Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
warga Gaza yang mengungsi untuk menghindari serangan Israel (x.com/@UNRWA)
warga Gaza yang mengungsi untuk menghindari serangan Israel (x.com/@UNRWA)

Intinya sih...

  • Ulama Gaza menilai serangan Hamas ke Israel 2023 merugikan rakyat Palestina
  • Analisis independen Gaza kritik alasan serangan Hamas yang timbulkan banyak korban
  • 57% warga Gaza anggap serangan Hamas ke Israel tahun lalu sebagai kesalahan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Seorang ulama dari Gaza mengatakan bahwa serangan Hamas terhadap Israel tahun 2023, yang memicu serangan besar-besaran ke Jalur Gaza, seharusnya dihindari karena jelas akan memberikan dampak buruk bagi rakyat Palestina.

Salman Al Dayeh, mantan dekan Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam yang dikelola Hamas di Gaza, menerbitkan fatwa setebal enam halaman, di mana ia mengkritik operasi Banjir Al Aqsa, istilah yang digunakan Hamas untuk serangan 7 Oktober 2023. Menurutnya, serangan itu merupakan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip Islam yang mengatur jihad.

“Jika pilar, alasan, atau syarat-syarat jihad tidak terpenuhi, maka jihad harus dihindari agar tidak menghancurkan kehidupan masyarakat, dan ini sesuatu yang bisa diperkirakan oleh para politisi di negeri kita, sehingga serangan tersebut seharusnya dihindari,” jelasnya.

Ia pun membandingkan serangan-serangan Israel sebelumnya di Tepi Barat dan Jalur Gaza yang jauh lebih ringan dibandingkan serangan 7 Oktober 2023, namun mengakibatkan banyak korban jiwa dan luka-luka, penghancuran rumah dan pengungsian.

“Jadi jelas bahwa reaksi (Israel) terhadap peristiwa yang lebih besar akan lebih merugikan jiwa, harta benda, dan komponen kehidupan (di Gaza). Jika perang berakhir malam ini, penderitaannya akan berlangsung selama beberapa dekade," tambahnya.

1. Fatwa Al Dayeh adalah kritik, bukan kecaman terhadap Hamas

Analis independen Gaza, Ahmad Bassiouni, menjelaskan bahwa fatwa Al Dayeh ini bukanlah kecaman, melainkan kritik terhadap alasan yang digunakan Hamas untuk melancarkan serangannya.

“Ia tetap melegitimasi konsep perlawanan, tetapi mempertanyakan apa tujuan akhirnya mengingat begitu banyak korban jiwa dan kerusakan yang terjadi. Bahkan jihad, dalam konteks agama, harus memiliki hasil yang konkret dan nyata yang dapat mengatasi kerugian yang ditimbulkan," ungkapnya, dilansir dari The National.

Bassiouni mengatakan bahwa semakin banyak orang yang kini berani mengkritik Hamas karena posisi kelompok tersebut dianggap setara dengan rakyat.

“Anggota mereka menderita seperti warga Gaza pada umumnya, dan tinggal di tenda yang sama dengan kami,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Ahmad Yousef, mantan penasihat pemimpin Hamas yang terbunuh, Ismail Haniyeh, juga mengkritik kelompok tersebut, bersama dengan beberapa pejabat lain yang terkait dengan Hamas.

2. Banyak warga Gaza kini mengganggap serangan 7 Oktober 2023 adalah tindakan yang salah

Perang Gaza dimulai setelah Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan 251 lainnya disandera. Sementara itu, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 43.500 warga Palestina di Gaza dan menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut.

Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PSR) pada awal September, sebagian besar warga Gaza atau 57 persen responden kini meyakini bahwa keputusan Hamas untuk melancarkan serangan terhadap Israel tahun lalu merupakan sebuah kesalahan. Hanya 39 persen yang menganggap keputusan itu tepat.

Jajak pendapat tersebut juga menunjukkan penurunan dukungan terhadap serangan Hamas di Tepi Barat. Meski begitu, mayoritas warga di sana atau 64 persen responden masih menganggap keputusan itu benar.

3. Hamas hadapi tekanan dari berbagai sisi

Hamas saat ini menghadapi tekanan besar dari berbagai sisi, termasuk kemunduran militer yang signifikan usai terbunuhnya pemimpin utama kelompok tersebut, Yahya Sinwar, pada Oktober. Beberapa pemimpin politik Hamas yang tinggal di Qatar juga dilaporkan telah diminta untuk meninggalkan negara itu.

Sementara itu, upaya untuk mencapai gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih belum membuahkan hasil, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas konflik yang terus berlanjut. Qatar mengatakan bahwa Doha akan menangguhkan upaya mediasi antara Hamas dan Israel sampai kedua pihak menunjukkan kesediaan dan keseriusan mereka untuk mengakhiri perang di Gaza.

Akhir pekan lalu sejumlah pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa situasi di Gaza utara sudah mencapai tingkat yang membahayakan. Pada Sabtu (9/9/2024), Komite Peninjau Kelaparan menyatakan bahwa ada kemungkinan besar kelaparan akan segera terjadi di beberapa wilayah tersebut, dilansir dari BBC.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorFatimah