Erdogan: AS-Eropa Tidak Berkontribusi Akhiri Krisis Rusia-Ukraina
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, menilai Amerika Serikat (AS) dan negara-negara barat lainnya tidak berkontribusi apapun untuk menyelesaikan krisis Ukraina-Rusia.
Erdogan mengatakan tidak ada pemimpin Eropa yang mampu menyelesaikan kebuntuan tersebut, dan pendekatan diplomasi yang diupayakan oleh Presiden AS Joe Biden belum membuahkan hasil.
"Saya harus mengatakan ini dengan sangat jelas, (negara-negara) barat sayangnya tidak berkontribusi apapun untuk mengakhiri masalah ini. Yang dapat saya katakan adalah mereka hanya menjadi penghalang,” kata Erdogan saat mengunjungi Ukraina, dilansir dari Middle East Eye.
1. Turki menawarkan diri menjadi mediator krisis
Saat mengunjungi Kiev dan bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Erdogan menawarkan diri untuk menjadi mediator dalam krisis ini. Dia menyebut hubungan baik Turki dengan Rusia dan Ukraina, serta kehadirannya sebagai anggota NATO, merupakan faktor kunci untuk mengakhiri krisis yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Hubungan Turki dengan Rusia, Ukraina, dan negara barat terbilang unik. Ankara merupakan pemasok drone yang digunakan oleh Kiev untuk menumpas kelompok separatis yang didukung oleh Moskow. Pada titik itu, Rusia kerap mengecam Turki karena memasok senjata ke Ukraina.
Di sisi lain, Turki merupakan mitra dagang utama Rusia. Turki juga sempat memesan sistem rudal S-400 yang memiliki kemampuan untuk menghalau pesawat jet buatan AS. Keputusan Turki membeli perangkat militer itu mendapat kecaman dari AS.
Selain itu, hampir setengah dari kebutuhan gas dalam negeri Turki diimpor dari Rusia.
Baca Juga: Erdogan dan Istri Umumkan Positif COVID-19 Varian Omicron
2. Turki memiliki keuntungan geografis dan politik
Turki sebenarnya memiliki keuntungan geografis dan politik yang dapat dimainkan untuk mengakhiri konflik apapun. Hal itu karena Turki memiliki hak eksklusif untuk mengatur perjalanan kapal sipil dan militer melalui selat Bosphorus, sebagaimana diatur dalam Konvensi Montreux 1936.
Di bawah Konvensi Montreux, Rusia harus menerima izin dari Turki untuk memobilisasi kapal perang melalui selat tersebut. Konvensi itu juga mewajibkan Turki untuk memberikan transit kepada kapal militer apabila konflik terjadi.
“Jika mereka (Rusia) mencari jalan melalui Selat, ini bisa menjadi momen ujian bagi Turki,” kata Stephen Flanagan, ilmuwan politik senior di Rand.
3. Erdogan siap berdialog dengan Putin
Erdogan khawatir, jika konflik Ukraina-Rusia benar-benar terjadi, maka instabilitas politik dan keamanan akan terjadi di seluruh Eropa.
Salah satu upaya Erdogan untuk memediasi krisis adalah mengundang Presiden Vladimir Putin untuk berdialog.
"Kami (Turki) tidak akan pernah menginginkan perang antara Rusia dan Ukraina. Saya harap kita bisa menyelesaikan ini secara damai,” tutur Erdogan.
Baca Juga: Kunjungi Kiev, Erdogan Siap Jadi Mediator Krisis Ukraina-Rusia