Secara tegas, CJEU pada hari Kamis telah memutuskan bahwa perusahaan di kawasan anggota Uni Eropa (UE) dapat melarang penggunaan jilbab bagi seorang muslimah. Hal itu menurut mereka dibenarkan oleh kebutuhan pemberi kerja "untuk menghadirkan citra netral terhadap pelanggan atau untuk mencegah perselisihan sosial," kata pengadilan seperti dikutip laman France24.
Larangan yang dikeluarkan oleh pengadilan sebenarnya tidak terbatas pada jilbab saja tetapi segala bentuk ekspresi keyakinan politik, filosofis atau agama.
Putusan CJEU tersebut dibuat setelah ada dua kasus larangan jilbab yang dilakukan di Jerman. Dua kasus itu melibatkan seorang penjaga di pusat penitipan anak berkebutuhan khusus di Hamburg dan satunya lagi adalah seorang kasir penjaga apotek.
Sebelumnya, dua pekerja itu bekerja bertahun-tahun tanpa mengenakan jilbab. Namun setelah cuti beberapa waktu dan kembali bekerja, mereka mulai mengenakannya.
Dua orang pekerja itu kemudian diberitahu oleh pemberi kerja bahwa apa yang mereka lakukan tidak diperbolehkan atau disuruh bekerja tanpa mengenakannya atau bisa ditempatkan pada pekerjaan yang berbeda.
Melansir laman The Guardian, pusat penitipan anak telah melarang para stafnya memakai simbol agama apapun, termasuk salib atau kippah Yahudi. Pada kasus pekerja apotek, para stafnya diberitahu untuk tidak memakai tanda-tanda politik, filosofis dan agama yang mencolok.
Dua muslimah itu tidak terima dan mengajukannya ke pengadilan Jerman. Pengadilan Jerman melakukan rujukan kasus itu ke CJEU untuk mencari panduan dalam arahan ketanagakerjaan.
Keputusan CJEU seperti yang dijelaskan sebelumnya, yakni perusahaan boleh melarang pegawai untuk tidak mengenakan simbol agama demi netralitas dan upaya mencegah perselisihan sosial.