Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Iran (pexels.com/Engin Akyurt)

Intinya sih...

  • Uni Eropa akan kembali menerapkan sanksi PBB terhadap Iran mulai 29 Agustus 2025 jika Iran tidak membatasi program nuklirnya.

  • Mekanisme snapback tidak bisa diveto China, Rusia, dan AS, mengaktifkan enam resolusi PBB termasuk larangan aktivitas pengayaan uranium.

  • Iran mengancam untuk menghentikan peran Eropa dalam isu nuklir dan memutuskan hubungan dengan IAEA setelah konflik militer dengan Israel.

Jakarta, IDN Times – Uni Eropa (UE) akan memulai proses penerapan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran mulai 29 Agustus 2025. Langkah ini akan diambil jika Iran tidak menunjukkan kemajuan dalam membatasi program nuklirnya. Prancis menilai bahwa tanpa komitmen yang nyata dan terverifikasi, embargo global akan kembali diberlakukan.

“Prancis dan mitra-mitranya … berhak untuk menerapkan kembali embargo global terhadap senjata, bank, dan peralatan nuklir yang dicabut 10 tahun lalu. Tanpa komitmen yang tegas, nyata, dan dapat diverifikasi dari Iran, kami akan melakukannya paling lambat akhir Agustus,” kata Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noël Barrot, dikutip dari The Guardian.

Langkah ini muncul setelah posisi Eropa tergeser dari isu nuklir Iran akibat perintah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk membombardir situs-situs nuklir Iran bulan lalu. Tenggat akhir Agustus akan membuka proses sanksi penuh yang bisa diberlakukan mulai 15 Oktober 2025 mendatang. Inggris, Prancis, dan Jerman diperkirakan kembali mendapat pijakan penting dalam negosiasi dengan Iran.

1. Mekanisme snapback tidak bisa diveto China, Rusia, dan AS

ilustrasi bendera Uni Eropa (pexels.com/Dušan Cvetanović)

Negara-negara Eropa ingin Badan Energi Atom Internasional (IAEA) kembali menginspeksi situs nuklir Iran. Langkah ini dianggap penting agar Tehran tidak menyusun ulang program nuklirnya pasca serangan AS pada Juni lalu. Mekanisme pengaktifan ulang sanksi atau snapback dalam kesepakatan nuklir 2015 tidak memberi hak veto kepada China maupun Rusia.

AS juga tidak memiliki wewenang untuk mencegah Inggris atau Prancis memberlakukan kembali sanksi. Mekanisme snapback ini akan mengaktifkan enam resolusi PBB, termasuk larangan aktivitas pengayaan dan pemrosesan ulang uranium. Resolusi lainnya mewajibkan seluruh negara anggota PBB menghentikan pengiriman teknologi yang dapat menunjang program rudal Iran.

Meskipun demikian, sanksi tersebut tidak secara otomatis menghentikan ekspor minyak Iran ataupun memutus akses ke sistem keuangan global. Namun, negara-negara dan lembaga keuangan internasional diminta menahan diri dari memberikan bantuan atau pinjaman, kecuali untuk kebutuhan kemanusiaan dan pembangunan. Ketentuan ini disampaikan oleh sejumlah pakar sanksi Iran.

2. Iran ancam hentikan peran Eropa dalam isu nuklir

Iran menyebut mekanisme snapback akan menjadi akhir dari peran Eropa dalam negosiasi nuklir. Menteri Luar Negeri, Iran Abbas Araghchi, mengatakan bahwa negara-negara Eropa telah salah menilai kekuatan alat tersebut. Ia memperingatkan bahwa pengaktifan kembali sanksi hanya akan membuat proses penyelesaian isu nuklir semakin sulit.

“Salah satu kesalahan besar Eropa adalah mereka berpikir bahwa alat ‘snapback’ di tangan mereka memberi mereka kekuatan untuk bertindak dalam isu nuklir Iran, padahal ini adalah persepsi yang sepenuhnya salah. Jika negara-negara ini bergerak menuju snapback, mereka akan membuat penyelesaian isu nuklir Iran menjadi lebih rumit dan sulit,” ujarnya.

Dilansir Al Jazeera, Araghchi juga menyebut Iran sedang meninjau kemungkinan menggelar pembicaraan baru dengan AS. Beberapa aspek teknis seperti waktu, lokasi, dan jaminan masih dalam tahap kajian. Ia menegaskan bahwa jika negosiasi dilakukan, maka fokusnya hanya pada isu nuklir sebagai imbal balik atas pencabutan sanksi.

3. Iran-Israel terlibat konflik militer hingga putuskan hubungan dengan IAEA

ilustrasi perang (pexels.com/Pixabay)

Israel melancarkan serangan besar-besaran ke situs nuklir Iran pada 13 Juni 2025 lalu. Target serangan mencakup ilmuwan nuklir, pangkalan militer, dan kawasan pemukiman, yang menewaskan ratusan orang. Israel mengklaim bahwa serangan itu dilakukan untuk mengurangi ancaman terhadap keberlangsungan negaranya.

Setelah serangan tersebut, konflik berkembang menjadi perang terbuka antara Iran dan Israel. Keduanya terlibat dalam saling serang rudal setiap hari selama 12 hari. AS kemudian ikut turun tangan dengan membombardir fasilitas nuklir Iran, hingga Iran membalas dengan menyerang pangkalan militer AS di Qatar sebelum Trump mengumumkan gencatan senjata.

Sebagai dampak dari konflik, Iran memutuskan kerja sama dengan IAEA. Pemerintah Iran menyatakan bahwa hubungan dengan badan nuklir PBB itu akan diatur ulang dalam format baru. Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menandatangani undang-undang untuk menangguhkan kolaborasi, sambil menyampaikan bahwa IAEA harus menghentikan standar ganda jika ingin memulihkan hubungan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team