Selama persidangan pidana pertama Yoon di Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada 14 April 2025, Yoon membantah tuduhan bahwa ia memimpin pemberontakan. Ia menegaskan bahwa deklarasi darurat militer yang dikeluarkannya pada 3 Desember tahun lalu merupakan pesan kepada publik.
"Darurat militer diberlakukan guna memberitahu publik tentang situasi negara yang sedang genting. Ini berbeda dengan darurat militer di masa lalu, yang bertujuan memaksakan kekuasaan militer," ungkap Yoon.
"Darurat militer dibuat untuk melindungi kebebasan dan demokrasi. Kudeta militer dan pemerintahan (militer) menghancurkan kebebasan dan demokrasi," sambungnya.
Jaksa kemudian menguraikan dakwaan dan menyatakan bahwa penerapan darurat militer oleh Yoon merupakan upaya untuk mengganggu tatanan konstitusional, dengan mengerahkan personel militer ke Majelis Nasional dan Komisi Pemilihan Umum Nasional. Pelanggaran tersebut dapat dihukum berdasarkan Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Setiap orang yang melakukan kekerasan dengan maksud merampas wilayah negara atau melanggar Undang-Undang Dasar, dapat dipidana," demikian bunyi pasal tersebut.
Jaksa mengklaim bahwa mantan presiden tersebut mempertimbangkan berbagai langkah untuk menangkap politisi kunci tanpa surat perintah. Serta, memblokir akses masuk ke Majelis Nasional, dan membentuk badan legislatif baru di bawah dekrit darurat militer.