait wawancara dengan Kamala Harris pada tahun 2024.

2. AS gunakan strategi “Ambiguitas” dalam isu Taiwan

ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Andrea Piacquadio)

AS selama ini menerapkan kebijakan strategic ambiguity dalam urusan pembelaan Taiwan, yang berarti tidak memberi janji pasti untuk campur tangan militer. Berdasarkan Taiwan Relations Act tahun 1979, AS memasok senjata demi pertahanan Taiwan, namun tidak diwajibkan ikut bertempur. Kebijakan ini dibuat untuk mencegah perubahan status quo secara paksa di wilayah tersebut.

Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di Washington, mengatakan isu Taiwan sepenuhnya merupakan urusan dalam negeri China.

“(China) tidak akan pernah mengizinkan siapa pun atau kekuatan apa pun untuk memisahkan Taiwan dari China dengan cara apa pun,” ujarnya, dikutip dari ABC News.

Ia menambahkan bahwa hanya rakyat China yang berhak menentukan masa depan Taiwan. Pulau Taiwan sendiri merupakan wilayah demokratis yang memerintah secara mandiri dengan nama resmi Republic of China. Sementara itu, Beijing mengklaim pulau tersebut lewat kebijakan One China dan berjanji akan melakukan reunifikasi, dengan kekuatan militer jika diperlukan. AS sendiri hanya mengakui Beijing secara diplomatik, namun tetap menjual senjata guna membantu pertahanan Taiwan.

3. CBS sorot Taiwan jadi titik panas dalam hubungan AS–China

ilustrasi bendera Taiwan

Dilansir dari Economic Times, CBS menyoroti Taiwan sebagai salah satu titik panas terbesar dalam hubungan AS–China beberapa tahun mendatang, terutama karena meningkatnya aktivitas militer dan siber China di sekitar pulau itu. Meski ketegangan kian tinggi, Trump memastikan bahwa pejabat China sudah sepenuhnya paham risiko eskalasi.

Taiwan memegang peran penting dalam rantai pasok global karena memproduksi sebagian besar chip canggih untuk ponsel, kendaraan listrik, dan sistem persenjataan. Pulau tersebut juga menjadi benteng demokrasi yang menyeimbangkan pengaruh China di kawasan Indo-Pasifik. Namun, latihan militer intensif China dan dukungan pertahanan dari AS terus memicu kekhawatiran akan bentrokan tak disengaja.

Ketegangan bahkan merembet ke Laut China Selatan, jalur dagang penting senilai 3,3 triliun dolar AS (setara Rp54,7 kuadriliun) per tahun. China mengklaim hampir seluruh wilayah laut itu melalui Garis Sembilan Dash yang tumpang tindih dengan Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Beijing juga membangun pulau buatan lengkap dengan landasan udara dan radar di area sengketa seperti Kepulauan Paracel dan Spratly.

AS merespons dengan menggelar patroli freedom of navigation untuk menantang klaim China dan memastikan jalur laut tetap terbuka sesuai hukum internasional. China menilai langkah itu mengganggu hak historis mereka, sementara negara-negara Asia Tenggara mengkritik pembangunan militer China yang terus meluas di kawasan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team